Mushaf Timur Tengah, Sulitkah?
8/20/2015
Al-Hamdu lillah. Segala puji bagi Allah –‘azza wajalla– karena limpahan rahmat dan taufiq-Nyalah, kitab suci kita, yang membenarkan dan menggantikan kitab-kitab samawiy sebelumnya, serta dijadikan sebagai satu-satunya kitab yang 100% shahih di muka bumi ini, yaitu al-Qur’an al-Karim, dapat menyebar seantero dunia.
Kemudian sudah sepatutnya kita bersyukur kepada Allah –‘azza wajalla–, atas nikmat mata, yang mana mata kita masih Allah mampukan untuk membaca al-Qur’an. Atas nikmat lisan, yang mana lidah kita masih leluasa dalam membunyikan ayat-ayat al-Qur’an. Atas nikmat telinga, yang mana telinga kita masih Allah berikan kemampuan untuk mendengarkan lantunan al-Qur’an. Oleh karena itu, kami nasehatkan kepada para pembaca, pergunakanlah nikmat-nikmat tersebut sebaik-baiknya! Hingga tiba saatnya mata tak mampu lagi melihat, lisan tak mampu lagi berucap, atau telinga yang tak mampu lagi mendengar. Sehingga tersisalah apa yang terdapat dari al-Qur’an itu di dalam dada-dada kaum muslimin.
Di antara nikmat yang patut kita syukuri adalah tersebarnya mushhaf-mushhaf al-Qur’an (مصحف, selanjutnya akan ditulis mushaf) di tempat-tempat kita. Baik yang ditashhih dan diterbitkan di dalam negeri maupun yang di datangkan dari negara-negara di kawasan timur tengah.
Persoalannya, sebagian kaum muslimin merasa kesulitan saat membaca mushaf timur tengah, termasuk penulis sendiri saat pertama kali mencoba menggunakannya. Hal ini wajar karena memang ada beberapa prinsip penulisan rasm yang berbeda antara mushaf timur tengah dan mushaf Indonesia. Selain itu, pembahasan tentang ini ternyata minim sekali beredar di internet. Oleh karena itu, timbullah keinginan kami untuk memaparkan beberapa poin ciri khas penting yang membedakan antara penulisan keduanya, sekaligus sebagai pembanding dari artikel yang serupa, seperti ini.
Mushaf Indonesia dan Mushaf Timur Tengah
Mushaf Indonesia adalah mushaf yang penulisannya telah dibakukan/distandarkan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, di bawah Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia, dan menjadi mushaf standar Indonesia. Berbahagialah, karena betapa pun kacaunya negeri ini, masih ada segelintir ustadz –barakallahu fi ‘ilmihim– yang berkerja keras untuk memeriksa dan menstandarkan al-Qur’an yang diterbitkan di Indonesia. Bukti bahwa syi’ar Islam masih banyak ditemukan di negeri ini.
Asal muasalnya, mushaf Indonesia berasal dari Mumbay/Bombay di India. Dan jika para pembaca melakukan pencarianonline dengan kata kunci “quran urdu”, maka pembaca akan menemukan tulisan al-Qur’an yang serupa dengan tulisan pada al-Qur’an Indonesia.
Sedangkan mushaf timur tengah (atau yang lebih dikenal dengan sebutan mushaf Madinah) adalah mushaf yang distandarkan oleh masyaikh qira’at dari berbagai belahan dunia, baik tim dari Madinah (Mujamma’ Malik Fahd), Makkah, Damaskus-Beirut (al-Jumhuriyah as-Suriyah), Yordania, ataupun Mesir (Jumhuriyah Mishr al-‘Arabiyah).
Dalam standar terakhirnya, mushaf timur tengah menggunakan tulisan karya asy-Syaikh ‘Utsman Thaha, seorang kaligrafer ternama. Mushaf Indonesia pun dalam standar terakhirnya juga mengadopsi tulisan asy-Syaikh ‘Utsman Thaha, namun dimodifikasi tanda bacanya sehingga tanda bacanya menyerupai mushaf-mushaf Indonesia terdahulu. Oleh karena itu, dari sisi tampilan visual tulisan mushaf Indonesia kini lebih rapi dan tipis dibanding mushaf-mushaf Indonesia terdahulu.
Mushaf timur tengah menjadi rujukan dunia. Bahkan mushaf standar Negara Malaysia dan Negara Brunei Darussalam pun juga mengikuti mushaf timur tengah. Silakan merujuk langsung kesini dan http://www.youtube.com/watch?v=KE899_p6eYI.
Beberapa Perbedaan antara Mushaf Indonesia dengan Mushaf Timur Tengah
Pada kesempatan ini, kami mencukupkan untuk memaparkan beberapa perbedaan mendasar saja yang ada di antara mushaf Indonesia dan mushaf timur tengah dan mencoba membandingkannya. Tentu tidak seluruh perbedaan akan dijabarkan karena terbatasnya pengetahuan yang kami miliki di antara luasnya faidah dari masing-masing versi tulisan.
A. Faidah Alif dan Hamzah
Perbedaan ‘Alif’ dan ‘Hamzah’
Tahukah pembaca apa bedanya ‘alif’ dengan ‘hamzah’? Penulis dalam beberapa kesempatan sering menanyakan kepada rekan-rekan. Hasilnya menakjubkan! Ternyata mayoritas tidak tahu beda antara keduanya. Sebagian lagi tahu namun tidak tepat dalam menjelaskan. Dan hanya sedikit yang benar-benar tahu.
Bagaimana dengan pembaca? Apakah pembaca tahu bedanya? Atau tidak tahu bedanya? Atau jangan-jangan pembaca tidak tahu apakah bisa membedakannya atau tidak?
Untuk mengetahuinya, gunakan tes sederhana berikut:
- Bukalah mushaf Indonesia
- Bacalah Surat al-Fatihah ayat 1 dan 2 dengan satu nafas sekaligus
- Bacalah Surat al-Fatihah ayat 2 dan 3 dengan satu nafas sekaligus
- Bacalah Surat al-Fatihah ayat 4 dan 5 dengan satu nafas sekaligus
- Bacalah Surat al-Fatihah ayat 5 dan 6 dengan satu nafas sekaligus
- Ingat baik-baik apa yang telah dibaca tadi
- Ulangi langkah 2 s.d. 5 dengan menggunakan mushaf timur tengah
Jika cara menyambung saat menggunakan mushaf timur tengah sama dengan saat menggunakan mushaf Indonesia, maka mungkin pembaca sudah bisa membedakan antara alif dan hamzah. Namun jika ternyata berbeda, berarti sudah bisa dipastikan bahwa pembaca belum bisa membedakan antara ‘alif’ dan ‘hamzah’.
‘Hamzah’ adalah huruf yang keluar dari tenggorokan. Dia berbunyi a, i, dan u. Bila dia sukun, dia berbunyi seperti kata
“bak mandi” dan ed “tidak” dalam bahasa Indonesia. ‘Hamzah’ selalu menerima harakat. Contohnya adalah huruf pertama pada kata iyyaka dalam surat al-Fatihah.
Sedangkan ‘alif’ adalah huruf yang bisa berfungsi 2 hal:
- Madd 2 harakat jika sebelumnya fathah
- Huruf bantu di awal kata (hamzah washal)
Kalau ‘alif’ sebagai madd mungkin pembaca sudah mengerti. Namun ‘alif’ sebagai huruf bantu mungkin banyak yang tidak mengerti. ‘Alif’ bantu biasa disebut dengan hamzah washal atau ‘hamzah’ sambung. Hamzah washal hanya terletak pada awal kata. Untuk mudahnya, contoh ada pada huruf pertama kata ihdina dalam surat al-Fatihah.
Asal muasal kata ihdina adalah dari kata tahdina yang huruf ‘ta’ awal dan madd i nya dibuang. Sehingga menjadi hdina. Masalahnya, kata hdina tidak bisa dibaca jika terletak di awal kalimat. Solusinya, dia harus dibantu dengan ‘alif’, yang untuk kata ini aturannya dibaca secara ‘hamzah’ kasrah. Sehingga jadilah dia ihdina. Namun jika kata hdina itu bukan diawal kalimat seperti didahului kata nasta’inu, maka bantuan ‘alif’ tersebut tidak dibutuhkan (namun tetap ditulis). Makanya jika keduanya disambung, jadilah ia nasta’inu-hdina dengan menghilangkan vokal i. Sehingga kelirulah orang yang membacanasta’inu ihdina dengan menetapkan vokal i.
Begitu juga keliru jika sambungannya menjadi yaumiddiniyyaka. Seharusnya tetap yaumiddini iyyaka. Karena kata iyyakadiawali huruf ‘hamzah’, bukan ‘alif’.
Di sinilah tampak salah satu perbedaan mendasar dan paling nyata antara mushaf Indonesia dengan mushaf timur tengah, yaitu dari sisi pembedaan ‘alif’ dan ‘hamzah’. Pembaca bisa menelaahnya dari gambar kedua mushaf teratas.
Mushaf timur tengah membedakan dengan jelas antara ‘alif’ dan ‘hamzah’, sedangkan mushaf Indonesia tidak. Mushaf timur tengah membedakannya dengan cara konsisten mengharakati huruf ‘hamzah’ dan tidak pernah mengharakati huruf ‘alif’. Jika ‘alif’ sebagai huruf madd, maka ‘alif’ dibiarkan. Dan jika ‘alif’ sebagai hamzah washal, maka di atas alif ditandai dengan potongan kepala huruf ‘shad’. Ada kaidah khusus yang amat sederhana tentang membaca hamzah washal di awal kalimat.
Sehingga bagi yang telah melakukan tes sederhana tadi, tidak mungkin keliru setelah menggunakan menggunakan mushaf timur tengah karena tidak didapatinya harakat pada hamzah washal. Inilah salah satu bentuk kemudahan yang ditawarkan oleh mushaf timur tengah.
Konsekuensi
Mushaf Indonesia mencoba menawarkan kemudahan dengan cara mengharakati setiap hamzah washal yang berada di awal kalimat, agar pembaca al-Qur’an tidak perlu berpikir ekstra. Konsekuensinya, mana yang ‘hamzah’ betulan dan mana yang hamzah washal tidak terbedakan dengan jelas.
Namun ternyata, ada beberapa tempat dalam mushaf Indonesia yang hamzah washal di awal kalimatnya tidak diharakati, salah satu contohnya adalah pada kata usydud dalam Surat Thaha ayat 31.
Sehingga batallah tawaran kemudahan itu. Sebab, tetap saja pengguna harus mempelajari 2 hal, mengenali tulisan ‘alif’ nya apakah dia sebenarnya ‘hamzah’ atau hamzah washal, dan bagaimana kaidah membacanya. Sedangkan pada mushaf timur tengah, pengguna cukup mempelajari 1 hal saja yaitu bagaimana kaidah membaca hamzah washal, karena terlihat jelas di mushaf timur tengah bahwa kata tersebut diawali hamzah washal.
B. Faidah Sukun dan Tasydid
Perbedaan berikutnya yang nampak antara mushaf Indonesia dan mushaf timur tengah adalah penggunaan tanda sukun dan tasydid.
Sukun
Mushaf timur tengah menggunakan tanda sukun apabila suatu huruf mati dengan jelas dan sempurnapada makhrajnya. Mati yang tidak sempurna menyebabkan hilangnya tanda sukun, berapa pun tingkat ketidaksempurnaan mati.
Contoh penggunaan tanda sukun pada mushaf timur tengah dijabarkan dalam tabel berikut.
Pada izhhar, ‘nun’ dimatikan secara jelas dan sempurna, sehingga tanda sukun diberikan. Sedangkan pada ikhfa’ dan idgham, ‘nun’ berkurang kesempurnaannya bahkan hilang. Isyarat tidak sempurnanya ‘nun’ mati ini ditandai dengan lenyapnya tanda sukun.
Oleh sebab itu, kami memandang pelenyapan tanda sukun pada mushaf timur tengah ini sangat membantu pembaca, terutama bagi pemula, untuk memudahkan ingatan bahwa pada kata-kata semacam ini ‘nun’ mati tidak boleh dibaca jelas.
Tasydid
Mushaf timur tengah menggunakan tasydid pada idgham apabila suatu huruf ditekan sempurna pada makhraj dan sifatnya. Tidak adanya tekanan dan bertukarnya makhraj/sifat menyebabkan hilangnya tanda tasydid.
Sebelumnya, perlu diperhatikan bahwa dalam ilmu tajwid tidaklah sama antara membaca iyyaka dengan man yaqulu. Iyyakadengan huruf ‘ya’ tasydid, harus ditekan dan tidak boleh ditahan. Sedangkan man yaqulu dengan huruf ‘nun’ bertemu dengan ‘ya’, tidak boleh ditekan dan harus ditahan ghunnah selama 2 harakat. Untuk lebih jelasnya, perlu praktek langsung dari guru.
Penggunaan tanda tasyid dalam mushaf timur tengah berkaitan dengan cara membacanya seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Ilustrasinya diuraikan dalam tabel berikut.
Dengan konsep itu, maka pada mushaf timur tengah tidak akan ditemukan sukun yang langsung disambut dengan tasydid.
Mushaf timur tengah membedakan idgham kamil dan idgham naqish. Idgham kamil adalah idgham yang sempurna leburnya dan ditandai dengan adanya tasydid. Idgham naqish adalah idgham yang tidak sempurna leburnya dan ditandai dengan lenyapnya tasyid. Pada mushaf Indonesia tidak tampak perbedaan itu.
Mungkin pembaca agak kesulitan memahami bagian ini. Bila pembaca tidak memahaminya, silakan bertanya dan mempraktekkan langsung kepada guru tahsin di lingkungan sekitar pembaca.
Perbandingan
Bukalah mushaf Indonesia [pada Surat al-Kafirun ayat 4 dan Surat al-Ma’idah ayat 28 ed], dan bacalah kata-kata berikut. Kemudian bacalah kembali dengan menggunakan mushaf timur tengah.
Mushaf Indonesia
|
Mushaf Timur Tengah
|
Dalam mushaf Indonesia, tidak dibedakan penulisan antara ‘abadtum dengan basathta. Namun setelah melihat mushaf timur tengah, ternyata antara keduanya dibedakan. ‘Abadtum adalah idgham kamil, yang mana huruf ‘dal’ sempurna hilang dan huruf ‘ta’ sempurna tasydidnya sebagaimana menyebutkan warattil.
Sedangkan basathta merupakan idgham naqish, yang mana huruf ‘tha’ tidak sempurna keluarnya karena kehilangan sifat qalqalahnya. Namun tidak pula hilang seluruhnya karena masih terdapat sisa sifat tebal yang ditinggalkannya. Hasilnya, huruf ‘ta’ pun tidak pula sempurna sifatnya. Sehingga kelirulah bagi yang meleburkan ke huruf ‘ta’ secara sempurna dengan menghilangkan sama sekali huruf ‘tha’.
Beda cara membaca kedua kata, beda pula cara penulisan dari mushaf timur tengah. Bagi yang kesulitan memahami bagian ini, silakan bertanya pada guru tahsin terdekat.
Perhatikan lagi contoh [pada Surat al-A’raf ayat 189 dan 176 ed] berikut.
Mushaf Indonesia
|
Mushaf Timur Tengah
|
Kali ini, justru kebalikannya, mushaf Indonesia justru membedakan antara penulisan atsqalat da’awa dengan yalhats dzalika, sedangkan mushaf timur tengah tidak. Padahal dari sisi bacaan, kedua kata harus sama-sama dibaca secara idgham kamil. Sehingga bisa jadi bagi yang menyambung bacaan yalhats dengan dzalika menggunakan mushaf Indonesia, terjatuh dalam kesalahan.
Mushaf Indonesia tidak membedakan antara jenis-jenis idgham. Pada asalnya seluruh idgham pada mushaf Indonesia diberi tasydid. Tanda tasydid akan dihilangkan jika idgham tersebut dipisahkan oleh tanda waqaf, tetapi tidak pula semua tanda waqaf karena dikecualikan pula pada tanda waqaf yang memiliki peluang untuk terus lebih besar.
Sehingga dalam masalah sukun dan tasydid, tampaklah bagi kami bahwa mushaf timur tengah lebih mudah dan lebihkonsisten daripada mushaf Indonesia.
C. Faidah Madd dan Harakat
Perbedaan selanjutnya yang tampak adalah penggunaan huruf madd dan sifat-sifat harakat.
Madd
Dalam menandakan huruf madd pun, mushaf Indonesia juga berbeda dengan mushaf timur tengah. Konsep kedua mushaf sama dengan konsep masing-masing dalam menerapkan sukun. Mushaf Indonesia menetapkan huruf ‘ya’ dan ‘wau’ madd dengan tanda sukun, kecuali ‘alif’.
Telah diketahui bahwa huruf ‘alif’ tidak menerima harakat.
Huruf ‘ya’ makhrajnya terletak di tengah lidah menyentuh langit-langit. Sedangkan ‘ya’ madd bukanlah huruf yang sempurna (disebut juga dengan huruf ‘illat), karena bukan terletak di makhraj ‘ya’ yang jelas, melainkan di rongga mulut.
Huruf ‘wau’ makhrajnya terletak di kedua bibir yang dimajukan. Sedangkan ‘wau’ madd juga bukan huruf yang sempurna (termasuk huruf ‘illat), karena bukan pula terletak di makhraj ‘wau’ yang jelas, melainkan di rongga mulut.
Bagaimana dengan mushaf timur tengah? Ilustrasinya dapat disimak pada tabel berikut.
Hal yang sama juga berlaku pada huruf ‘wau’ mati.
Mushaf timur tengah sama sekali tidak memberikan tanda sukun pada ‘alif’, ‘ya’, dan’ ‘wau’ madd. Sesuai dengan konsep sukun yang dimiliki mushaf timur tengah berupa jelasnya dan sempurnanya huruf pada makhrajnya.
Harakat-Madd
Mushaf timur tengah mempertahankan harakat ke bentuk aslinya. Artinya, selagi hurufnya hidup pasti akan selalu dijumpai harakat fathah miring, kasrah miring, atau dhammah yang mirip angka 9. Oleh karena itu, pembaca tidak akan menjumpai harakat fathah tegak, kasrah tegak, ataupun dhammah terbalik yang mirip angka 6 di mushaf timur tengah.
Bagaimana mushaf timur tengah menampilkan apa yang tampak sebagai fathah tegak, kasrah tegak, ataupun dhammah terbalik di mushaf Indonesia? Yaitu dengan cara menambahkan ‘alif’ kecil yang berukuran ¼ nya, ‘ya’ kecil, atau ‘dhammah’ kecil, seperti contoh di bawah ini.
Dengan cara seperti ini, cocoklah seluruh tulisan madd pada mushaf timur tengah dengan kaidah madd dua harakat dalam tajwid. Karena pada setiap maddnya pasti dijumpai ‘alif’, ‘ya’, atau ‘wau’ baik yang hakiki ataupun bentuk tambahan kecilnya.
حُـرُوفُـهُ ثَـلاَثَـةٌ فَعِـيـهَـا
|
مِنْ لَفْظِ وَايٍ وَهْيَ فِـي نُوحِيهَـا
|
وَالكَسْرُ قَبْلَ الْيَا وَقَبْلَ الْواوِ ضَـمْ
|
شَرْطٌ وَفَتْـحٌ قَبْـلَ أَلْـفٍ يُلْتَـزَمْ
|
Huruf madd ada tiga maka telitilah. Yaitu dari lafazh “وَاىٍ” dan terkumpul dalam kata نُوحِـيـهَا. Syaratnya adalah Kasrah sebelum ‘ya’, dhammah sebelum ‘wau’, dan fathah sebelum ‘alif’.
Sebagai latihan, perhatikanlah dengan seksama ayat [dari Surat al-Baqarah ayat 238 ed] berikut.
Mushaf Timur Tengah
| |
Mushaf Indonesia
|
D. Tanwin, Hamzah Washal, dan Nun Wiqayah
Ada lagi yang berbeda antara mushaf Indonesia dengan mushaf timur tengah. Mushaf Indonesia memiliki salah satu tanda bantu yang dikenal dengan ‘nun’ wiqayah, ‘nun’ washal, atau ‘nun’ shillah. Bagi pembaca yang belum mengetahui, sebenarnya ‘nun’ wiqayah adalah ‘nun’ kecil berharakat kasrah yang berfungsi untuk membantu menyambungkan antara tanwin dengan hamzah washal. Jadi, bila pembaca melihat ada ‘nun’ wiqayah di mushaf Indonesia, ketahuilah bahwa kata sebelumnya diakhiri dengan harakat tanwin.
Mushaf timur tengah tidak mengenal ‘nun’ wiqayah. Karena secara alami, setiap tanwin yang bertemu dengan hamzah washal (setelah hamzah washal pasti sukun), tanwin tersebut harus tetap ditampakkan, agar dapat merespon sukun yang akan datang. Caranya dengan menunggalkan tanwin, kemudian membunyikan “ni”, dan disambut dengan sukun.
Jika menggunakan mushaf timur tengah, pembaca cukup dengan sebuah informasi bahwa setiap tanwin yang bertemu dengan hamzah washal harus tetap ditampakkan tanwinnya. Sehingga yakinlah pembaca akan “mewiqayahkannya” dengan sendirinya.
Masalah pada ‘Nun’ Wiqayah
Penggunaan bantuan ‘nun’ wiqayah pada mushaf Indonesia ternyata tidak luput dari permasalahan. Setidaknya ada 2 hal yang dihadapi pembaca yang mengandalkan ‘nun’ wiqayah tanpa tahu hubungan antara tanwin dengan hamzah washal:
- Mushaf Indonesia tidak membedakan antara ‘alif’ (hamzah washal) dengan ‘hamzah’, sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan pertama.
- Ternyata tidak semua ayat dibantu dengan ‘nun’ wiqayah.
Contohnya adalah ayat-ayat [dalam Surat al-Humazah dan al-Ikhlash ed] berikut.
Mushaf Indonesia
|
Mushaf Timur Tengah
|
Terlihat bahwa dalam mushaf Indonesia, antara ahadun dengan lafazh Allah tidak dibantu dengan ‘nun’ wiqayah. Padahal kedua contoh sama-sama tanwin yang bertemu dengan hamzah washal. Jadi, jika ada yang menyambung ahadun dengan lafazh Allah dengan mengizhharkannya karena tidak ada tanda ‘nun’ wiqayahnya, maka kelirulah ia.
Contoh lain [dapat dilihat dalam Surat al-Furqan ayat 25 dan 26 ed].
Mushaf Indonesia
| |
Mushaf Timur Tengah
|
Pada mushaf Indonesia, antara tanzilan dengan al-mulku tidak dibantu dengan ‘nun’ wiqayah, akan tetapi antara yauma’izindengan al-haqqu dibantu dengan ‘nun’ wiqayah. Padahal, keduanya sama-sama tanwin yang bertemu dengan hamzah washal. Jadi, kelirulah bagi yang menyambung tanzilan dengan al-mulku dengan mengizhharkannya karena tidak tahu bahwa itu adalah hamzah washal. Dan masih banyak ayat-ayat lain dalam mushaf Indonesia yang tidak mencantumkan ‘nun’ wiqayah.
Begitulah, dalam permasalahan tanwin, hamzah washal, dan ‘nun’ wiqayah pun, tampak bagi kami bahwa mushaf timur tengah masih lebih mudah.
Sekarang, cobalah periksa ayat yang ada dalam mushaf Indonesia di bawah ini. [Ayat ini terletak dalam Surat Ali ‘Imran 167.ed] Apakah di antara kata yauma’idzin dengan aqrabu seharusnya ada ‘nun’ wiqayah atau tidak? Ingatlah bahwa setelah hamzah washal selalu sukun.
Selanjutnya bukalah mushaf timur tengah untuk memeriksa apakah tebakan pembaca benar atau tidak. Selamat mencoba.
Mengapa Mushaf Timur Tengah Terasa Sulit?
Dari paparan di atas, nampaklah bahwa sebenarnya mushaf timur tengah itu lebih mudah dan lebih konsisten dalam menerapkan ilmu tajwid. Namun mengapa terasa sulit membacanya? Itu karena dari kecil kita belajar al-Qur’an, membaca al-Qur’an, dan menghafalnya dengan menggunakan mushaf Indonesia. Berbeda halnya jika dari kecil semua itu kita lakukan dengan menggunakan mushaf timur tengah, niscaya tidak akan sulit.
Sebenarnya, tidak pula sulit untuk mencoba menggunakan mushaf timur tengah, namun perlu latihan lebih banyak. Perlu juga sesekali mengecek kembali bacaan kita dengan menggunakan mushaf Indonesia, atau menggunakan rekaman audio bacaan al-Qur’an dari qari’-qari’ ternama.
Semoga apa yang kami tuliskan ini bermanfaat bagi diri kami dan bagi pembaca seluruhnya.
وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ محمدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَأصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإحْسَانٍ إلىَ يَوْمِ اْلدِّيْن
***
Referensi:
- Mushaf al-Qur’an cetakan timur tengah
- Mushaf al-Qur’an cetakan Indonesia
- Ali Akbar. 2011. “Percetakan Mushaf Al-Qur’an di Indonesia”
- Sulaiman al-Jamzuriy, Matan Tuhfatu al-Athfal
- Berbagai kajian al-Ustadz Murtadho Habibi –hafizhahullah-
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload