Ketika Sidharta Menemukan 'Kedamaian'
6/04/2015
Pembaca
Pustama
Pada
kesempatan ini, Pustaka Madrasah akan membahas kisah Sidharta, pendiri agama
Budha dalam mencari ketenangan hidup. Gambaran ini sedikit banyak akan
memberikan pandangan juga kepada kita bagaimana proses dibentuknya agama ardhi
atau agama thabi’i. Perlu diketahui bahwa agama ardhi/thabi’i
adalah agama ‘buatan’ manusia dari pengalaman dan olah pikir manusia itu
sendiri. Munculnya agama thabi’I adalah didorong dari tabiat manusia yang ingin
beragama, ingin mengabdi dan memuja kepada sesuatu yang dianggapnya maka kuasa
atas dirinya, bukan berasal dari wahyu Ilahi.
Sebagaimana
dijelaskan dalam buku Perbandingan Agama karya Agus Hakim, bahwa Budha
sebenarnya bukanlah nama bagi seseorang, tetapi sebutan yang diberikan kepada
orang yang telah mencapai ‘bodhi’, yaitu ilmu pengetahuan yang tinggi dan
sempurna, yang telah mendapatkan jalan untuk melepaskan diri dari kekangan karma.
Adapun
Budha yang kita kenal dalam sejarah sebagai pendiri agama Budha ialah seorang
anak raja dari Kapilawastu India, bernama Sidharta. Beliau dilahirkan 563 SM di
taman Lumbini, Kapilawastu dari turunan keluarga Shakya.
Dari
kecilnya, Sidharta ditempatkan dalam sebuah istana yang indah dan mewah. Segala
keperluannya disediakan dengan lengkap. Bahkan kehidupannya seakan dikondisikan
dengan kehidupan tanpa susah dan sengsara.
Genap
usia enam belas, ia dikawinkan oleh ayahandanya dengan seorang putri bernama
Yasodhara dan diberi tiga buah istana dengan segala kemewahannya.
Pangeran
Sidharta suka sekali pergi berburu dan pesiar ke taman-taman yang indah. Namun
suatu ketika dalam perjalanan, ia mendapati orang yang amat kurus dan
menderita. Kemudian di lain waktu ia juga mendapati orang yang tua renta dengan
susah paying dalam berjalan. Begitu juga ketika keluar, sang pangeran pun
melihat sebuah jenazah yang dibawa oleh seseorang.
Melihat
kejadian-kejadian itu, menjadikan sang pangeran terpukul dan sedih. Seakan ia
baru menyadari bahwa ternyata ada hal yang berbeda dalam kehidupannya
sehari-hari. Hari demi hari, kejadian itu terus terngiang-ngiang dalam
benaknya. Akibatnya, ia pun menyadari dalam usia yang 35 tahun ini,
pengetahuannya tentang hidup amatlah tipis.
Persoalan
hidup sekitar manusia itu terus dipikirkan, bahkan dicarikan jawabannya pada
Weda yang telah diterimanya dari Brahmana, tetapi belum ditemukan jawaban yang
memuaskan.
Pada
suatu hari, ia keluar bersama kusirnya Channah, hendak ke pasar. Di tempat itu,
ia melihat seorang muni yang sudah tua memakai pakaian kasar berwarna kuning
berjalan ke sana kemari meminta-minta. Walau ia sudah tua, tetapi wajahnya
terlihat tabah dan tenang.
Sidharta
kagum dan tertarik melihat wajah pendeta tua itu sehingga ia berkata dalam
hatinya, “Inilah contoh yang paling baik untukku mencari kebenaran dalam
menyelami sebab penderitaan manusia dan obat yang paling baik.”
Sejak
saat itu, ia memutuskan untuk mengembara, meninggalkan segala kemewahan yang
ada pada istana. Walau selalu dihalang-halangi oleh ayahandanya dan juga
lahirnya puteranya, tegad bulat itu tak bisa dibendung.
Akhirnya
di suatu malam ketika semua pengawal lengah, ia pun keluar istana dengan
ditemani oleh kusirnya Channah. Setelah jauh dari Kapilawastu, mereka berhenti
dan Shidarta mencukur rambut dan jenggotnya. Akhirnya, penampilannya sebagai
seorang bangsawan pun berubah, bahkan mirip seorang biksu. Channah sedih
melihat itu, namun ia dititahkan untuk kembali lagi ke istana.
Dalam
perjalanan seorang diri itu, ia pun mengganti pakaiannya dengan pakaian yang
serba kumal. Ia mengunjungi beberapa biara dan asrama Brahmana untuk belajar
hakikat dan rahasia hidup. Namun setiap ditanya, Brahmana pun menjawabnya
dengan ‘pelajarilah kitab Weda.’
Karena
tidak puas, dia pun akhirnya melanjutkan perjalanan dan bertemulan dengan lima
biksu yang sama-sama mencari hikmah dan kebijaksanaan hidup ang sempurna.
Sidharta pun senang, karena akhirnya menemukan orang-orang yang sama dalam
tujuan.
Kelima
orang itu pun berkata kepada Sidharta, “Untuk mendapatkan hikmah dan
kesempurnaan hidup, kita harus menyucikan roh kita. Untuk itu, kita wajib
menyiksa diri kita dengan kelaparan dan sebagainya hingga roh kita menjadi
halus dan mulia.”
Sidharta
dan kelima biksu itu pun akhirnya pergi ke hutan. Disana, mereka melakukan
pertapaan dengan tiada makan sama sekali, menanggung lapar dan dahaga, siang malam merenung.
Akhirnya, badan mereka pun sudah laksana mayat, tinggal kulit pembalut tulang.
Sidarta
pun akhirnya lelah, sementara ia berpikir tentang hasil dari pertapaan menyiksa
diri selama ini. Ketika kekuatan badannya agak kembali, ia pun berkata kepada
teman-temannya, “Mulai sekarang wahai kawan-kawan, saya tidak akan menyiksa
diri lagi.”
Sidharta
pun berpisah dari mereka. Ia kembali makan dan minum seperti biasa sehingga
kekuatan dan kesegaran badannya kembali, begitu juga tenaga pikirannya. Ia
sudah yakin benar bahwa menyiksa tubuh dan menyengsarakan diri seperti itu
hanya memadamkan cahaya pikiran.
Ia
pun akhirnya meneruskan perjalanannya mengembara. Akhirnya, ia berhenti di
bawah pohon kayuara, duduk bersila di atas hamparan rumput yang hidua, kedua
matanya dipejamkan, duduk sendiri, dengan tidak bergerak sedikitpun. Sehari
semalam lamanya ia duduk demikian. Sebelum terbit fajar kala itu, Shidarta
telah mendapatkan hidup yang dicari, ketika itu ia berumur 36 tahun. Ia pun
berkata dalam hatinya, “Telah kudapat kunci hikmah kebijaksanaan itu dan hukum
utama hidup itu ialah ‘Dari baik pasti menjadi baik, dari jahat mesti menjadi
jahat’.”
Malam
ia mendapatkan kunci rahasia hidup itu dinamakan malam suci bagi penganut
Budha. Malam itu malam bulan purnama, bulan waicaha (April-Mei), ilham suci
yang didapatkannya disebut Bodhi.
Setelah
ia menikmat hikmah yang tinggi itu, akhirnya ia memutuskan untuk menyebarkannya
kepada segenap manusia. Dari hari ke hari, ia pun mendapatkan pengikut yang
setia.
Demikianlah
pembaca Pustama kisah pendiri agama Budha dalam mendapatkan arti hidup. Beliau
melalangbuana mencari ketenangan dari seorang pangeran hingga hidup ‘melaratkan
diri’ yang akhirnya beliau ‘keluar’ dan mendapatkan kesadaran di bawah pohon
kayuara tersebut. Semoga bermanfaat.
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload