Inilah Fatwa-fatwa Masalah Fikih Kontemporer Hasil Ijtima Ulama di Ponpes At Tauhidiyah
6/11/2015
Ijtima
Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia ke-5 di Pondok Pesantren At-Tauhidiyah,
Cikura, Tegal, Jawa Tengah telah berakhir pada Selasa malam (09/06) lalu.
Agenda dua atau tiga tahunan MUI Pusat yang dibuka secara resmi oleh Wapres HM
Jusuf Kalla itu ditutup oleh Wakil Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin. Acara
penutupan digelar di Pendopo Kabupaten Tegal, sekaligus pementasan wayang
santri dengan dalang Bupati Ki Enthus Susmono.
Waketum
MUI Pusat KH Ma'ruf Amin secara global menjelaskan, Ijtima Ulama telah
menghasilkan fatwa-fatwa yang dikelompokkan dalam tiga bidang, yakni soal
strategis kebangsaan, fikih kontemporer dan perundang-undangan.
Mengutip suara-islam.com, berikut adalah sejumlah fatwa yang termasuk dalam katagori Masalah Fiqh
Kontemporer (Masail Fiqhiyah Mu'ashirah):
A.
HAJI BERULANG
Ketentuan Umum
Yang dimaksud dengan Haji Berulang
dalam ketentuan ini adalah haji yang dilakukan tidak dalam status hukum haji
wajib. Haji wajib yang dimaksud adalah sesuai dengan firman Allah فريضة
من الله
Ketentuan Hukum
1.
Kewajiban melakukan ibadah haji hanya satu kali seumur hidup.
Seseorang yang telah melaksanakan ibadah haji satu kali berarti sudah terpenuhi
kewajibannya. Jika seseorang sudah pernah haji sekali kemudian dia mengulangi
haji untuk kedua kalinya dan seterusnya, maka hukumnya Sunnah.
2.
Menghalangi seseorang yang hendak melakukan kewajiban ibadah haji
hukumnya haram. Orang yang sudah melaksanakan ibadah haji wajib, diharuskan
memberi kesempatan kepada orang lain untuk melaksanakan haji wajib.
3.
Pemerintah memiliki kewenangan untuk mengatur pelaksanaan
perjalanan ibadah haji bagi calon jamaah haji agar memperoleh kesempatan, dan
mengatur serta membatasi jamaah haji yang sudah melaksanakan ibadah haji wajib
dengan aturan khusus.
B.
HUKUM MEMBANGUN MASJID BERDEKATAN
Ketentuan Hukum
1.
Keberadaan beberapa masjid di satu kawasan yang berdekatan
hukumnya boleh, apabila memang dibutuhkan (lil hajah) dan
mempertimbangkan kemaslahatan serta berfungsi sebagaimana mestinya.
2.
Memakmurkan masjid adalah kewajiban setiap muslim, dengan
menjadikan masjid sebagai salah satu pusat kegiatan umat Islam. Untuk
kepentingan kemakmuran masjid, dapat dibangun pula area untuk kemaslahatan
umat, seperti aula pertemuan, pusat usaha dan sejenisnya dengan mengindahkan
kaidah-kaidah syariah tentang masjid dan muamalah.
C.
IMUNISASI
Ketentuan Hukum
1.
Imunisasi pada dasarnya dibolehkan sebagai bentuk ikhtiyar untuk
mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu.
2.
Imunisasi sebagai wujud terapi pencegahan penyakit, wajib
menggunakan vaksin yang halal dan suci.
3.
Penggunaan vaksin imunisasi yang berbahan haram dan/atau najis
hukumnya haram.
4.
Imunisasi dengan vaksin yang haram dan/atau najis dibolehkan
dengan syarat sebagai berikut:
a.
digunakan pada kondisi keterpaksaan (al-dlarurat), yaitu
kondisi keterpaksaan yang apabila tidak dilakukan dapat mengancam jiwa manusia,
atau kondisi keterdesakan yang setara dengan kondisi darurat (al-hajat tanzilu
manzilah al-dlarurat), yaitu kondisi keterdesakan yang apabila tidak dilakukan
maka akan dapat mengancam kelangsungan hidup seseorang secara wajar;
b.
belum ditemukan bahan yang halal dan suci; dan
c.
adanya rekomendasi tenaga medis yang kompeten dan terpercaya bahwa
tidak ada vaksin yang halal.
D.
HAK PENGASUHAN ANAK BAGI ORANG TUA YANG BERCERAI
KARENA BERBEDA AGAMA
Ketentuan Hukum
1.
Persyaratan orang yang akan mengasuh anak :
a.
Berakal sehat.
b.
Dewasa (baligh)
c.
Memiliki kemampuan untuk mengasuh, merawat dan mendidik anak.
d.
Dapat dipercaya (amanah) dan berbudi pekerti yang baik.
e.
Beragama Islam.
Apabila salah satu persyaratan tidak terpenuhi, maka yang
bersangkutan tidak berhak untuk mengasuh anak dan hak asuh berpindah pada
anggota keluarga yang muslim dan memenuhi ketentuan persyaratan orang yang akan
mengasuh anak tersebut diatas.
2.
Apabila kedua orang tuanya bercerai di pengadilan, maka yang lebih
berhak mengasuhnya adalah salah satu dari kedua orang tuanya. Bila anak
tersebut belum baligh, maka ibu lebih berhak untuk mengasuh dari pada ayahnya.
Apabila sudah baligh, maka anak memiliki hak untuk menentukan apakah ia ikut
ayahnya atau ibunya. Apabila kedua orang tuanya berbeda agama, maka hak
pengasuhan anak jatuh pada orang tua yang beragama Islam
E.
PANDUAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DAN BPJS KESEHATAN
Ketentuan Hukum
1.
Penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama
yang terkait dengan akad antar para pihak, tidak sesuai dengan prinsip
syari’ah, karena mengandung unsur gharar, maisir dan riba.
2.
MUI mendorong pemerintah untuk membentuk, menyelenggarakan,
dan melakukan pelayanan jaminan sosial berdasarkan prinsip syari’ah dan
melakukan pelayanan prima.
F.
STATUS HUKUM IURAN DAN MANFAAT PENSIUN HUBUNGANNYA
DENGAN TIRKAH
Ketentuan Hukum
1.
Iuran dan manfaat pensiun yang bersifat non-contributory (akad
hibah dari perusahaan dengan syarat terpenuhinya vesting right dan locking in)
tunduk pada aturan pensiun, karena dana tersebut disiapkan perusahaan untuk
kepentingan pensiun yang bersangkutan dan pihak yang ditunjuk berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan/atau peraturam pensiun.
2.
Iuran dan manfaat pensiun yang bersifat contributory,
kombinasi, dan mandiri tunduk pada hukum warits/tirkah apabila manfaat pensiun
belum disertakan pada program anuitas oleh Dana Pensiun. Apabila sudah
disertakan pada program anuitas, maka iuran pensiun beserta manfaatnya tunduk
pada aturan pensiun karena anuitas dalam syariah menggunakan akad
tabarru‘-tanahud; di mana iuran pensiun dialihkan kepemilikannya dari peserta
secara individu kepada peserta secara kolektif.
3.
Dana yang berupa mukafa‘ah nihayat al-khidmah (semacam uang
pesangon/kerahiman), mukafa‘ah al-iddikhar (semacam uang Taspen [Tabungan
Asuransi Pensiun]), dan mukafa‘ah al-taqa‘ud (semacam uang pesangon) yang
diserahkan pihak lain karena meninggalnya pekerja (pensiun), tunduk pada hukum
warits.
G.
ISTIHALAH
Ketentuan Umum
Istihalah adalah perubahan material dan sifat-sifat suatu benda
menjadi benda lain. Yang dimaksud perubahan material meliputi unsur-unsurnya.
Sedangkan perubahan sifat meliputi warna, bau dan rasa.
Ketentuan Hukum
1.
Proses istihalah tidak mengubah bahan najis menjadi suci,
kecuali berubah dengan sendirinya (istihalah binafsiha) dan bukan berasal
dari najis ‘aini. Dalam hal khamr menjadi cuka, baik berubah dengan sendirinya
atau direkayasa hukumnya suci.
2.
Setiap pengolahan bahan halal yang diproses dengan media
pertumbuhan yang najis atau bernajis, maka bahan tersebut hukumnya mutanajjis
yang harus dilakukan pensucian (tathhir syar’an).
3.
Setiap bahan yang terbuat dari babi atau turunanya haram
dimanfaatkan untuk membuat makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika dan barang
gunaan, baik digunakan sebagai bahan baku, bahan tambahan maupun bahan
penolong.
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload