Ilmu Nasikh-Mansukh
6/03/2015
Pembaca
Pustama
Salah
satu cabang ilmu agama, khususnya yang berhubungan dengan al-Qur’an, hadis dan
fikih adalah ilmu nasikh mansukh. Ilmu ini sangat penting bagi seorang ulama
dalam memahami hadis ataupun al-Qur’an sehingga dapat menelurkan hukum Islam
dalam fikih.
Pengertian
Ilmu Nasikh-Mansukh
Ilmu
nasikh mansukh adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang hadis yang datang
kemudian sebagai penghapus terhadap ketentuan hukum yang berlawanan dengan
kandungan hadis yang datang lebih dahulu. Para muhaddis memberikan pengertian
lengkap sebagaimana dijabarkan oleh ‘Ajjaj al-Khatib sebagai berikut.
هُوَ
الْعِلْمُ الَّذِىْ يَبْحَثُ عَنِ الْأَحَادِيْثِ الْمُتَعَارِضَةِ الَّتِىْ لاَ
يُمْكِنُ التَّوْفِيْقُ بَيْنَهَا مِنْ حَيْثُ الْحُكْمِ عَلَى بَعْضِهَا
بِأَنَّهُ نَاسِخٌ وَعَلَى بَعْضِهَا الْأَخَرِ بِأَنَّهُ مَنْسُوْخٌ. فَمَا
ثَبَتَ تَقَدَّمَهُ كَانَ مَنْسُوْخًا وَمَا تَأَخَّرَ كَانَ نَاسِخًا
“Ilmu yang membahas hadis-hadis yang saling berlawanan maknanya
yang tidak mungkin dapat dikompromikan dari segi hukum yang terdapat pada
sebagiannya, karena ia sebagai nasikh (penghapus) terhadap hukum yang terdapat
pada sebagian yang lain, karena ia sebagai mansukh (yang terhapus). Karena itu
hadis yang mendahului adalah sebagai mansukh dan hadis yang terakhir sebagai
nasikh.”
Kegunaan
Ilmu Nasikh-Mansukh
Mengetahui
ilmu nasikh-mansukh adalah termasuk kewajiban yang penting bagi orang-orang
yang memperdalam ilmu-ilmu syariat. Hal itu karena seorang ahli syariat tidak
akan dapat menyimpulkan dalil-dalil nas tanpa mengetahui nas yang sudah dinasakh
dan nas yang menasakhnya.
Atas
dasar itulah sebagaimana dijelaskan at-Tarmusy dalam kitab Manhaj bahwa
al-Hazimy berkata, “Ilmu ini termasuk sarana penyempurna ijtihad. Sebab
sebagaimana diketahui bahwa rukun utama di dalam melakukan ijtihad itu ialah
adanya kesanggupan untuk memetik hukum dari dalil-dalil naqli dan menukil
darinya itu haruslah mengenal pula dalil yang sudah dinasakh atau dalil yang
menasakhnya. Memahami khitab hadis menurut arti yang tersurat adalah mudah dan
tidak banyak mengorbankan waktu. Akan tetapi yang menimbulkan kesukaran adalah
mengistimbatkan hukum dari dalil-dalil nas yang tidak jelas penunjukannya. Di
antara jalan untuk mentahqiqkan ketersembunyian arti yang tidak tersurat itu
ialah mengetahui mana dalil yang terdahulu dan mana pula dalil yang terkemudian
dan lain lain sebagainya dari segi makna.”
Kitab-Kitab
Nasikh-Mansukh
Ilmu
nasikh-mansukh sebenarnya sudah ada sejak pendewanan hadis pada awal abad
pertama, akan tetapi belum muncul dalam bentuk ilmu yang mandiri. Kelahirannya
dimotori oleh Qatadah bin Di’amah as-Sudusy (61-118) dengan tulisan beliau ‘An-Nasikh
wa Al-Mansukh.’ Namun kitab ini tidak bisa kita manfaatkan karena tidak
sampai kepada kita.
Sekitar
antara abad kedua dan ketiga, muncul kitab ‘Nasikh al-Hadis wa Mansukhuhu,’
karya al-Hafidz Abu Bakar Ahmad bin Muhammad al-Atsram (261 H), rekan Imam
Ahmad. Kitab ini terdiri atas 3 juz kecil-kecil.
Pada
abad keempat, muncul kitab ‘Nasikh al-Hadis wa Mansukhuhu,’ karya Muhaddis
Irak, Abu Hafshin bin Ahmad al-Baghdady atau biasa dikenal dengan Ibnu Syahin
(297-385). Kitab ini terdiri dari dua buah naskah tulisan tangan (manuskrip).
Naskah pertama ada di Perpustakaan Ahliyah (nasional) di Paris dan yang kedua
disimpan di Perpustakaan Escorial (Spanyol).
Kemudian,
setelah itu muncul juga kitab ‘Al-I’tibar fi Nasikh wa Al-Mansukh min
al-Atsar,’ karya al-Hafidz Abu Bakar Muhammad bin Musa al-Hazimy (548-584
H). Kitab ini sudah disusun dalam bentuk bab-bab fiqhiyah. Pada tahun 1319 H,
kitab ini dicetak di India, kemudian pada tahun 1346 H dicetak di Kairo dan
pada tahun yang sama dicetak di Halab dengan tahqiq Syaikh Raghib ath-Thabakhy
al-Halaby.
Daftar
Pustaka
Muhammad
‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadis wa ‘Ulumuhu, Kairo.
Muhammad
Mahfudz At-Tarmusy, Manhaj Dzawin an-Nadzar, Surabaya: Maktabah
Nabhaniyah.
Fathur
Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Bandung: PT Alma’arif.
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload