Hukum Zakat Penghasilan/Profesi - Fatwa MUI
5/28/2015
Sering sekali kita bertanya-tanya, sebenarnya
ada tidak zakat profesi atau zakat penghasilan? Mengingat di dalam syariat
tidak ditemukan secara eksplisit ketentuan zakat tersebut. Hal yang ada hanya
meliputi zakat perdagangan, pertanian, dan tidak menyentuh pada profesi dokter,
profesor, pegawai, atau lainnya. Maka pada kesempatan ini, Pustaka Madrasah
akan mengetengahkan fatwa MUI tentang zakat penghasilan atau biasa juga disebut
zakat profesi. Berikut penjelasan fatwa MUI tentang hal tersebut.
PERTIMBANGAN
Berdasar pertimbangan bahwa kedudukan hukum
zakat penghasilan, baik penghasilan rutin seperti gaji pegawai/karyawan
atau penghasilan pejabat negara, maupun penghasilan
tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan,
penceramah, dan sejenisnya, serta penghasilan yang
diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya, masih
sering ditanyakan oleh umat Islam Indonesia, maka MUI
mengeluarkan Fatwa Nomor 3 Tahun 2003 tanggal 06 Rabiul Akhir 1424
H/07 Juni 2003 M tentang Zakat Penghasilan.
DASAR
HUKUM
Dalam fatwa ini, MUI mendasarkan pada petunjuk
dalam al-Quran juga hadis nabi sebagai berikut:
1.
Al-Qur’an
“Hai orang yang beriman, nafkahkanlah
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu …”
(Q.S. Al-Baqarah: 267).
“… Dan mereka bertanya kepada apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan’…”
(Q.S. al-Baqarah: 219).
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka…”
(QS. al-Taubah: 103).
2.
Hadis
Diriwayatkan secara marfu’
hadis Ibn Umar, dari Nabi s.a.w., beliau
bersabda, “Tidak ada zakat pada harta
sampai berputar satu tahun.”
Dari Abu Hurairah r.a.,
Rasulullah saw bersabda: “Tidak ada zakat atas
orang muslim terhadap hamba sahaya dan kudanya.”
(H.R. Muslim). Imam Nawawi berkata: “Hadis ini
adalah dalil bahwa harta qinyah (harta
yang digunakan untuk keperluan pemakaian, bukan
untuk dikembangkan) tidak dikenakan zakat.”
Dari Hakim bin Hizam r.a., dari Nabi saw,
beliau bersabda: “Tangan atas lebih baik daripada
tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta)
dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu.
Sedekah paling baik adalah yang dikeluarkan dari
kelebihan kebutuhan. Barang siapa berusaha menjaga
diri (dari keburukan), Allah akan menjaganya. Barang siapa
berusaha mencukupi diri, Allah akan memberinya
kecukupan.” (H.R. Bukhari)
Dari Abu Hurairah r.a.,
Rasulullah SAW bersabda: “Sedekah hanyalah
dikeluarkan dari kelebihan/kebutuhan. Tangan atas
lebih baik daripa-da tangan bawah. Mulailah
(dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi
tanggung jawabmu.” (H.R. Ahmad)
KEPUTUSAN
Dari pertimbangan dan dasar di atas, MUI
akhirnya memutuskan 4 perkara dalam zakat penghasilan/profesi, yaitu:
1.
Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan
“penghasilan” adalah setiap
pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan
cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau
karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta
pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.
2.
Hukum
Semua bentuk penghasilan
halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas
85 gram.
3.
Kadar Zakat
Kadar zakat penghasilan adalah 2,5 %.
4.
Waktu Pengeluaran
Zakat
a. Zakat
penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup nishab.
b. Jika
tidak mencapai nisab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun; kemudian zakat
dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup
nishab.
Demikian fatwa MUI tentang zakat penghasilan atau zakat profesi. Adapun jika pembaca Pustama ingin mendapatkan dokumen resminya, bisa diunduh di sini.
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload