Hukum Mentasharufkan Dana Zakat untuk Kegiatan Produktif dan Kepentingan Umum - Fatwa MUI
5/28/2015
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam
sidangnya pada tanggal 8 Rabi’ul Akhir 1402 H, bertepatan dengan tanggal 2
Februari 1982 M, setelah :
Membaca
:
Surat
dari Sekolah Tinggi Kedokteran “YARSI” Jakarta.
Memperhatikan
:
1.
Al-Qur’an Surat
An-Nur : 56
وَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi
rahmat.” (Q.S. An-Nur [24] : 56)
2.
Syarah al-Muhazzab,
Juz 5 hal. 291 :
وأقيموا
الصلاة وآتو الزكاة) وروى أبو هُرَيْرَةَ قَالَ " كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم ذات يوم جالسا فأتاه رجل فقال يا رسول الله ما
الاسلام قال الاسلام ان تعبد الله ولا تشرك به شيئا وتقيم الصلاة المكتوبة وتؤدى
الزكاة المفروضة وتصوم شهر رمضان ثم ادبر الرجل فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ردوا علي الرجل فلم يروا شيئا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هذا جبريل جاء ليعلم الناس دينهم
“(Dirikanlah shalat dan
bayarkanlah zakat). Abu Hurairah meriwayatkan: Pada suatu hari ketika
Rasulullah sedang duduk datang serorang laki-laki berkata:’Hai Rasulullah!
Apakah Islam itu? Beliau menjawab : ‘Islam adalah engkau menyembah Allah dan
tidak menyekutukan-Nya, mendirikan shalat yang wajib, membayarkan zakat yang
difardukan, dan berpuasa pada bulan Ramadhan’. Kemudian laki-laki itu
membelakangi (pergi). Rasulullah SAW berkata : ‘Lihatlah laki-laki itu!’ Mereka
(para sahabat) tidak melihat seorang pun; lalu Rasulullah berkata :’Itu adalah
Jibril, datang mengajari manusia agama mereka’.” (H.R.
Bukhari dan Muslim)
3.
Kitab al-Baijuri,
jilid 1 hal. 292:
“Orang fakir dan miskin
(dapat) diberi (zakat) yang mencukupinya untuk seumur galib (63 tahun).
Kemudian masing-masing dengan zakat yang diperolehnya itu membeli tanah
(pertanian) dan menggarabnya (agar mendapatkan hasil untuk keperluan
sehari-hari). Bagi pimpinan negara agar dapat membelikan tanah itu untuk mereka
(tanpa menerimakan barang zakatnya) sebagaimana hal itu terjadi pada petugas
perang.
Yang demikian itu bagi
fakir miskin yang tidak dapat bekerja. Adapun mereka yang dapat bekerja diberi
zakat guna membeli alat-alat pekerjaannya. Jadi, misalnya yang pandi berdagang
diberi zakat untuk modal dagang dengan baik yang jumlahnya diperkirakan bahwa
hasil dagang itu cukup untuk hidup sehari-hari (tanpa mengurangi modal).”
4.
Kitab I’anah
at-Tabilin, Jilid 2 hal. 189:
“Sehingga bagi pimpinan
negara boleh mengambil zakat bagian fakir atau miskin dan memberikannya kepada
mereka. Masing-masing fakir miskin itu diberi dengan cara: bila ia bisa
berdagang, diberi modal dagang yang diperkirakan keuntungannya mencukupi guna
hidup; bila ia biasa / dapat bekerja, diberi alat-alat pekerjaannya. Dan bagi
yang tidak dapat bekerja atau berdagang diberi jumlahyang mencukupi seumur
galib (63 tahun).”
Kata-kata ‘diberi
jumlah yang mencukupi untuk seumur galib’ bukan maksudnya diberi zakat
sebanyak untuk hidup sampai umur galib, tetapi diberi banyak (sekira zakat
pemberian itu diputar) dan hasilnya mencukupinya. Oleh karena itu, zakat
pemberian itu dibelikan tanah (pertanian/perkebunan) atau binatang ternak
sekiranya dapat mengolah/memelihara tanah atau ternak itu.
5.
Kitab Fiqh
as-Sunnah, Jilid 1 hal. 407 :
قال
النووي: ولو قدر على كسب يليق بحاله، إلا أنه مشتغل بتحصيل بعض العلوم الشرعية،
بحيث لو أقبل على الكسب لانقطع عن التحصيل، حلت له الزكاة، لان تحصيل العلم فرض
كفاية
“Imam Nawawi berpendapat,
jika seseorang dapat bekerja yang sesuai dengan keadaanya. Tetapi ia sedang
sibuk memperoleh ilmu Syara’ dan sekiranya ia bekerja, terputuslah usaha
menghasilkan ilmu itu, maka halallah baginya zakat, karena menghasilkan ilmu
itu hukumnya fardu kifayah (keperluan orang banyak dan harus ada orang yang
menangganinya).”
6.
Kitab Fiqh as-Sunnah,
jilid 1 hal. 394:
ومن
أهم ما ينفق في سبيل الله، في زماننا هذا، إعداد الدعاة إلى السلام، وإرسالهم إلى
بلاد الكفار، من قبل جمعيات منظمة تمدهم بالمال الكافي، كما يفعله الكفار في نشر
دينهم. ويدخل فيه النفقة على المدارس، للعلوم الشرعية، وغيرها مما تقوم به المصلحة
العامة. وفي هذه الحالة يعطى منها معلمو هذه المدارس، ما داموا يؤدون وظائفهم
المشروعة، التي ينقطعون بها عن كسب آخر
“Pada masa sekarang ini,
yang paling penting dalam membagi zakat untuk atas nama sabilillah ialah
menyediakan propagandis Islam dan mengirim rnereka ke negara-negara non-Islam.
Hal itu ditangani oleh organisasiorganisasi Islam, yang teratur tertib dengan
menyediakan bekal/sangu yang cukup sebagaimana hal itu dilakukan oleh golongan
non-Islam dalam usaha penyiaran agama mereka.
Termasuk dalam kategori
sabililah membiayai madrasah-madrasah guna ilmu syari’at dan lainnya yang
memang diperlukan guna maslahat umum. Dalam keadaan sekrang ini para guru
madrasah boleh diberi zakat selama melaksanakan tugas keguruan yang telah
ditentukan, yang dengan demikian mereka tidak dapat bekerja lain. “
7.
Benar, dana zakat
itu hak syakhsiyah; akan tetapi, bagian sabililahdan al-gharimada yang
membolehkan ditasarufkan guna keperluan pembangunan. Dalam kitab Fiqh as-Sunnah
jilid 1 hal. 394 dikemukakan:
“Dalam tafsir al-Manar
disebutkan, boleh memberikan zakat dari bagian sahilillah ini untuk pengamanan
perjalanan haji, menyempurnakan pengairan (bagi jamaah haji), pen yediaan makan
dan sarana-sarana kesehatan bagi jamaah haji, selagi untuksemua tidak ada persediaan
lain.
Dalam persoalan sabilillah
ini tercakup segenap maslahat-maslahat umum yang ada hubungannya dengan
soal-soal agama dan negara.
Termasuk ke dalam
pengertian sabilllah adalah membangun rumah sakit militer, juga (rumah sakit)
untuk kepentingan umum, membangun jalan-jalan dan meratakannya,membangun jalur
kereta api (rel) untuk kepentingan militer (bukan bisnis), termasuk juga
membangun kapal-kapal penjelajah, pesawat tempur, benteng, dan parit (untuk
pertahanan).”
Menimbang
:
Pentingnya
masalah zakat di Indonesia, terutama mengenai tasarufnya.
MEMUTUSKAN
1.
Zakat yang
diberikan kepada fakir miskin dapat bersifat produktif.
2.
Dana zakat atas
nama Sabilillah boleh ditasarufkan guna keperluan maslahah ’ammah (kepentingan
umum).
Ditetapkan
: Jakarta, 8 Rabi’ul Akhir 1402 H
2
Februari 1982 M
KOMISI
FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua
Prof.
K.H. Ibrahim Hosen, LML
Sekretaris
H.
Musytari Yusuf, LA
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload