Hukum Menggunakan Dana Zakat untuk Investasi - Fatwa MUI
5/28/2015
MENIMBANG
1.
bahwa pengelolaan
dana zakat untuk dijadikan modal usaha yang digunakan oleh fakir dan miskin
(mustahiq), banyak ditanyakan oleh umat Islam Indonesia;
2.
bahwa oleh karena
itu, Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang status
pengelolaan dana zakat tersebut untuk dijadikan pedoman oleh umat Islam dan
pihak-pihak yang memerlukannya.
MENGINGAT
1.
Firman Allah swt
tentang zakat
إِنَّمَا
الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا
وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
(التوبة: 60)
“Sesungguhnya zakat-zakat
itu hanyalah untuk orang fakir, orang miskin, pengurus zakat, para mu’allaf
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang yang berhutang, untuk
jalan Allah, dan orang yang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana”(QS. al-Taubah
[9]: 60).
وَيَسْأَلُونَكَ
مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ (البقرة: 219)
“… dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan’ …”(QS.
al-Baqarah [2]: 219).
خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا (التوبة: 103)
“Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka…” (QS. al-Taubah [9]: 103).
2.
Hadis-hadis Nabi
s.a.w.; antara lain:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: لَيْسَ
عَلَى الْمُسْلِمِ فِي عَبْدِهِ وَلَا فَرَسِهِ صَدَقَةٌ (رواه مسلم، كتاب الزكاة،
1631) قال النووي:
هذا الحديث أصل في أن أموال القنية لا زكاة فيها
Dari Abu Hurairah r.a.,
Rasulullah s.a.w. bersabda :“Tidak ada zakat atas orang muslim terhadap hamba
sahaya dan kudanya.” (HR. Muslim).
Imam Nawawi berkata:“Hadis
ini adalah dalil bahwa harta qinyah (harta yang digunakan untuk keperluan
pemakaian, bukan untuk dikembangkan) tidak dikenakan zakat.”
عَنْ
حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اليَدُ العُلْيَا خَيْرٌ مِنَ اليَدِ السُّفْلَى،
وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ، وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى، وَمَنْ
يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ (رواه
البخاري، كتاب الزكاة، باب لازكاة إلا عن ظهر غنى، رقم: 1338
“Dari Hakim bin Hizam
r.a., dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: ‘Tangan atas lebih baik daripada
tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi
tanggung jawabmu. Sedekah paling baik adalah yang dikeluarkan dari kelebihan
kebutuhan. Barang siapa berusaha menjaga diri (dari keburukan), Allah akan
menjaganya. Barang siapa berusaha mencukupi diri, Allah akan memberinya
kecukupan’.” (HR. Bukhari).
3.
Kaidah fikih
تَصَرُّفُ
الْإِمَامِ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوطٌ بِالْمَصْلَحَةِ
“Kebijakan imam
(pemerintah) terhadap rakyat digantungkan pada kemaslahatan.”
MEMPERHATIKAN
1.
Pendapat ulama
tentang ta’khir dan istitsmar zakat:
يرى
جمهور الفقهاء ضرورة أن تؤدى الزكاة إلى مستحقيها فورا عند وجوبها والقدرة على
إخراجها، وأنه لا يجوز لصاحب المال تأخيرها، ويأثم بالتأخير لغير عذر، للأنها حق
يجب صرفه إلى مستحقيه لدفع حاجتهم، وللأن الأمر بدفع الزكاة في قوله تعالى (خذ من
أموالهم صدقة) مقترن بالفورية. ويرى اخرون أنها عمرية. (ص: 110)
والخلاصة
من ها كله أننا نرى جواز الإستثمار أموال الزكاة في التجارة والأنعام والمصانع
وغيرها وتشغيل العاطلين عن العمل من الفقراء، ويكون المالك لهذه الأموال على
الحقيقة أرباب الإستحقاق ينوب عنهم في الإشراف عليها صندوق الزكاة أو مصلحتها أو
مؤسستها تحت رقابة الدولة وإشرافها (ص. 119)
2.
Pertanyaan dari
masyarakat tentang penggunaan dana sebagai dana bergulir.
3.
Rapat Komisi Fatwa,
pada Sabtu, 6 Jumadil Awwal 1420/05 Juli 2003; Selasa, 15 Jumadil Awwal 1420/
15 Juli 2003; 30 Agustus 2003;
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN
: FATWA TENTANG PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)
1.
Zakat mal harus
dikeluarkan sesegera mungkin (fauriyah), baik dari muzakki kepada amil maupun
dari amil kepada mustahik.
2.
Penyaluran
(tauzi’/distribusi) zakat mal dari amil kepada mustahik, walaupun pada dasarnya
harus fauriyah,dapat di-ta’khir-kan apabila mustahik-nya belum ada atau ada
kemaslahatan yang lebih besar.
3.
Maslahat ditentukan
oleh Pemerintah dengan berpegang pada aturan-aturan kemaslahatan ( sehingga
maslahat tersebut merupakan maslahat syar’iyah.
4.
Zakat yang
di-ta’khir-kan boleh diinvestasikan (istitsmar) dengan syarat-syarat sebagai
berikut :
a.
Harus disalurkan
pada usaha yang dibenarkan oleh syariah dan peraturan yang berlaku (al-thuruq
al-masyru’ah).
b.
Diinvestasikan pada
bidang-bidang usaha yang diyakini akan memberikan keuntungan atas dasar studi
kelayakan.
c.
Dibina dan diawasi
oleh pihak-pihak yang memiliki kompetensi.
d.
Dilakukan oleh
institusi/lembaga yang professional dan dapat dipercaya (amanah).
e.
Izin
investasi (istitsmar) harus diperoleh dari Pemerintah dan
Pemerintah harus menggantinya apabila terjadi kerugian atau pailit.
f.
Tidak ada fakir
miskin yang kelaparan atau memerlukan biaya yang tidak bisa ditunda pada saat
harta zakat itu diinvestasikan.
g.
Pembagian zakat
yang di-ta’khir-kan karena diinvestasikan harus dibatasi waktunya.
Ditetapkan di
Jakarta, 6 Ramadan 1424 H/ 1 Nopember 2003 M
MAJELIS ULAMA
INDONESIA KOMISI FATWA
Ketua
K.H. Ma’ruf Amin
K.H. Ma’ruf Amin
Sekretaris
Drs. H. Hasanuddin, M.Ag
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload