Biografi Imam Bukhari
5/15/2015
A. Kelahiran dan Masa Kecil Imam Bukhari
Imam Bukhari (semoga Allah
merahmatinya) lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah. Nama lengkapnya adalah
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah
Al-Ju’fiy Al Bukhari, namun beliau lebih dikenal dengan nama Bukhari. Beliau
lahir pada hari Jumat, tepatnya pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M).
Kakeknya bernama Bardizbeh, turunan Persi yang masih beragama Zoroaster. Tapi
orangtuanya, Mughoerah, telah memeluk Islam di bawah asuhan Al-Yaman el-Ja’fiy.
Sebenarnya masa kecil Imam Bukhari penuh dengan keprihatinan. Di samping
menjadi anak yatim, juga tidak dapat melihat karena buta (tidak lama setelah
lahir, beliau kehilangan penglihatannya tersebut). Ibunya senantiasa berusaha
dan berdo’a untuk kesembuhan beliau. Alhamdulillah, dengan izin dan karunia
Allah, menjelang usia 10 tahun matanya sembuh secara total.
Imam Bukhari adalah ahli
hadits yang termasyhur diantara para ahli hadits sejak dulu hingga kini bersama
dengan Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah.
Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan hadits, hadits-hadits beliau memiliki
derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil
Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir
semua ulama di dunia merujuk kepadanya.
Tempat beliau lahir kini
termasuk wilayah Rusia, yang waktu itu memang menjadi pusat kebudayaan ilmu
pengetahuan Islam sesudah Madinah, Damaskus dan Bagdad. Daerah itu pula yang
telah melahirkan filosof-filosof besar seperti al-Farabi dan Ibnu Sina. Bahkan
ulama-ulama besar seperti Zamachsari, al-Durdjani, al-Bairuni dan lain-lain,
juga dilahirkan di Asia Tengah. Sekalipun daerah tersebut telah jatuh di bawah
kekuasaan Uni Sovyet (Rusia), namun menurut Alexandre Benningsen dan Chantal
Lemercier Quelquejay dalam bukunya “Islam in the Sivyet Union” (New York,
1967), pemeluk Islamnya masih berjumlah 30 milliun. Jadi merupakan daerah yang
pemeluk Islam-nya nomor lima besarnya di dunia setelah Indonesia, Pakistan,
India dan Cina.
B. Keluarga dan Guru Imam Bukhari
Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang
taat beragama. Dalam kitab As-Siqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal
sebagai orang yang wara’ dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang hukumnya
bersifat syubhat (ragu-ragu), terlebih lebih terhadap hal-hal yang sifatnya
haram. Ayahnya adalah seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan mudir dari
Imam Malik, seorang ulama besar dan ahli fikih. Ayahnya wafat ketika Bukhari
masih kecil.
Perhatiannya kepada ilmu
hadits yang sulit dan rumit itu sudah tumbuh sejak usia 10 tahun, hingga dalam
usia 16 tahun beliau sudah hafal dan menguasai buku-buku seperti “al-Mubarak”
dan “al-Waki”. Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadits yang
masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia mengunjungi kota
suci Mekkah dan Madinah, dimana di kedua kota suci itu beliau mengikuti kuliah
para guru-guru besar ahli hadits. Pada usia 18 tahun beliau menerbitkan kitab
pertamanya “Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien” (Peristiwa-peristiwa Hukum di
zaman Sahabat dan Tabi’ien).
Bersama gurunya Syekh Ishaq,
beliau menghimpun hadits-hadits shahih dalam satu kitab, dimana dari satu juta
hadits yang diriwayatkan oleh 80.000 perawi disaring lagi menjadi 7275 hadits.
Diantara guru-guru beliau dalam memperoleh hadits dan ilmu hadits antara lain
adalah Ali bin Al Madini, Ahmad bin Hanbali, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin
Yusuf Al Faryabi, Maki bin Ibrahim Al Bakhi, Muhammad bin Yusuf al Baykandi dan
Ibnu Rahwahih. Selain itu ada 289 ahli hadits yang haditsnya dikutip dalam
kitab Shahih-nya.
C. Kejeniusan Imam Bukhari
Bukhari diakui memiliki daya hapal
tinggi, yang diakui oleh kakaknya Rasyid bin Ismail. Kakak sang Imam ini
menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberapa murid lainnya mengikuti kuliah dan
ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah
membuat catatan kuliah. Ia sering dicela membuang waktu karena tidak mencatat,
namun Bukhari diam tak menjawab. Suatu hari, karena merasa kesal terhadap
celaan itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka, kemudian
beliau membacakan secara tepat apa yang pernah disampaikan selama dalam kuliah
dan ceramah tersebut. Tercenganglah mereka semua, lantaran Bukhari ternyata
hafal di luar kepala 15.000 hadits, lengkap dengan keterangan yang tidak sempat
mereka catat.
Ketika sedang berada di
Bagdad, Imam Bukhari pernah didatangi oleh 10 orang ahli hadits yang ingin
menguji ketinggian ilmu beliau. Dalam pertemuan itu, 10 ulama tersebut
mengajukan 100 buah hadits yang sengaja “diputar-balikkan” untuk menguji
hafalan Imam Bukhari. Ternyata hasilnya mengagumkan. Imam Bukhari mengulang
kembali secara tepat masing-masing hadits yang salah tersebut, lalu mengoreksi
kesalahannya, kemudian membacakan hadits yang benarnya. Ia menyebutkan seluruh
hadits yang salah tersebut di luar kepala, secara urut, sesuai dengan urutan
penanya dan urutan hadits yang ditanyakan, kemudian membetulkannya. Inilah yang
sangat luar biasa dari sang Imam, karena beliau mampu menghafal hanya dalam waktu
satu kali dengar.
Selain terkenal sebagai
seorang ahli hadits, Imam Bukhari ternyata tidak melupakan kegiatan lain, yakni
olahraga. Ia misalnya sering belajar memanah sampai mahir, sehingga dikatakan
sepanjang hidupnya, sang Imam tidak pernah luput dalam memanah kecuali hanya
dua kali. Keadaan itu timbul sebagai pengamalan sunnah Rasul yang mendorong dan
menganjurkan kaum Muslimin belajar menggunakan anak panah dan alat-alat perang
lainnya.
D. Karya-karya Imam Bukhari
Karyanya yang pertama berjudul “Qudhaya
as Shahabah wat Tabi’ien” (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan
Tabi’ien). Kitab ini ditulisnya ketika masih berusia 18 tahun. Ketika menginjak
usia 22 tahun, Imam Bukhari menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci bersama-sama
dengan ibu dan kakaknya yang bernama Ahmad. Di sanalah beliau menulis kitab
“At-Tarikh” (sejarah) yang terkenal itu. Beliau pernah berkata, “Saya menulis
buku “At-Tarikh” di atas makam Nabi Muhammad SAW di waktu malam bulan purnama”.
Karya Imam Bukhari lainnya
antara lain adalah kitab Al-Jami’ ash Shahih, Al-Adab al Mufrad, At Tharikh as
Shaghir, At Tarikh Al Awsat, At Tarikh al Kabir, At Tafsir Al Kabir, Al Musnad
al Kabir, Kitab al ‘Ilal, Raf’ul Yadain fis Salah, Birrul Walidain, Kitab Ad
Du’afa, Asami As Sahabah dan Al Hibah. Diantara semua karyanya tersebut, yang
paling monumental adalah kitab Al-Jami’ as-Shahih yang lebih dikenal dengan
nama Shahih Bukhari.
Dalam sebuah riwayat
diceritakan, Imam Bukhari berkata: “Aku bermimpi melihat Rasulullah saw.,
seolah-olah aku berdiri di hadapannya, sambil memegang kipas yang kupergunakan
untuk menjaganya. Kemudian aku tanyakan mimpi itu kepada sebagian ahli ta’bir,
ia menjelaskan bahwa aku akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan dari
hadits-hadits Rasulullah saw. Mimpi inilah, antara lain, yang mendorongku untuk
melahirkan kitab Al-Jami’ As-Sahih.”
Dalam menghimpun
hadits-hadits shahih dalam kitabnya tersebut, Imam Bukhari menggunakan
kaidah-kaidah penelitian secara ilmiah dan sah yang menyebabkan keshahihan
hadits-haditsnya dapat dipertanggungjawabkan. Ia berusaha dengan
sungguh-sungguh untuk meneliti dan menyelidiki keadaan para perawi, serta
memperoleh secara pasti kesahihan hadits-hadits yang diriwayatkannya.
Imam Bukhari senantiasa
membandingkan hadits-hadits yang diriwayatkan, satu dengan lainnya,
menyaringnya dan memilih mana yang menurutnya paling shahih. Sehingga kitabnya
merupakan batu uji dan penyaring bagi hadits-hadits tersebut. Hal ini tercermin
dari perkataannya: “Aku susun kitab Al Jami’ ini yang dipilih dari 600.000
hadits selama 16 tahun.”
Banyak para ahli hadits yang
berguru kepadanya, diantaranya adalah Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi,
Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim bin Al Hajjaj (pengarang kitab Shahih
Muslim). Imam Muslim menceritakan : “Ketika Muhammad bin Ismail (Imam Bukhari)
datang ke Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang kepala daerah, para ulama
dan penduduk Naisabur yang memberikan sambutan seperti apa yang mereka berikan
kepadanya.” Mereka menyambut kedatangannya dari luar kota sejauh dua atau tiga
marhalah (100 km), sampai-sampai Muhammad bin Yahya Az Zihli (guru Imam
Bukhari) berkata : “Barang siapa hendak menyambut kedatangan Muhammad bin
Ismail besok pagi, lakukanlah, sebab aku sendiri akan ikut menyambutnya.”
E. Penelitian Hadits
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits
shahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai
kota guna menemui para perawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya.
Diantara kota-kota yang disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz
(Mekkah, Madinah), Kufah, Baghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari
sering bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hanbali. Dari
sejumlah kota-kota itu, ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari merekalah beliau
mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits.
Namun tidak semua hadits yang
ia hapal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan
seleksi yang sangat ketat, diantaranya apakah sanad (riwayat) dari hadits
tersebut bersambung dan apakah perawi (periwayat / pembawa) hadits itu
terpercaya dan tsiqqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari
menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami’ as-Shahih
yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.
Dalam meneliti dan menyeleksi
hadits dan diskusi dengan para perawi tersebut, Imam Bukhari sangat sopan.
Kritik-kritik yang ia lontarkan kepada para perawi juga cukup halus namun
tajam. Kepada para perawi yang sudah jelas kebohongannya ia berkata, “perlu
dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam dari hal
itu” sementara kepada para perawi yang haditsnya tidak jelas ia menyatakan
“Haditsnya diingkari”. Bahkan banyak meninggalkan perawi yang diragukan
kejujurannya. Beliau berkata “Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan
oleh perawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadits-hadits dengan
jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatan oleh perawi yang dalam
pandanganku perlu dipertimbangkan”.
Banyak para ulama atau perawi
yang ditemui sehingga Bukhari banyak mencatat jati diri dan sikap mereka secara
teliti dan akurat. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai sebuah
hadits, mencek keakuratan sebuah hadits ia berkali-kali mendatangi ulama atau
perawi meskipun berada di kota-kota atau negeri yang jauh seperti Baghdad,
Kufah, Mesir, Syam, Hijaz seperti yang dikatakan beliau “Saya telah mengunjungi
Syam, Mesir dan Jazirah masing-masing dua kali, ke Basrah empat kali menetap di
Hijaz selama enam tahun dan tidak dapat dihitung berapa kali saya mengunjungi
Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadits.”
Disela-sela kesibukannya
sebagai sebagai ulama, pakar hadits, ia juga dikenal sebagai ulama dan ahli
fiqih, bahkan tidak lupa dengan kegiatan kegiatan olahraga dan rekreatif
seperti belajar memanah sampai mahir, bahkan menurut suatu riwayat, Imam
Bukhari tidak pernah luput memanah kecuali dua kali.
F. Wafatnya Imam Bukhari
Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim
surat kepada Imam Bukhari. Isinya, meminta dirinya agar menetap di negeri itu
(Samarkand). Ia pun pergi memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya
sampai di Khartand, sebuah desa kecil terletak dua farsakh (sekitar 10 Km)
sebelum Samarkand, ia singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi beberapa
familinya. Namun disana beliau jatuh sakit selama beberapa hari. Dan Akhirnya
meninggal pada tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam Idul Fitri dalam
usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau dimakamkan selepas Shalat Dzuhur pada Hari
Raya Idul Fitri. Sebelum meninggal dunia, ia berpesan bahwa jika meninggal
nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam dan tidak
memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat.
Beliau meninggal tanpa meninggalkan seorang anakpun.
disarikan dari : opi.110mb.com
Ket. gbr diambil dari en.wikipedia.org
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload