Debat Sang 'Aktifis' HAM dan Sang Kyai
10/07/2015
“Manusia
itu mulia bukan karena orientasi seksnya.Tapi karena takwanya. Kalo seorang
homo atau lesbi menikah sesama jenis, terus bertakwa, mengapa disalahkan? Bukankah
takwa tak mengenal jenis kelamin?” Si aktivis terus nyerocos kaya petasan
renteng.
“Hmmm…”
lagi-lagi dan lagi Kyai Adung hanya merespon dengan hmm saja.
Nah,
ternyata hmmm-nya Kyai Adung membuat sang aktivis tambah keki bin sewot.
“Kami
mendukung jika ada undang-undang yang melegalkan perkawinan sesama jenis.
Sebagai seorang muslim, saya insyaf, sepengetahuan saya tidak ada satu ayat pun
dalam Al Quran yang melarang perkawinan sejenis.”
“Memang
dalam Al Quran nggak ada ayat yang artinya ‘Hey lelaki jangan kawin dengan
laki-laki. Hey perempuan jangan kawin dengan perempuan. Nanti kalian akan
disebut homo dan lesbian.’ Tapi jangan lupa Allah telah menghukum dan
mengadzab kaum Nabi Luth Alaihisalam yang melakukan liwath (baca:
perilaku homo dan lesbian) , “ kata Kyai Adung menimpali.
“Nah, kalo tidak
ada dalil laranan kenapa harus takut mendukung mereka mendapatkan hak-haknya
untuk menikah? Kalo dilarang itu malah melanggar HAM.”
“Sejak
kapan ente peduli ada dalil apa nggak?” Kyai Adung mulai angot.
Ibarat motor mesinnya mulai panas.
“Maksudnya?”
“Kalaupun
ada dalil larangannya, apa ente akan patuh pada dalil itu?” tanya Kyai Adung
lagi.
“Kenapa
Kyai bertanya begitu?”
“Iya
dong. Lha wong soal pembagian pusaka 2:1 untuk laki-laki dan
perempuan saja ente tolak. Dalil larangan menikah beda agama saja ente anggap
sudah usang. Sekarang, mengapa tiba-tiba ente mempersoalkan keadaan dalil yang
secara tegas melarang perkawinan sesame jenis? Apakalo ada dalil
larangan soal perkawinan sesame jenis itu, ente akan sami’na wa atho’na? Jangan-jangan
tetap sami’na wa ashoyna kayak tempo hari.”
“Begini,
Kyai, melihatnya jangan begitu. Itu, ‘kan, soal penafsiran. Penafsiran, ‘kan
relatif. Nah, jika tidak ada dalil larangan, berarti tidak boleh ada
penafsiran yang dipaksakan untuk melarang perkawinan mereka, dong?”
“Ente
selalu pake senjata relatif. Padahal kalo semua
dipahami relatif, tidak ada term kebenaran dan kejahatan. Kayak apapun Al Quran
ngomong, tetap saja relatif menurut ente. Yang absolute Cuma HAM.” Kyai Adung
mulai tambah angot. Siap-siap ngegas.
Menurut
saya tidak begitu. Tidak ada dalil Al Quran yang melarang perkawinan sesama
jenis itu, lalu HAM memayungi mereka, ini klop. Kyai saja yang
alergi dengan HAM.”
“Wah,
ente pantas jadi pahlawan HAM. Jadi pahlawan kaum homo dan lesbi. Tapi saya
kurang yakin, ente serius apa nggak. Yang sudah-sudah, sih, nggak sepenuh
hati.”
“Saya
akan tetap membela kepentingan mereka sampai hak-hak mereka terpenuhi. Bagi
saya, mereka sehat seperti kita. Hanya agamawan yang kolot saja yang berpikir
macam orang primitif yang mengharamkan perkawinan sejenis.”
Kyai
Adung berasa keliyengan mendengar argumen si liberal.
Kepalanya terasa berkunang-kunang sebesar kumbang kelapa yang bertebrangan
keluar dari rambut kepalanya. Mendengar kata primitif, kunang-kunang seperti
bertambah banyak mengelilingi kepala kyai kampung itu.
Dan
keluarlah akar jailnya…
“Kalo sekiranya
tiba-tiba anak laki-laki ente minta izin untuk menikah dengan kekasihnya sesama
laki-laki bagaimana sikap ente?”
Diam.
Hening. Mikir sambil berdehem dan mengerutkan kening.
“Atau, kalo sekiranya
tiba-tiba anak perempuan ente minta izin untuk menikah dengan kekasihnya sesama
perempuan, bagaimana?”
Diam
lagi. Mikir lagi.
“Atau
sekiranya bapak ente jadi duda, terus bilang ke ente, ‘Bapak mau nikah dengan
sesama duda’, ente bilang apa?
“itu
tidak mungkin?”
“Ini,
kan, pengandaian saja. Seandainya benar kejadian. Mungkin saja, ‘kan? Yang saya
Tanya, ‘kan, sikap ente sebagai pejuang dan pahlawan kaum homo dan lesbi.”
“Bapak
saya, ‘kan sudah mati. He he he… Saya juga gak punya anak tuh.”
“Hah?
Ente nggak punya anak? Bearti ente mandul dong?!”
“He
he he…nggak juga. Saya belum nikah.”
Nah,
pas kalo gitu.”
“Pas appan?”
“Gimana kalo ente
saya nikahkan dengan beruk betina milik saya?”
“Enak
aja. Emang saya cowok apaan?”
“Lha, ‘kan,
kata ente, laki-laki nikah sama laki-laki boleh karena tidak ada dalil
yang ngelarang.”
“itu,
‘kan, kasus homo dan lesbi. Nggak bisa diterapkan untuk saya dan beruk.”
“Bisa
dong. ‘Kan, nggak ada satu pun dalil Al Quran yang melarang ente kawin sama
beruk!”
“Bwuahahahahahahahahahhahahaha…”
si liberal ketawa ngakak.
“Makanya
jangan main-main soal agama. Agama itu sesuai fitrah. Jangankan ente, beruk
jantan aja nggak ada yang mau kawin sama beruk jantan. Ntar¸beruk
makan beruk, dong…”
Si
aktivis mulai grogi.
“Masa
kalah sama beruk…,” kata Kyai Adung agak ngeledek.
Si
aktivis garuk-garuk kepala. Antara mau ketawa lagi sama menahan malu.
__
Disarikan
dari buku Kyai Kocak Vs Liberal karya Abdul Mutaqin
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload