Abu Bakar ra pun Memeluk Jasad Rasulullah saw.
7/25/2015
Subuh dini
hari tak seperti biasa, udara yang sejuk pun tak membangkitkan selera. Para
sahabat tertegun sedih karena melihat mimbar itu masih kosong. Mimbar yang
setiap hari digunakan Rasulullah, kali ini tak ditempati Nabi.
Mata teduh dan sapaan halus dari
Rasulullah yang setiap kali bisa dinikmati oleh sahabat, pagi ini tiada. Senyum
yang tiap kesempatan merekah, kali ini punah. Abu Bakar memahaminya, meski
dengan berat hati, Abu Bakar pun maju dua atau tiga langkah menuju mimbar.
Ketika hendak mengangkat tangan
untuk bertakbir, beberapa sahabat melihat Rasulullah yang menyibak tirai
kamarnya. Hampir seluruh jama’ah yang hendak melakukan shalat Subuh pun
berfikir bahwa Rasulullah yang akan memimpin shalat seperti hari-hari biasa.
Abu Bakar segera mundur beberapa langkah masuk ke dalam shaf ma’mum.
Tapi, dugaan Abu Bakar dan
sahabat salah. Dari dalam kamar, ternyata Rasulullah melambaikan tangan
beberapa kali, beliau memberikan sebuah isyarat agar shalat diteruskan dengan
Abu Bakar sebagai imam. Tak berselang lama, Rasulullah pun tersenyum, dan
dengan gerakan yang lembut tirai jendela ditutupnya, Rasul menghilang di balik
tirai. Para sahabat segera melaksanakan jama’ah shalat Subuh. Setelah usai,
mereka berdzikir, berdo’a, dan sebagian bertanya-tanya “Sudahkah tiba
waktunya?”
Jam demi jam terlewati, dan demam
yang dialami Rasulullah semakin meninggi, Fatimah dan Aisyah tetap menemani
beliau.
Rasulullah berbisik lirih, “Tak
ada penderitaan atas ayahmu setelah hari ini.” Demikian kalimat yang sempat
dibisikkan pada Fatimah.
Dan tak berselang lama, manusia
terbaik dan yang paling mulia menghembuskan nafas terakhirnya, Senin 12 Rabi’ul
Awal 11 H, dengan usia 63 tahun lebih 4 hari, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam wafat.
Kabar duka yang amat mendalam ini
tersebar cepat. Keluarga dan para sahabat mengalami duka yang sangat hebat.
Kehilangan manusia terbaik penegak syari’at. Umar yang mengetahui peristiwa ini
langsung keluar menuju kerumunan orang. Ia menghunus pedangnya dan menancapkan
pedang tersebut di tanah yang gersang. Lalu Umar berteriak dengan lantang,
“Siapa yang telah mengatakan Rasulillah meninggal, maka akan aku potong tangan
dan kakinya.”
Mendengar perkataan ini, para
sahabat pun menunduk dan terdiam. Mata tajam Umar menyibak dan melihat
sekelilingnya tanpa terpejam, dengan mengangkat jari telunjuk yang diarahkan ke
langit, Umar melanjutkan perkataannya, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
tidak meninggal. Beliau menemui Rabbnya seperti Musa bin Imran. Beliau akan kembali
menemui kaumnya setelah dianggap meninggal dunia.”
Seakan-akan kematian Rasulullah
tak bisa diterima oleh Umar karena rasa cinta yang begitu mendalam. Tak
berselang lama, tampak debu yang mengepul dari arah bukit. Lalu terlihatlah
seekor kuda yang dipacu dengan begitu cepat dan gesit, di atas punggung kuda
itu tampak Abu Bakar dengan wajah memerah, sedih dan cemas yang tak tertahan.
Abu Bakar lantas berhenti di
depan masjid dan langsung melompat turun. Ia langsung masuk ke ruangan dengan
menerobos kerumunan para sahabat bagai singa yang hendak menerkam mangsa. Tanpa
berkata sepatah katapun, ia langsung menemui putrinya, Aisyah. Lantas Aisyah
menunjukkan jasad Rasulullah.
Abu Bakar melihat tubuh yang
terbujur di pembaringan, di dekatinya dan dibukanya penutup yang berwarna hitam
itu. Air mata tak tertahan dan segera dipeluk jazad Rasulullah dengan erat. Abu
Bakar lalu memandang wajah Rasulullah, lantas ia berbisik lirih, “Demi ayah dan
ibuku sebagai tebusannya, Allah tak akan menghimpun pada dirimu dua kematian.
Jika saja kematian ini telah ditetapkan pada dirimu, maka memang engkau sudah
meninggal.”
Beberapa saat kemudian, dengan
langkah kecilnya, Abu Bakar keluar dan mendapati Umar yang masih berbicara pada
orang-orang di sekelilingnya. Abu Bakar pun berkata, “Wahai Umar, duduklah.”
Perkataan Abu Bakar tak digubris
oleh Umar. Bahkan Umar semakin berdiri kokoh tak tergoyahkan. Pada akhirnya,
Abu Bakar maju beberapa langkah dan berkata dengan nada yang lantang, “Wahai
kaum muslimin, barangsiapa di antara kalian ada yang menyembah Muhammad, maka
sesungguhnya Muhammad telah meninggal dunia. Tetapi jika kalian menyembah
Allah, maka sesungguhnya Allah itu Maha Hidup dan tak pernah meninggal.”
Ia berhenti sejenak, melihat
keadaan sekelilingnya, lalu ia membaca Surah Ali-Imran ayat ke-144, “Muhammad
itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlaku sebelumnya
beberapa orang Rasul. Apakah jika dia wafat atau terbunuh kalian akan berpaling
ke belakang (menjadi murtad)? Barangsiapa berpaling ke belakang, maka ia tidak
mendatangkan mudharat sedikit pun pada Allah, dan Allah memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur.”
Semua orang langsung menundukkan
kepalanya dalam-dalam. Apa yang dikatakan Abu Bakar telah menyadarkan mereka.
Lantas Umar terjatuh, lututnya tertekuk di atas tanah dan tangannya menggapai
pasir seakan hendak tersujud. Umar berkata, “Demi Allah, setelah mendengar Abu
Bakar membaca ayat tersebut, aku menjadi limbung hingga tak kuasa mengangkat
kedua kakiku, aku tertunduk ke tanah saat mendengarnya. Kini, aku sudah tahu
bahwa Rasulullah benar-benar telah meninggal.”
Setelah proses memandikan jenazah
selesai, beberapa sahabat berbeda pendapat tentang di mana beliau dimakamkan.
Lalu Abu Bakar yang telah dibai’at menjadi Khalifah segera berkata,
“Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
‘Tidaklah seorang Nabi meninggal dunia, melainkan dia dimakamkan di tempat dia
meninggal dunia’.”
Maka secepat kilat, Abu Thalhah segera menyingkirkan
tempat tidur beliau dan menggali liang lahat seorang diri.
____
Oleh: Abi Khamid Al Abdillah
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload