Sejarah Umat Islam Rohingya di Myanmar
6/16/2015
Pembaca
Pustama
Akhir-akhir ini ada kabar yang memilukan dari
saudara-saudara kita yang berada di negeri tetangga, yaitu Myanmar. Mereka adalah
Rohingya. Mereka terlunta-lunta untuk ‘lari’ dari negerinya untuk mendapatkan ‘perlindungan.’
Bahkan kemarin, mereka terombang-ambing di Lautan sehingga ditemukan masyarakat
Aceh. Sebenarnya bagaimanakah kedudukan mereka di negerinya itu. Maka pada
kesempatan ini, Pustaka Madrasah akan mengurai tentang sejarah umat Islam
Rohingya di Myanmar, dengan mengutip tulisan Nurfitri Hadi di Kisahmuslim yang
mengambil sumber dari almotamar.net.
Mengenal Myanmar
Myanmar
adalah salah satu negara yang terletak di Asia Tenggara. Sama seperti
Indonesia, negara ini juga merupakan anggota Association of Southeast
Asian Nations (ASEAN). Bagian utara negara ini berbatasan dengan China
dan India. Di sebelah selatan, berbatasan dengan Teluk Benggala dan Thailand.
Sebelah timur berbatasan dengan wilayah China, Laos, dan Thailand. Dan sebelah
barat berbatasan dengan Teluk Benggala dan wilayah Bangladesh.
Adapun
wilayah Rakhine –penjajah Inggris menyebut mereka orang-orang Arakan- terletak
di barat daya wilayah Myanmar, berbatasan dengan Teluk Benggala dan wilayah
Bangladesh.
Kurang
lebih, luas wilayah Myanmar adalah 261.000 mil2. Dan
wilayah Rakhine 20.000 mil2. Wilayah ini dipisahkan
oleh pagar alami berupa pegunungan yang merupakan bagian dari pegunungan
Himalaya.
Jumlah
penduduk Myanmar ditaksir sekitar 50 juta orang. 15% dari jumlah tersebut
adalah muslim yang mayoritasnya adalah orang-orang Arakan. 70% dari penduduk
Arakan adalah muslim. Sisanya adalah orang-orang Magh, orang-orang Arakan yang
beragama Budha Theravada. Dan kelompok-kelompok minoritas lainnya.
Myanmar
merupakan wilayah yang terdiri dari banyak suku. Lebih dari 140 suku menghuni
wilayah bekas koloni Inggris tersebut. Suku mayoritasnya adalah Bamar/Birma.
Suku ini adalah suku kasta pertama dan memegang pemerintahan. Oleh karena itu,
dulu nama wilayah ini adalah Burma kemudian berganti Mynamar. Kasta kedua
adalah suku Syan, Kachin, Chin, Kayah, Magh, dan umat Islam dari suku Rohingya.
Jumlah kasta kedua ini kurang lebih 5juta jiwa.
Umat Islam Arakan
Sejarawan
menyebutkan bahwa umat Islam tiba di wilayah Arakan bertepatan dengan masa
Daulah Abbasiyah yang tengah dipimpin oleh Khalifah Harun al-Rasyid rahimahullah.
Kaum muslimin tiba di wilayah tersebut melalui jalur perdagangan. Dengan cara
damai. Bukan peperangan apalagi penjajahan.
Karena
umat Islam semakin banyak dan terkonsentrasi di suatu wilayah, jadilah ia
sebuah kerajaan Islam yang berdiri sendiri. Kerajaan tersebut berlangsung
selama 3,5 abad. Dan dipimpin oleh 48 raja. Yaitu antara tahun 1430 – 1784 M.
Banyak peninggalan-peninggalan umat Islam yang terwarisi di wilayah tersebut.
Ada masjid-masjid dan madrasah-madrasah. Di antara masjid yang paling terkenal
adalah Masjid Badr di Arakan dan Masjid Sindi Khan yang dibangun tahun 1430 M.
Ekspansi Budha Terhadap Kerajaan Islam Arakan
Pada
tahun 1784 M, Arakan diserang oleh raja Budha dari suku Birma yang bernama
Bodawpaya (masa pemerintahan 1782-1819 M). Kemudian ia menggabungkan wilayah
Arakan ke dalam wilayahnya, agar Islam tidak berkembang di wilayah tersebut.
Sejak saat itu bencana umat Islam Arakan pun dimulai. Peninggalan-peninggalan
Islam, masjid dan madrasah, dihancurkan. Para ulama dan da’i dibunuh. Budha
dari suku Birma terus-menerus mengintimidasi kaum muslimin dan menjarah hak
milik mereka. Mereka juga memprovokasi orang-orang Magh untuk melakukan hal
yang sama. Keadaan tersebut terus berlangsung selama 40 tahun. Sampai akhirnya
berhenti dengan kedatangan penjajah Inggris.
Pada
tahun 1824 M, Inggris menguasai Burma. Kemudian kerajaan Britania itu
menggabungkan wilayah itu dengan persemakmurannya di India. Pada tahun 1937 M,
Inggris memisahkan Burma dan wilayah Arakan dari wilayah kekuasaannya di India.
Maka Burma menjadi wilayah kerajaan Inggris tersendiri yang bernama Burma
Britania. Tidak bernaung di wilayah India lagi.
Tahun
1942 M, bencana besar menimpa kaum muslimin Rohingya. Orang-orang Budha Magh
membantai mereka dengan dukungan senjata dan materi dari saudara Budha mereka
suku Birma dan suku-suku lainnya. Lebih dari 100.000 muslim pun tewas dalam
peristiwa itu. Sebagian besar mereka adalah wanita, orang tua, dan anak-anak.
Ratusan ribu lainnya melarikan diri dari Burma. Karena pedih dan mengerikannya
peristiwa tersebut, kalangan tua –saat ini- yang menyaksikan peristiwa itu
senantiasa mengingatnya dan mengalami trauma.
Pada
tahun 1947 M, Burma mempersiapkan deklarasi kemerdekaan mereka di Kota
Panglong. Semua suku diundang dalam persiapan tersebut, kecuali umat Islam
Rohingya. Pada tanggal 4 Januari 1948, Inggris memerdekakan Burma secara penuh
disertai persyaratan masing-masing suku bisa memerdekakan diri dari Burma
apabila mereka menginginkannya. Namun suku Birma menyelisihi poin perjanjian
tersebut. Mereka tetap menguasai wilayah Arakan dan tidak mendengarkan suara
masyarakat muslim Rohingya dan Budha Magh yang ingin merdeka. Mereka pun
melanjutkan intimidasi terhadap kaum muslimin.
Duka Muslim Arakan
1.
Pemusnahan
Etnis
Sejak
pemerintahan militer berkuasa di Myanmar melalui kudeta Jendral Ne Win tahun
1962 M, umat Islam Arakan mengalami berbagai bentuk kezaliman dan intimidasi.
Dibunuh, diusir, diitekan hak-hak mereka, dan tidak diakui hak-hak
kewarga-negaraannya. Mereka disamakan dengan orang-orang Bangladesh dalam hal
agama, bahasa, dan fisik.
2. Menghapuskan identitas Islam
Hal ini
dilakukan dengan cara menghancurkan peninggalan-peninggalan Islam. Yaitu
menghancurkan masjid, madrasah, dan bangunan-bangunan bersejarah lainnya. Lalu
kaum muslimin dilarang sama sekali untuk membangun suatu bangunan yang
berkaitan dengan Islam. Dilarang membangun masjid, madrasah, kantor-kantor dan
perpustakaan, tempat penampungan anak yatim, dll. sebagian sekolah-sekolah
Islam yang tersisa tidak mendapatkan pengakuan dari pemerintah, dilarang untuk
dikembangkan, dan tidak diakui lulusannya.
Upaya
“Burmanisasi”, meleburkan ajaran Islam dan menghilangkan identitasnya dalam
masyarakat Budha:
Umat
Islam diusir dari kampung halaman mereka. Tanah-tanah dan kebun-kebun pertanian
mereka dirampas. Kemudian orang-orang Budha menguasainya dan membangunnya
dengan harta-harta yang berasal dari kaum muslimin. Atau membangunnya menjadi
barak militer tanpa kompensasi apapun. Bagi mereka yang menolak, maka
tebusannya adalah nyawa. Inilah militer fasis yang tidak mengenal belas
kasihan.
Pengusiran
dan diskriminasi dari wilayah Myanmar dilakukan secara berkesinambungan.
Berikut gambaran dari pengusiran dan diskriminasi tersebut:
- Pada tahun 1962
M, militer fasis Myanmar mengusir 300.000 orang Arakan ke wilayah
Bangladesh.
- Pada tahun 1978
M, lebih dari 500.000 kaum muslimin diusir dan mengalami tekanan yang
sangat berat hingga hampir 400.000 orang dari mereka tewas. Termasuk di
dalamnya orang-orang tua, wanita, dan anak-anak.
- Tahun 1988,
150.000 kaum muslimin diusir karena orang-orang Budha hendak membangun
desa mereka sebagai tempat percontohan.
- Tahun 1991,
hampir 500.0000 orang muslim diusir. Hal ini karena hukuman atas
kemenagnan partai oposisi (NLD) dalam pemilu yang mendapatkan suara dari
umat Islam. Hasil pemilu pun dibatalkan.
- Membatalkan hak
kewarganeraan umat Islam.
- Melakukan kerja
paksa dengan tanpa mendapatkan makanan, minuman, dan transportasi.
- Umat Islam
dilarang untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Apalagi duduk di banguku
kuliah. Bagi mereka yang berusah mendapatkan pendidikan di luar negeri,
kemudian kembali ke Myanmar dalam keadaan terdidik, maka akan dijebloskan
ke dalam penjara.
- Secara umum,
tidak boleh menjadi pegawai negera. Jika pun ada, maka tidak akan
mendapatkan hak-haknya secara penuh.
- Dilarang
melakukan perjalanan ke luar negeri, walaupun untuk beribadah haji. Mereka
hanya diperbolehkan pergi ke Bangladesh dengan ketentuan waktu yang
terbatas. Mereka tidak diperbolehkan berpergian ke Ibu Kota Rangon dan
kota-kota lainnya di Myanmar. Jika mereka hendak pindah kota, harus
mendapatkan surat izin yang jelas.
3. Diskrimanis dalam ekonomi
Dibebani
pajak yang tinggi dalam segala hal. Dikenakan banyak denda. Dipersulit
melakukan perdagangan. Kecuali berniaga dengan militer. Itupun dijual dengan
harga yang jauh di bawah standar atau dipaksa menjual sesuatu yang tidak ingin
mereka jual. Hal itu bertujuan agar mereka terus dalam keadaan miskin.
Demikian
gambaran singkat keadaan saudara kita muslim Rohingya. Sejak lama mereka
ditindas dan menerima kekejaman umat Budha Myanmar, namun dunia enggan
berbicara membela mereka. Tidak ada atas nama kemanusiaan. Tidak pula ada belas
kasihan.
Pada
tahun 1970-an Raja Faisal bin Abdul Aziz rahimahullah menjadi
pemimpin dunia yang pertama membangun puluhan ribu camp pengungsi Rohingya di
Arab Saudi. Saat ini sekitar seperempat juta warga Rohingya telah tinggal aman
di Arab Saudi. Saat ini kita melihat respon yang baik dari pemerintah Aceh,
Turki, dan Arab Saudi untuk menolong saudara-saudara kita kaum muslimin
Rohingya yang tengah tertimpa musibah.
Semoga
Allah meringankan beban mereka dan memberikan jalan yang terbaik untuk dakwah
Islam di negeri tersebut. Amin
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload