Inilah Fatwa-fatwa Masalah Hukum dan Perundang-Undangan Hasil Ijtima Ulama di Ponpes At Tauhidiyah
6/13/2015
Ijtima Ulama Komisi
Fatwa MUI se-Indonesia ke-5 di Pondok Pesantren At-Tauhidiyah, Cikura, Tegal,
Jawa Tengah telah berakhir pada Selasa malam (09/06) lalu. Agenda dua atau tiga
tahunan MUI Pusat yang dibuka secara resmi oleh Wapres HM Jusuf Kalla itu
ditutup oleh Wakil Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin. Acara penutupan digelar di
Pendopo Kabupaten Tegal, sekaligus pementasan wayang santri dengan dalang
Bupati Ki Enthus Susmono.
Waketum MUI Pusat KH Ma'ruf Amin secara global menjelaskan,
Ijtima Ulama telah menghasilkan fatwa-fatwa yang dikelompokkan dalam tiga
bidang, yakni soal strategis kebangsaan, fikih kontemporer dan
perundang-undangan.
Berikut adalah sejumlah fatwa yang termasuk dalam katagori
Masalah Hukum dan Perundang-undangan (Masail Fiqhiyah Qanuniyah):
TINJAUAN TERHADAP ISU-ISU HUKUM
1. Pornografi dan
Prostitusi Online
a.
MUI menyatakan
keprihatinannya yang mendalam dengan terkuaknya praktik pornografi dan
prostitusi online. Peristiwa yang muncul tersebut hanyalah merupakan fenomena
gunung es yang muncul ke permukaan dimana sejatinya terdapat demikian banyak
praktik sejenis yang terjadi di tengah masyarakat. Kondisi ini menunjukkan
makin buruknya moralitas masyarakat dan mengendornya ikatan lahir batin
suami-isteri dalam perkawinan mereka, serta makin besarnya ancaman kerusakan
moral bangsa.
b.
Atas dasar itu, MUI mendukung tindakan
aparat penegak hukum untuk membongkar seluruh praktik pornografi dan prostitusi
online tersebut, melakukan penutupan seluruh lokasi prostitusi baik yang online
maupun yang tidak, dan melakukan proses hukum terhadap semua pihak yang
terlibat dalam pornografi dan prostitusi online (baik pemesan dan wanita pelaku
prostitusi, mucikari, dan backing-nya). MUI mengharapkan kepada mereka semua
dijatuhi hukuman penjara yang berat oleh pengadilan karena telah merusak moral
anak dan generasi muda, dan kehidupan perkawinan serta masyarakat.
c.
Seiring dengan itu, MUI mendorong
peningkatan peran lembaga-lembaga yang concern dalam mengawal kehidupan
keluarga dan mendorong terwujudnya keluarga SAMARA (sakinah, mawaddah, wa
rohmah).
d.
MUI menilai KUHP yang berlaku – peninggalan
kolonial Belanda -- tidak berpihak kepada menjunjung tinggi moral dan tidak
ikut menjaga keluhuran perkawinan masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan
KUHP tidak memasukkan pelaku prostitusi sebagai tindak pidana yang diancam
dengan sanksi hukuman pidana. Demikian pula pelaku mucikari dikenakan ancaman
yang sangat ringan (Pasal 296 KUHP mengancam hukuman penjara paling lama 1
tahun 4 bulan atau denda Rp. 15.000,- dan Pasal 506 KUHP dengan ancaman hukuman
paling lama 1 tahun).
e.
MUI mengusulkan dan mendesak agar perbuatan
pornografi dan prostitusi online ke dalam Bab XVI Tindak Pidana Kesusilaan.
Pihak yang dijerat pidana adalah mucikari, pelaku, dan penikmat jasa pornografi
dan prostitusi online.
2. Eksekusi hukuman mati bagi terpidana narkoba
a.
MUI menyambut baik dan
mendukung sepenuhnya dua tahap eksekusi hukuman mati terhadap para terpidana
narkoba yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) beberapa waktu lalu. MUI
meyakini eksekusi hukuman mati tersebut merupakan langkah terakhir (ultimum
remedium) yang dapat dan sah dilakukan pemerintah sebagai salah satu ikhtiar
meredam dan meminimalisir peredaran narkoba di tanah air serta membuat jera
para mafia, bandar, pembuat dan pengedar narkoba.
b.
MUI memberikan apresiasi tinggi kepada
Presiden Joko Widodo yang teguh pendirian dengan tidak mengubah kebijakannya
melakukan eksekusi mati terhadap terpidana narkoba walaupun ditekan beberapa
negara lain agar mengubah kebijakan tersebut. Sikap tegas dan pendirian yang
teguh Presiden tersebut merupakan salah satu perwujudan pemimpin yang amanah
dan mampu menjaga kedaulatan negara.
c.
MUI mendorong pemerintah c.q. Kejaksaan
Agung untuk segera melanjutkan eksekusi mati terhadap terpidana mati, termasuk
untuk kasus-kasus narkoba, yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap
(inkracht). MUI menilai kebijakan eksekusi mati ini sesuai hukum positif
nasiona dan hukum Islam. Dalam perspektif hukum Islam, tujuan keberlakuan hukum
antara lain adalah untuk melindungi agama, jiwa, akal pikiran, harta benda, dan
keturunan.
3. Pajak
a.
MUI mengharapkan
hendaknya pemerintah menerapkan pungutan pajak yang adil dan seringan mungkin
terhadap masyarakat yang berpendapatan rendah dengan tidak membebani tarif
pajak yang bertumpuk dan pembebasan tarif pajak bagi yang usahanya belum
menghasilkan keuntungan. Selain itu mengurangkan zakat atas pajak terhutang
bukan nilai pendapatan kena pajak.
b.
Di sisi lain, mendorong pemerintah utuk
mencari sumber-sumber pendapatan negara yang lain selain pajak agar rakyat
tidak terbebani dengan pajak yang tinggi. Untuk itulah, MUI memberikan dukungan
sepenuhnya terhadap kebijakan Kementerian Agraria dan Tata Ruang yang akan
menghapuskan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) mulai tahun 2016.
c.
Seiring dengan itu, pemerintah harus
menguasai faktor-faktor utama ekonomi untuk kepentingan rakyat sebagaimana
diamanatkan undang-undang.
4. Pembentukan Komite
Nasional Ekonomi Syariah
a.
MUI berpandangan ekonomi syariah sangat
besar potensinya untuk memberikan sumbangsih dalam perekonomian nasional dan
peningkatan kesejahteraan bangsa. Bahkan ekonomi syariah diyakini menjadi
faktor signifikan yang mampu mendorong Indonesia menjadi negara maju pada masa
datang dan mandiri sampai tahap tertentu serta tahan dari goncangan masalah
ekonomi global. Namun sampai saat ini MUI mencermati masih belum optimalnya
eksplorasi potensi ekonomi syariah di tanah air.
b.
Atas dasar itu, MUI mendorong pemerintah
Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan dan mengoptimalkan potensi ekonomi
syariah tersebut. Untuk itu, MUI memandang perlu dibentuk sebuah komite nasional
ekonomi syariah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Kepengurusan komite ini merupakan kombinasi dari para pejabat di bidang
perekonomian dan keuangan, para ulama dan cendekiawan muslim di bidang ekonomi
syariah, serta para praktisi dan pelaku usaha ekonomi syariah terpilih. Tugas
utama komite adalah menyusun regulasi untuk pengembangan ekonomi syariah dan
mensinergikan konsep ekonomi syariah dengan regulasi pemerintah serta
memberikan masukan kepada pemerintah dan DPR dalam hal pembentukan regulasi
ekonomi syariah.
5. Rekrutmen Pimpinan
KPK Periode 2015-2019
a.
MUI menyambut baik terbentuknya Panitia
Seleksi Pimpinan KPK yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo. MUI mengharapkan
Pansel dapat menunjukkan independensi dan ketidakberpihakannya dalam
melaksanakan tugas sebagai salah satu wujud amanah yang diberikan kepada
mereka.
b.
Selanjutnya MUI
mengharapkan Pansel dapat dengan cermat dan hati-hati serta penuh pertimbangan
dalam menentukan para calon Pimpinan KPK. Rekam jejak (track record) seluruh
calon yang mendaftarkan diri harus diteliti mendalam dan apabila dipandang
perlu bekerja sama dengan lembaga lain yang memiliki otoritas untuk itu,
seperti PPATK, Kepolisian, dan Kejaksaan, Kemenkumham.
c.
MUI mengharapkan para calon Pimpinan KPK
hendaknya memenuhi syarat: amanah, bersih, jujur, tegas, tidak berbuat tercela
dan merendahkan martabat dan kehormatannya.
d.
Terkait dengan proses tersebut, MUI
mengharapkan Pansel dapat pula meminta masukan dan pendapat para calon Pimpinan
KPK tersebut kepada majelis-majelis agama yang akan memberikan masukan dan
pendapat dari perspektif ajaran agama, terutama aspek moral dan etika serta
nilai-nilai luhur ajaran agama. Di sisi lain MUI menghimbau majelis-majelis
agama untuk bersikap pro aktif memberikan masukan dan pendapat kepada Pansel
Pimpinan KPK.
6. Jilbab bagi Prajurit
Korps Wanita TNI
a.
MUI memberikan penghargaan yang tinggi
kepada Panglima TNI Jenderal Moeldoko yang secara lisan langsung memberikan
persetujuannya terhadap pemakaian jilbab bagi Korps Wanita TNI. Sikap tegas
Jenderal TNI Moeldoko tersebut menunjukkan sisi kenegarawanan sekaligus
ketaatan terhadap konstitusi dari pimpinan TNI yang memahami sepenuhnya bahwa
menggunakan jilbab merupakan bagian tak terpisahkan dari hak warga negara
beragama Islam, termasuk Korps Wanita TNI.
b.
Seiring penghargaan yang tinggi tersebut,
MUI mendorong Panglima TNI Jenderal Moeldoko kiranya dapat menyempurnakan dasar
hukum penggunaan seragam kedinasan sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan
Panglima TNI Nomor SKep/22/VIII/2005 tertanggal 10 Agustus 2005 dengan
memasukkan materi jilbab sebagai bagian seragam Korps Wanita TNI. Dengan dasar
hukum revisi tersebut para Korps Wanita TNI dapat lebih mantap dan tenang menggunakan
jilbab karena mempunyai dasar hukum yang kuat dan tidak dianggap melanggar
hukum.
7. Penggunaan Dana Desa
a.
MUI memberikan dukungan terhadap kebijakan
negara yang memberikan dana APBN kepada setiap desa agar dapat dilakukan
percepatan pembangunan di desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Pada saat ini sebagian dana desa telah disalurkan ke desa.
b.
Terkait dengan ini, MUI mengingatkan
seluruh perangkat desa, terutama kepala desa, untuk menjaga amanah
(kepercayaan) dalam mengelola dana desa tersebut. Setiap rupiah dana desa
tersebut hendaknya disalurkan sesuai peruntukan program yang telah disetujui
bersama. Apabila terdapat kepala desa atau perangkat desa tidak menunaikan
amanat tersebut dengan sebaik-baiknya maka bukan hanya melanggar hukum negara
tetapi juga (bagi mereka yang beragama Islam) telah melanggar hukum Islam.
c.
MUI juga mengharapkan para kepala desa dan
perangkat desa mendapat pelatihan dan bimbingan teknis di bidang pengelolaan
anggaran, manajemen anggaran dan pembangunan, dan penyusunan laporan penggunaan
anggaran. Seiring dengan itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah aktif
melakukan sosialisasi berbagai peraturan terkait dana desa, termasuk ancaman
sanksi hukuman pidana, kepada kepala desa dan perangkat desa.
d.
Di sisi lain, MUI mendorong agar Camat,
KPK, BPK, BPKP, dan inspektorat pemda memberikan perhatian, melakukan
monitoring dan pengawasan terhadap penggunaan dana desa ini agar tercapai
maksud dan tujuannya serta terhindar dari penyalahgunaan dan korupsi.
TINJAUAN TERHADAP
PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU
1. UU Nomor 44 Tahun
2008 tentang Pornografi
a.
MUI berpendapat UU ini
belum dilaksanakan secara optimal dan memuaskan oleh aparat penegak hukum, baik
Kepolisian, Kejaksaan, dan Kehakiman. Hal ini menunjukkan aparat penegak hukum
belum menunjukkan kinerja memuaskan dan memenuhi harapan masyarakat luas.
Akibat dari penegakan hukum yang lemah tersebut menyebabkan pornografi makin
merebak dan merajalela dan makin meresahkan masyarakat luas serta menyebabkan
kerusakan moral, etika, dan fisik serta mental masyarakat, terutama generasi
muda yang makin besar.
b.
Atas dasar itu, MUI mendesak pemerintah
agar segera menerbitkan peraturan-peraturan di bawah UU yang mendukung
penegakan UU Pornografi, dan kepada seluruh aparat penegak hukum untuk
memperkuat komitmen melaksanakan UU Pornografi, termasuk memberikan sanksi
terhadap pelanggaran pasal-pasal dalam UU tersebut, secara tegas dan tanpa
pandang bulu. Pornografi jelas-jelas bertentangan dengan hukum nasional kita
dan dengan ajaran Islam dan agama-agama lainnya.
2. UU Nomor 34 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji
a.
MUI menyambut baik dan rasa syukur dengan
disahkannya UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (UU PKH).
MUI menyadari betapa besarnya dana haji yang disetor para calon jamaah haji ke
pemerintah melalui bank. Data menunjukkan akumulasi dana setoran awal
Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada 2014 mencapai Rp. 73,79 triliun
dan pada 2022 bisa mencapai sekitar Rp. 147,67 triliun. Dana tersebut tentu
harus dikelola dengan baik dan amanah.
b.
Dana BPIH yang sangat besar jumlahnya
tersebut kelak akan dikelola oleh lembaga tersendiri yang bernama Badan
Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebagaimana diamanatkan UU ini. BPKH ini
mempunyai tugas mengelola Keuangan Haji yang meliputi penerimaan, pengembangan,
pengeluaran, dan pertanggungjawaban Keuangan Haji. Sedangkan wewenang BPKH
adalah menempatkan dan menginvestasikan Keuangan Haji sesuai dengan prinsip
syariah, kehati-hatian, keamanan, dan nilai manfaat; dan melakukan kerjasama
dengan lembaga lain dalam rangka pengelolaan Keuangan Haji.
c.
Sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 58 UU PKH ini, maka BPKH harus sudah dibentuk satu tahun sejak UU
ini disahkan. Dengan demikian batas akhir pembentukan BPKH pada 17 Oktober 2015
yang akan datang. Namun sampai sekarang, MUI mencermati dengan masa waktu
tinggal sekitar lima bulan lagi, badan yang sangat penting tersebut belum
terdengar proses pembentukannya oleh pemerintah.
d.
Atas dasar itu, MUI mengingatkan kembali
pemerintah, c.q. Kementerian Agama untuk segera mempercepat proses pembentukan
BPKH tersebut. Dalam proses pembentukannya, MUI mengharapkan kiranya dapat
diselenggarakan secara transparan, dan akuntabel serta partisipatif. Dengan
demikian diharapkan dapat terpilih anggota Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas
dalam BPKH terdiri dari sosok manusia Indonesia yang amanah, profesional, dan
mandiri.
e.
Pengelolaan keuangan haji agar dilakukan
sesuai dengan ketentuan syariah, profesional, dan bermanfaat bagi umat Islam.
Dalam kaitan itu, MUI menyarankan agar pemerintah membentuk bank tabungan haji
Indonesia.
3. UU Nomor 13 Tahun
2011 tentang Penanganan Fakir Miskin
a.
UU Nomor 13 Tahu 2011 tentang Penanganan
Fakir Miskin sangat dibutuhkan oleh bangsa ini karena masih demikian banyak
warga bangsa yang masuk kategor fakir miskin. Selain itu, Pasal 34 UUD 1945
mengamanatkan bahwa fakir miskin (dan anak terlantar) dipelihara oleh negara.
Melalui pelaksanaan UU ini, diharapkan kaum fakir miskin dapat terpenuhi
hak-haknya yang meliputi sandang, pangan, pendidikan, papan, kesehatan sehingga
akhirnya bisa keluar dari lilitan kemiskinan. Namun disayangkan, setelah
berjalan empat tahun, penerapan UU ini belum banyak membawa hasil memuaskan.
Jumlah kaum miskin masih banyak dan masih banyak warga fakir miskin yang belum
tersentuh program pengentasan dari belenggu kemiskinan berdasar UU ini.
b.
Atas dasar itu, MUI perlu mengingatkan
pemerintah agar kiranya dapat meningkatkan kinerjanya dalam melaksanakan UU
ini, termasuk memperkuat koordinasi dan sinergi berbagai kementerian dan
lembaga pemerintah serta pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan urusan
penanganan fakir miskin ditangani oleh berbagai kementerian dan lembaga
pemerintah serta seluruh pemda. Selain itu juga dikarenakan UU Penanganan Fakir
Miskin juga berkaitan erat dengan berbagai UU lain, seperti UU No. 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU No 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial yang dielaborasi dalam Peraturan Presiden No. 15 Tahun
2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
c.
Terkait dengan ini,
MUI mendorong Kementerian Sosial RI sebagai leading sector penanganan masalah
kemiskinan mengambil inisiatif untuk meningkatkan koordinasi dan sinergitas
seluruh kementerian dan lembaga pemerintah serta pemda agar pelaksanaan UU ini
dapat optimal dan efektif mengurangi jumlah warga miskin dari waktu ke waktu.
Untuk itu MUI juga mengharapkan Kementerian Sosial dapat meningkatkan aspek
program, struktural, SDM, jaringan kemitraan, dan anggaran serta sarana
prasarana guna meningkatkan pelaksanaan UU Penanganan Fakir Miskin ini.
4. UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS
a.
MUI menyambut baik dengan diterbitkannya UU
No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS. MUI juga bersyukur pemerintah, baik di tingkat
pusat maupun daerah, telah melakukan berbagai upaya, program, dan kegiatan
untuk meningkatkan kemudahan akses masyarakat pada fasilitas kesehatan sehingga
makin banyak warga masyarakat yang merasakan manfaat program BPJS tersebut.
b.
Namun demikian,
program termasuk modus transaksional yang dilakukan oleh BPJS – khususnya BPJS
Kesehatan - dari perspektif ekonomi Islam dan fiqh mu’amalah, dengan merujuk
pada Fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan
beberapa literatur, nampaknya bahwa secara umum program BPJS Kesehatan belum
mencerminkan konsep ideal jaminan sosial dalam Islam, terlebih lagi jika
dilihat dari hubungan hukum atau akad antarpara pihak.
c.
Sejak 1994, di
Indonesia telah tumbuh dan berkembang asuransi syariah untuk merespon terhadap
pandangan umat Islam yang berpendapat bahwa asuransi konvensional bertentangan
dengan syariah. Kalau pun ada yang mengikuti, mereka tetap berpendapat bahwa
hal itu dilakukan karena masih dalam kondisi darurat.
d.
MUI melalui DSN-MUI
telah menerbitkan sejumlah fatwa untuk memandu dan mengarahkan
asuransi-asuransi syariah mengikuti prinsip syariah. Respons dan dorongan
terhadap tumbuh-kembangnya asuransi ini pun dilakukan oleh pemerintah dengan
diterbitkan beberapa Peraturan Menteri Keuangan RI dan sekarang diikuti oleh
Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
e.
Apabila sistem BPJS tetap berjalan seperti
sekarang ini, dikhawatirkan ada penolakan dari kalangan umat Islam yang dapat
menimbulkan permasalahan dan tidak optimalnya pelaksanaan BPJS. Atas dasar itu,
MUI mendorong pemerintah menyempurnakan ketentuan dan sistem BPJS Kesehatan
agar sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini pentig dilakukan mengingat pada
2019 nanti, seluruh warga negara wajib ikut program BPJS yang apabila tidak
diikuti maka akan mendapat sanksi administratif dan kesulitan memperoleh
pelayanan publik. Demikian pula bagi perusahaan yang tidak ikut program BPJS
akan mendapat kendala dalam memperoleh izin usaha dan akses ikut tender.
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload