Perlunya Mencantumkan Dalil Al-Qur'an, Hadits dan Perbandingan Madzhab Dalam Menetapkan Hukum - Keputusan Muktamar NU
6/16/2015
KEPUTUSAN KOMISI BAHTSUL MASAIL
AD-DINIYAH AL-MAUDHU’IYYAH
MUKTAMAR KE-32 NAHDLATUL ULAMA
di Asrama Haji Sudiang Makassar
Tanggal 06-13 rabiul Akhir 1431
H/22-29 Maret 2010
26. Format Penetapan Bahtsul Masail
A.
Deskripsi masalah
Itsbath
al-ahkam dalam NU selama ini tidak dimaksudkan sebagai aktifitas
menetapkan hukum yang secara langsung bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits,
karena yang bisa melakukan ini adalah ulama yang masuk kategori mujtahid.
Itsbat al-ahkam dalam konteks ini dimaksudkan sebagai penetapan hukum dengan
cara mentathbiq-kan (mencocokkan/menerapkan) secara tepat dan dinamis dari qaul
dan ‘ibarah terutama dalam kutub mu’tabarah di lingkungan madzhab Imam Syafi’i.
Dalam
Munas Alim Ulama di Lampung tahun 1992, Ulama NU merumuskan perkembangan
penting dari sistem itsbat al-ahkam. Ketika itu mulai diintrodusir ijtihad
manhaji meskipun belum sepenuhnya mampu diaplikasikan dalam bahtsul masail.
Dalam Munas tersebut dirumuskan prosedur dan langkah-langkah penetapan hukum.
Dalam
Muktamar NU ke-31 di Donohudan Solo ada perkembangan baru, yaitu sejumlah ayat
al-Quran dan al-Hadits dicantumkan dalam setiap jawaban persoalan hasil bahtsul
masail. Tradisi demikian, nyaris tidak pernah dilakukan dalam bahtsul masail NU
sebelumnya. Disamping itu, dalam Munas Alim Ulama di Surabaya tahun 2006, Ulama
NU membuat pengelompokan kutub mu’tamadah di semua madzhab empat (Hanafi,
Maliki, Syafi’i dan Hanbali).
B. Pertanyaan
Apakah
perlu mencantumkan ayat al-Quran, al-Hadits, dan dalil-dalil syara’ lainnya
dalam bahtsul masail NU?
Jika
memang diperlukan mencantumkan ayat al-Quran, al-Hadits dan dalil-dalil syara’
lainnya, bagaimana formatnya? Apakah menggunakan urutan sesuai tingkat
kekuatannya, yaitu al-Quran, al-Hadits, dan dalil-dalil syara’ lainnya kemudian
aqwal al-ulama, ataukah aqwal al-ulama baru kemudian ayat al-Quran, al-Hadits,
dan dalil-dalil syara’ lainnya?
Sejauh
mana muqaranah al-madzahib diperlukan dalam bahtsul masail NU dengan
menggunakan kutub mu’tamadah yang telah dirumuskan dalam Munas Alim Ulama NU di
Surabaya?
C.
Jawaban
Pencantuman
ayat al-Quran, al-hadits, dan dalil-dalil syara’ lainnya diperlukan dalam
setiap jawaban, karena pada hakikatnya setiap hukum pasti berdasarkan
al-Qur’an, al-Hadits dan dalil-dalil syara’ lainnya, dengan ketentuan bahwa
ayat al-Qur’an, al-Hadits dan dalil-dalil syara’ lainnya tersebut merupakan
bagian dari pendapat Ulama yang terdapat dalam kutub mu’tamadah. Hal ini karena
Ulama NU menyadari, bahwa yang mampu berijtihad langsung dari al-Qur’an,
al-hadits dan dalil-dalil syara’ lainnya adalah para mujtahid, sebagaimana
dijelaskan dalam kitab-kitab, diantaranya Tarsyih al-Mustafidin.
Aqwal
al-ulama didahulukan, baru kemudian dilengapi dengan ayat al-Qur’an beserta
tafsirnya, al-Hadits beserta syarhnya, dan dalil-dalil syara’ lainnya. Karena
al-Qur’an dan dalil-dalil syara’ lainnya dalam pandangan Ulama NU tidak
dijadikan sebagai dalil yang mandiri, tetapi merupakan bagian dari ijtihad
ulama.
Muqaranah
al-Madzahib dalam madzhab empat diperlukan untuk memperoleh pendapat yang
ansab (lebih sesuai) dengan tetap berpegang pada prinsip عَدَمُ تَتَبُّعِ الرُّخَصِ (tidak ada maksud mencari
kemudahan) sejalan dengan AD NU tentang prinsip bermadzhab.
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload