#1 Meluruskan Niat
6/16/2015
Sahabat
Pustama
Ramadan adalah bulan ibadah. Di dalamnya, amal
perbuatan manusia akan dikategorikan dalam ibadah kepada Allah swt.. Bahkan
tidurnya orang yang berpuasa pun masuk dalam ibadah yang tentunya berpahala.
Namun semua itu akan hilang jika kita salah
dalam niat. Seseorang yang tampak lemah dan berat dalam menjalankan puasa
Ramadan, namun ternyata puasanya tidak didasarkan karena Allah, maka semua usahanya pun sia-sia belaka. Ketika seseorang mengerjakan
puasa karena didorong rasa ‘sungkan’ dengan lingkungan sekitar, tidak karena
ketaatan kepada Allah juga sia-sia puasanya.
Oleh karena itu, sebelum memasuki berpuasa,
sudah sepantasnya kita meluruskan niat kita dalam berpuasa. Sudah benarkah niat
kita ketika puasa? Untuk apakah kita berpuasa? Mencari apakah kita puasa di
bulan Ramadan besok? dll
Para ushuliyiin menggunakan satu kaidah Al
umuuru bimaqaashidihaa (semua urusan itu tergantung maksudnya). Kaidah ini
didasarkan satu hadis yang diriwayatkan dari Umar bin Khatab r.a. bahwa
Rasulullah saw bersabda : Segala sesuatu perbuatan, tergantung pada niatnya,
dan sesungguhnya setiap perkara hanya sesuai dengan niatnya.” Bahkan dikatakan
bahwa banyak amal perbuatan yang secara lahir tampak perbuatan ukhrawi, tetapi
bernilai ukhrawi, karena niat yang salah. Begitu pula sebaliknya, betapa banyak
perbuatan yang tampak secara lahir termasuk perbuatan duniawi, tetapi di
hadapan Allah termasuk perbuatan ukhrawi, karena niatnya baik dan benar.
Puasa merupakan perbuatan ibadah ruhiyah. Hanya
dia dan Allah SWT yang tahu. Karena itu, niat adalah merupakan satu-satunya
tolok ukur, apakah puasa itu bernilai sebagai ibadah, atau hanya mendapatkan
lapar dan dahaga. Maka, berbahagialah bagi kita umat Islam yang mampu
meluruskan dan memurnikan niat. Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa yang
berpuasa di bulan suci Ramadan didasari dengan iman dan niat yang ikhlas karena
Allah semata, maka dia akan mendapat ampunan dari Allah dari dosa yang telah
dilakukan.”
Pernah suatu saat ibunda Aisyah ra mengadu
kepada Nabi, “Ya Rasulullah, kita sudah menikah lama, tetapi hingga sekarang
belum dikarunia anak oleh Allah swt, bagaimana seandainya kami membeli seorang
budak di pasar, agar ada yang menemani aku di saat engkau bepergian, sehingga
aku tidak kesepian, dan ada yang membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga.”
Setelah Rasulullah mengizinkan, Siti Aisyah
berangkat ke pasar dan membeli seorang budak sebagaimana yang diinginkan.
Begitu budak ini dibayar, dan masih di tengah jalan tiba-tiba malaikat Jibril
datang, “Ya Rasulullah, budak yang baru saja dibeli oleh isterimu itu,
jangan sekali-kali engkau izinkan masuk ke rumahmu.” Rasulullah bertanya, “Mengapa
demikian ya Jibril?”
“Karena catatannya di sisi Allah sebagai
calon penghuni neraka, tak layak, dan tak patut sebagai calon penghuni neraka
masuk menjadi ahlul bait, bersama dengan Rasulullah saw. yang semua keluarganya
disucikan oleh Allah,” jawab Jibril.
Mendengar ini, Rasulullah saw langsung mencegat
agar budak yang dibeli istrinya itu tidak masuk rumah. Begitu sampai di
hadapannya, beliau langsung memberitahu sebagaimana yang dikatakan oleh
malaikat Jibril tadi. Mendengar berita itu, budak itu menangis tersedu-sedu,
karena harapannya yang ingin menjadi bagian dari keluarga Rasulullah pupus.
Dan saat itu juga Rasulullah bersabda, “Hari
ini aku akan memerdekakanmu, sehingga kamu sekarang bebas seperti orang yang
merdeka pada umumnya dan silakan kamu pulang!.” Mendengar Rasulullah
mengatakan seperti itu, budak ini tidak berhenti menangis. Melihat reaksinya
seperti itu, Rasulullah saw tidak tega, lalu beliau masuk ke rumah untuk
mencari sesuatu untuk menghibur hatinya. Diriwayatkan, bahwa ternyata
Rasulullah hanya menemukan satu biji buah kurma. Sambil memberikannya beliau
bersabda, “Semoga, satu biji buah kurma ini bermanfaat bagi kehidupanmu di
masa yang akan datang.”
Di perjalanan, satu biji kurma dari Rasulullah
itu dimakan sedikit demi sedikit, hingga tinggal separuh. Di tengah jalan itu
ada seorang pengemis yang kelaparan dan meminta kurma tersebut, tanpa berfikir
panjang, karena yang ia punya hanya satu biji buah kurma yang tinggal separo
itu, maka diberikanyalah itu kepada pengemis kelaparan tersebut, dan tampaknya
langsung dimakannya.
Dalam waktu bersamaan malaikat Jibril datang
kedua kalinya kepada Rasulullah dan berkata, “Ya Rasulullah, budak yang baru
kau suruh pergi tadi, tolong panggil lagi kemari!” Rasulullah menjawab, “Ya
Jibril, kenapa kau suruh memanggil budak itu kembali, padahal baru saja kau
suruh aku memulangkannya, sebenarnya apa yang terjadi?” Jibril menjawab, “Budak
tadi di tengah jalan bersedekah dengan separo buah kurma yang kau berikan tadi
kepada seorang pengemis yang kelaparan. Dan karena kebersihan niatnya hanya
karena Allah, akhirnya tercatat suatu kebajikan di sisi Allah. Itulah yang
merubah takdirnya, dan sekarang dia adalah calon penghuni surga.”
Ketika itu, spontan Rasulullah saw bersabda, ittaqun
naara walau bisikki tsamratin (jagalah dirimu dari sentuhan api neraka
walapun dengan separuh buah kurma).
Inilah, suatu perbuatan walaupun kelihatan
sepele, tetapi bernilai luar biasa di hadapan Allah swt. Oleh karena itu,
Rasulullah bersabda, “Niatnya orang beriman itu lebih mulia daripada
perbuatannya.” Hal ini relevan dengan firman Allah surah al Zalzalah ayat
7-8, yang maknanya, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun,
niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan
kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.”
Semoga yang sedikit ini bermanfaat untuk para
sahabat Pustama semua, sehingga puasa yang sebentar lagi akan kita lakukan bisa
menjadi puasa yang menyebabkan diampuninya dosa kita oleh Allah swt. Amin.
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload