Rektor IIQ: Sangat Boleh, Baca al-Quran Langgam Indonesia
5/18/2015
KH
Ahsin Sakho Muhammad menegaskan, cara membaca al-Quran merupakan hasil karya
seni manusia yang dirangkum dalam Kalamullah. Hal tersebut tidak bertentangan
dengan ajaran Islam melainkan lahir dari seni budaya masyarakat tertentu.
“Ini adalah perpaduan yang baik
antara Kalamullah dari langit yang menyatu dengan bumi yakni budaya manusia.
Itu sah diperbolehkan,” kata Ahsin Sakho, Rektor Institut Ilmu Alquran (IIQ)
periode 2014, yang juga pimpinan Pondok Pesantren Dar al-Tauhid Cirebon, kepada
ROL, Ahad (17/5/2015).
Hanya saja, Ahsin yang doktor ilmu
al-Qur’an lulusan universitas di Saudi Arabia ini melanjutkan, bacaan pada
langgam budaya harus tetap mengacu seperti yang diajarkan Rasul dan para
sahabatnya. Dalam hal ini, tajwid dalam hukum bacaannya. “Panjang pendeknya,
mahrajnya,” kata dia.
Ahsin menjelaskan, cara membaca
al-Quran yang mengacu pada langgam budaya Indonesia sangat diperbolehkan dan
tidak ada dalil shahih yang melarang hal demikian. Hanya saja, dia melanjutkan,
dirinya belum pernah mendengar Jawabul Jawab di dalam langgam Cina, atau pun di
Indonesia.
“Tetapi jika hanya sekedar langgam
Jawa, Sumatera, Sunda, Melayu, dan lainnya, itu sah saja selama memperhatikan
hukum bacaan semestnya. Itu kreatifitas budayanya,” kata dia.
Ahsin lebih lanjut mengungkapkan,
saat ini masyarakat Indonesia hanya mengenal satu pintu dalam mendengarkan cara
melantunkan al-Quran. Seluruhnya terangkum dalam tujuh seni dalam membaca
al-Quran, yakni Bayyati, Shoba, Nahawand, Hijaz, Rost, Sika, dan Jiharka.
Dalam ketujuh jenis qiraah itu
terdapat tingkatan dan variasi nada yang berbeda-beda. “Sejarah cara
melantunkan al-Quran ini berasal dari Iran. Banyak orang Arab yang
mempelajarinya ke Parsi, Iran. Meskipun ada 40 jenis cara membaca al-Quran,
tapi yang dinilai layak hanya tujuh ini,” ungkapnya.
Ahsin mengisahkan, langgam bacaan
al-Quran berasal dari Iran. Kala itu, orang Makkah dan Madinah sedang
membersihkan Ka’bah. Di sana ada orang Farsi yang sedang melantunkan bacaan
al-Quran dengan langgam nada lagu asal negerinya.
“Ketika itu orang Makkah kemudian menerapkannya ke dalam bacaan al-Quran dan ternyata merdu didengar. Sejak saat itu pun lahirlah lagu syarqi yang bernuansa ketimuran,” kata dia.
“Ketika itu orang Makkah kemudian menerapkannya ke dalam bacaan al-Quran dan ternyata merdu didengar. Sejak saat itu pun lahirlah lagu syarqi yang bernuansa ketimuran,” kata dia.
Dalam melantunkan al-Quran, kata
Ahsin, ada yang bernada sedih dan bernada gembira dalam membaca setiap surah di
dalamnya. “Itu akan lebih bermakna dan bagus. Misalkan saat menjelaskan neraka
ataupun surga,” ujarnya.
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload