Pesantren dan Pengembangan Sains
5/20/2015
Sains (science)
dalam tulisan ini diartikan sebagai ilmu pengetahuan dalam cakupan yang luas.
Bukan dalam batasan satu nilai atau satu bidang kebutuhan manusia. Arti lebih
luas akan mencakup kepada setiap segi kehidupan dan kebutuhan manusia. Baik
dalam pola bermasyarakat maupun dalam pola kehidupan individu.
Ilmu pengetahuan akan mendukung struktur kehidupan yang seimbang
dan stabil. Dengan ilmu pengetahuan, etika, tata hidup dan pola bermasyarakat
akan terjaga. Dengan ilmu pengetahuan pula, kebutuhan hidup terpenuhi, dengan
berfungsinya potensi-potensi alam menjadi pendukung bagi langkah maju manusia.
Secara kontinyu, ilmu pengetahuan berkembang dipengaruhi oleh
aspek-aspek kehidupan, mulai dari ekonomi, sosial, budaya, juga apresiasi
intelektual masyarakat namun proses perkembangan tersebut sangat bergantung
pada lembaga pendidikan, sebagai indikator partisipasi bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.
Pesantren adalah lembaga pendidikan dengan bentuk khas sebagai
proyeksi totalitas kepribadiannya. Secara mendasar sistem pendidikan yang
dipilihnya memberikan kebebasan bagi pesantren untuk menentukan pola dinamis
kebijaksanaan pendidikannya. Sehingga, setiap tawaran pengembangan, berupa
transfer ilmu dari luar (non-pesantren) maupun atas prakarsa sendiri, akan
melalui pertimbangan dari dalam pesantren sendiri. Yaitu, pertimbangan tata
nilai yang berlaku dalam pesantren.
Mulanya falsafah pendidikan pesantren melulu bertujuan pada pendalaman
ilmu-ilmu keagamaan dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan keagamaan. Dalam
perkembangan selanjutnya, untuk mencetak santri menjadi tenaga-tenaga terampil
yang mampu terjun ke bidang kemasyarakatan dengan baik, harus dibekali dengan
pengetahuan yang luas. Kebutuhan masyarakat akan pengetahuan semakin
berkembang, sehingga apresiasi terhadap ilmu menjadi lebih tinggi. Ini
mendorong pesantren secara bertahap, mengubah struktur dan sistem
pendidikannya.
Transformasi itu tidak secara radikal mengubah dan menghapus
sistem dan struktur pendidikan yang telah menjadi dinamika pesantren, namun
lebih menekankan pemeliharaan cara lama yang masih relevan dan pengembangan
sesuai dengan cara baru yang lebih baik. Lambat laun visi kepesantrenan
terhadap pengetahuan menjadi semakin mantap. Dan sebagai lembaga pendidikan,
pesantren tidak lagi hanya berorientasi pada pengetahuan keagamaaan, melainkan
lebih luas lagi pada bidang-bidang pengetahuan umum.
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan secara luas, yang menjadi
pembahasan di sini, pesantren menempati posisi yang sangat berperan, karena
posisinya sebagai lembaga pendidikan yang langsung berkaitan dengan ilmu
pengetahuan. Namun untuk menggariskan suatu konsep yang tepat terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang, masih harus
mempertimbangkan beberapa alternatif dan kemungkinan-kemungkinan.
***
Apabila dipahami secara mendasar, ilmu pengetahuan (science) menempati posisi yang sangat penting dalam tatanan Islam. Posisi utama tersebut diberikan, karena ilmu adalah sarana yang paling penting dan tepat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mencapai kebahagiaan dunia-akhirat. Dasar dari nilai-nilai science ini telah jelas digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya, baik secara eksplisit maupun implisit.
Apabila dipahami secara mendasar, ilmu pengetahuan (science) menempati posisi yang sangat penting dalam tatanan Islam. Posisi utama tersebut diberikan, karena ilmu adalah sarana yang paling penting dan tepat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mencapai kebahagiaan dunia-akhirat. Dasar dari nilai-nilai science ini telah jelas digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya, baik secara eksplisit maupun implisit.
Posisi ilmu pengetahuan dalam tatanan Islam memiliki dua standar
pokok. Yaitu standar ketuhanan dan kemanusiaan. Segala penilaian terhadap ilmu
pengetahuan tertentu, berada dalam skema dua standar pokok tersebut. Standar
ketuhanan menyeleksi ilmu pengetahuan dengan ketentuan, sejauh mana ia mampu
secara mantap dan sempurna memenuhi kebutuhan pemahaman hubungan antara manusia
dengan Allah SWT dan hubungannya dengan sesama makhluk dalam kaitannya dengan
nilai keagamaan, etika dan tata hubungan bermasyarakat.
Standar kemanusiaan menelaah kualitas ilmu pengetahuan dalam
tata peradaban dan kemanusiaan, sehingga menyangkut pola komunikasi dan pola
manusiawi dalam kehidupan. Meskipun begitu, tidak berarti bahwa timbul dikotomi
dalam kedua standar tersebut. Hanya saja skala prioritas yang berlaku, lebih
menekankan pada pendalaman ilmu pengetahuan yang masuk dalam standar yang
pertama, misalnya.
Pemahaman keilmuan dalam Islam, sebenarnya dipengaruhi oleh
sistem berpikir yang berkaitan dengan tujuan keagamaan. Dari tinjauan ini, maka
dapat dipahami, bahwa dalam hirarki ilmu yang terdapat dalam tatanan Islam,
ilmu akidah, syari'ah dan ilmu-ilmu keagamaan lainnya menempati posisi yang
sangat penting. Lebih jelasnya masuk dalam keharusan yang mutlak (fardlu 'ain). Sedangkan
ilmu-ilmu pengetahuan yang mempunyai implikasi sosial menyeluruh dan mendasar,
menempati posisi yang harus dimiliki secara kolegial (fardlu kifayah). Termasuk
kategori ilmu-ilmu tersebut adalah ilmu pertanian, ilmu politik, teknologi,
ilmu perindustrian, ilmu sosial, ilmu kebudayaan dan pelbagai cabang ilmu
lainnya.
Kompetensi Islam terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dapat
dilihat dari perhatiannya yang sangat besar dalam upaya mengembangkan ilmu
pengetahuan. Pendalaman ilmu pengetahuan dalam Islam digariskan sebagai suatu
bentuk pendalaman terhadap segala ilmu pengetabuan yang mempunyai manfaat bagi
manusia. Baik dalam kaitannya dengan kehidupan duniawi maupun ukhrawi. Hal
demikian masih ditambah dengan adanya tuntutan bagi pengembangan dan pengamalan,
sehingga keadaan ilmu tidak mengalami stagnasi.
Sumber pertama bagi pengembangan ilmu tersebut adalah wahyu
Allah dan tradisi Rasul, juga rasio (akal) dan kenyataan empirik. Dari
sumber-sumber tersebut yang paling berperan adalah wahyu. Ini karena kemampuan
akal untuk memahami dan mengontrol kehidupan maupun tradisi Rasul, sangat
terbatas dan terikat pada suatu kerangka waktu, sehingga memerlukan petunjuk
yang bersifat dasar dan cocok dengan pelbagai keadaan.
Ilmu pengetahuan yang berkembang dalam tatanan Islam harus
memiliki dimensi bathiniyah (esoteris) yang mempunyai kaitan yang bersifat
ukhrawi atau untuk mencapai kebahagiaan di alam akhirat nanti. Begitu juga
harus mempunyai kaitan manfaat dengan kehidupan duniawi yang banyak memberikan
kemudahan dan keadilan bagi kehidupan manusia. Agar dengan demikian tidak
timbul asumsi Islam adalah agama keakhiratan belaka.
***
Posisi pesantren dalam konstelasi ini, adalah sebagai lembaga pendidikan keagamaan. Ia menekankan pada pendalaman pengetahuan agama sebagai orientasi sistem dan pola dasar pendidikannya. Posisi ini memberi identitas tertentu terhadap pesantren, bahwa ia merupakan lembaga takhassus (spesialisasi) bidang agama yang menanamkan nilai-nilai etis dan budi luhur ke dalam sikap hidup para santrinya, di samping membekalinya dengan keterampilan untuk terjun ke masyarakat nanti hingga akan mencetak kader-kader ulama yang berkualitas.
Posisi pesantren dalam konstelasi ini, adalah sebagai lembaga pendidikan keagamaan. Ia menekankan pada pendalaman pengetahuan agama sebagai orientasi sistem dan pola dasar pendidikannya. Posisi ini memberi identitas tertentu terhadap pesantren, bahwa ia merupakan lembaga takhassus (spesialisasi) bidang agama yang menanamkan nilai-nilai etis dan budi luhur ke dalam sikap hidup para santrinya, di samping membekalinya dengan keterampilan untuk terjun ke masyarakat nanti hingga akan mencetak kader-kader ulama yang berkualitas.
Sistem pendidikan yang ditempuh pesantren memang menunjukkan
sifat dan bentuk yang lain dari pola pendidikan nasional. Namun setidaknya juga
menampakkan integrasi yang partisipatif terhadap pendidikan nasional. Pola
pendidikan nasional sebagaimana dijelaskan GBHN, bertujuan meningkatkan
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, budi pekerti
luhur dan akhlak yang mulia.
Meski pesantren menempuh pola teknik penyelenggaraan yang
berbeda, ia tetap merupakan suatu lembaga pendidikan yang mendukung dan
menyokong pencapaian tujuan itu. Karena, secara institusional dan melalui
pranata yang khas, pesantren merangkum upaya pengembangan ilmu pengetahuan yang
sesuai dengan pola dasar pendidikannya.
Pola dasar pendidikan pesantren terletak pada fungsi dan
relevansinya dengan segala aspek kehidupan. Dalam hal ini, ia merupakan
cerminan untuk mencetak santrinya menjadi manusiashalih dan akram.
Shalih berarti, manusia yang secara potensial mampu berperan aktif, berguna dan
terampil dalam kehidupan sesama makhluk. Untuk nnencetak manusia yang berguna
terhadap sesamanya, pesantren membekali dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan kebutuhan kehidupan.
Sedangkan akram, merupakan pencapaian kelebihan dalam
relevansinya dengan makhluk terhadap Khalik, mencapai kebahagiaan di akhirat.
Untuk ini, pesantren secara institusmenekankan pendalaman ilmu-ilmu keagamaan (tafaqquh fiddin).
Pesantren bukan hanya sebagai lembaga pendalaman pengetahuan keagamaan,
sebagaimana yang dikira banyak orang, namun secara integratif ilmu-ilmu umum
secara intens juga dikembangkan dalam pesantren.
Lalu peran apakah yang dilakukan pesanten dalam pengembangan
ilmu-ilmu pengetahuan di masa mendatang? Untuk menjawab pertanyaan itu harus
mempertimbangkan sistem dan pendidikan yang dikembangkan di pesantren. Antara
pengembangan ilmu pengetahuan dengan sistem pendidikan mempunyai hubungan timbal
balik. Pengembangan ilmu pengetahuan tak mungkin dapat dilaksanakan tanpa
menempuh sistem pendidikan, begitu pula perkembangan ilmu pengetahuan
membutuhkan sistem yang sesuai dengan perkembangan itu sendiri.
Untuk mendapatkan suatu sistem pendidikan yang sesuai dan bisa
menumbuhkan motivasi ke arah pengembangan ilmu pengetahuan diperlukan suatu
konsep sistem pendidikan yang tepat dan tidak statis. Konsep tersebut harus
mampu menyeimbangkan antara penuntut ilmu pengetahuan dengan sistem nilai yang
melembaga yang menuntut pelestarian dan pemeliharannnya.
Kedua tuntutan tersebut akan dapat diseimbangkan pemenuhannya
dengan cara memformulasikan suatu kebijaksanaan yang mendukung pengembangan
ilmuilmu pengetahuan tanpa mengabaikan tujuan dasar didirikannya pesantren.
Namun hal tersebut tidak lepas dari pertimbangan relevan dan tidaknya
kebijaksanaan itu dengan perkembangan yang berjalan. Konsep kebijaksanaan
sistem pendidikan yang tidak relevan akan menimbulkan ketimpangan praktis yang
berkelanjutan.
Dengan demikian secara posisional dan fungsional pesantren
adalah lembaga pendidikan yang partisipatif menopang dan sebagai sarana bagi
pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan. Kenyataan ini dapat dilihat dari modal
dasar didiriikannya. Di antaranya adalah sebagai lembaga pendidikan. Sistem
pendidikan yang digunakan pesantren menunjukkan sifat yang khas.
Untuk menjamin dan meningkatkan pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang kompleks pesantren harus mempunyai kebijaksanaan untuk mengembangkan sistem pendidikannya sesuai dengan tuntutan perubahan dan kebutuhan serta sesuai dengan risalahnya sebagai lembaga tafaqquh fiddin dan pencetak kader ulama.
Untuk menjamin dan meningkatkan pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang kompleks pesantren harus mempunyai kebijaksanaan untuk mengembangkan sistem pendidikannya sesuai dengan tuntutan perubahan dan kebutuhan serta sesuai dengan risalahnya sebagai lembaga tafaqquh fiddin dan pencetak kader ulama.
***
Tidak mungkin suatu sistem pendidikan bisa berjalan secara kontinyu dan lestari tanpa melalui proses perubahan dan perkembangan. Setiap sistem pendidikan yang telah berlaku dalam satu lembaga pendidikan akan berjalan dan berkembang sesuai dengan faktor-faktor kondisional yang mengelilinginya. Manakala faktor-faktor kondisional tersebut berkembang dan menuntut penyesuaian, mau tidak mau lembaga pendidikan harus menempuh transformasi kalau tidak ingin ketinggalan. Oleh karenanya sistem pendidikan akan selalu menempati proses penyesuaian dan pengembangan sebagai strategi kebijkannnya.
Tidak mungkin suatu sistem pendidikan bisa berjalan secara kontinyu dan lestari tanpa melalui proses perubahan dan perkembangan. Setiap sistem pendidikan yang telah berlaku dalam satu lembaga pendidikan akan berjalan dan berkembang sesuai dengan faktor-faktor kondisional yang mengelilinginya. Manakala faktor-faktor kondisional tersebut berkembang dan menuntut penyesuaian, mau tidak mau lembaga pendidikan harus menempuh transformasi kalau tidak ingin ketinggalan. Oleh karenanya sistem pendidikan akan selalu menempati proses penyesuaian dan pengembangan sebagai strategi kebijkannnya.
Secara bertahap pesantren juga menempuh trans- formasi yang
mendasar pada elemen-elemen pendidikannya. Transformasi yang ditempuh pesantren
merupakan desakan penyesuaian terhadap modus pendidikan yang berlaku dan
populer, yang berkembang di luar pesantren. Tanpa menempuh jalan ini, anggapan ketertinggalan
akan semakin menonjol.
Sementara di segi lain, pesantren juga memperhitungkan strategi
pengembangan demi kebutuhan inovasi intern. Pada dasarnya transformasi hanya
menonjol pada struktur dan sistem pendidikannya, termasuk metode dan materi pengajaran
yang digunakan. Perubahan struktur pendidikan pesantren sangat nampak pada
otonominya yang cenderung menipis dalam menentukan kebijaksannan pendidikan.
Posisi pesantren sebagai subyek dalam menentukan setiap
kebijaksanann, lambat laun digusur oleh kondisi di mana pesantren telah menjadi
salah satu obyek pendidikan nasional. Kenyataannya, modus pendidikan yang
digunakan banyak mengambil dari SMP, SMA dan madrasah yang merupakan sub-sistem
pendidikan nasional. Walaupun pada dasarnya pesantren masih punya otonomi bagi
penentuan kebijaksanaan terhadap sistem pendidikannya, namun hanya pada hal-hal
yang prinsipil bagi misi pesantren dan risalahnya.
Perubahan sistem pendidikan pesantren melahirkan perubahan pada
metode dan materi pengajarannya. Metode pengajaran telah banyak menempuh
kurikulum, campuran antara yang agama dan non-agama. Kurikulum campuran ini
sebenarnya timbul dari tuntutan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan non-agama
(pengetahuan umum) yang merupakan kebutuhan nyata yang harus dipenuhi para
lulusan pesantren. Dari arah ini materi pengajaran juga ditambah dengan
mentransfer jenis-jenis ilmu pengetahuan baru ke dalam sistem pendidikan
pesantren, sehingga menimbulkan kecenderungan perluasan identitas pesantren.
Nampaknya transformasi yang telah ditempuh oleh beberapa
pesantren banyak sekali menimbulkan pengaruh pada identitas pesantren yang
telah menjadi cir pokoknya. Bahkan ada kecenderungan, pesantren akan mengalami
krisis identitas. Sebenarnya pola-pola yang ditempuh masih merupakan penjajagan
bagi penempatan sistem pendidikan yang cocok dan sesuai bagi kelangsungan hidup
pesantren. Melalui proses bertahap, pesantren akan mampu memasok kebijaksanaan
yang tepat bagi risalah dan misi pesantren.
***
Dari beberapa uraian yang telah disampaikan di atas, dapat diambil beberapa point yang sangat perlu diperhatikan.
Dari beberapa uraian yang telah disampaikan di atas, dapat diambil beberapa point yang sangat perlu diperhatikan.
Pertama, prospek pengembangan ilmu pengetahuan (science) merupakan
tanggung jawab semua kalangan lembaga pendidikan, tanpa memandang dasar
pendidikan yang dianut. Hanya saja skala prioritas penekanan terhadap ilmu
pengetahuan yang dikembangkan, berlainan antara lembaga pendidikan yang satu
dengan yang lain. Pesantren lebih menekankan pada pengetabuan yang sesuai
dengan dasar pendidikannya, yakni tuntutan Islam.
Kedua, untuk lebih mendukung adanya pengembangan ilmu
pengetahuan secara pesat, pesantren harus memperhatikan sistem pendidikannya.
Dalam hal ini transformasi juga perlu dilaksanakan, sejauh bisa menyelamatkan
nilai-nilai dan identitas pesantren, sehingga tidak hanyut oleh perubahan.
Ketiga, hendaknya dalam menempuh transformasi pesantren harus
memperhatikan watak-watak, kondisikondisi, dan faktor-faktor yang sesuai dengan
kepribadian dan latar belakang pesantren itu sendiri, sehingga tidak
menimbulkan ketimpangan praktis.
Keempat, penanganan tidak melulu pada modus- modus klasikal yang
dikembangkan. Namun lebih menekankan pada pengembangan secara intensif bagi
pendidikan tambahan (ekstra kurikuler) yang merupakan ciri khas pendidikan
pesantren.
______
Oleh: KH MA Sahal Mahfudh
Diambil dari KH MA Sahal
Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, 2004
(Yogyakarta: LKiS). Tulisan ini pernah dimuat majalah Aula edisi No.5 Tabun X, Juni 1988.
Sumber: nu.or.id, edisi
26/8/2014, diakses 20/5/2015
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload