Hukum Wakaf Uang - Fatwa MUI
5/26/2015
Komisi Fatwa
Majelis Ulama Indonesia setelah
Menimbang
:
1. bahwa bagi
mayoritas umat Islam Indonesia, pengertian wakaf yang umum diketahui, antara
lain, adalah:
yakni "menahan harta yang dapat
dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum
terhadap benda tesebut, disalurkan pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang
ada, "(al-Ramli. Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, [Beirut: Dar
alFikr, 1984], juz V, h. 357; al-Khathib al-Syarbaini. Mughni al-Muhtaj,
[Beirut: Dar al-Fikr, t.th], juz II, h. 376);
atau "Wakaf adalah perbuatan
hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian
dari benda miliknya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai
dengan ajaran Islam" dan "Benda wakaf adalah segala benda, balk
bergerak atau tidak bergerak, yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali
pakai dan bernilai menurut ajaran Islam" (Kompilasi Hukum Islam di
Indonesia. Buku III, Bab I, Pasal 215, (1) dan (4));
sehingga atas dasar pengertian
tersebut, bagi mereka hukum wakaf uang (waqf al-nuqud, cash wakaf) adalah tidak
sah;
2. bahwa wakaf
uang memiliki fleksibilitas (keluwesan ) dan kemaslahatan besar yang tidak
dimiliki oleh benda lain;
3. bahwa oleh
karena itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan
fatwa tentang hukum wakaf uang untuk dijadikan pedoman oleh masyarakat.
Mengingat
:
1. Firman Allah
SWT :
"Kamu sekali-kali tidak sampai
kepada kebaijakan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta
yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya "(QS. Ali Imron [3]:92).
2. Firman Allah
SWT :
"Perumpamaan (nafkah yang
dikeluar-kan oleh) orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa
dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir.•
seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.
Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui. Orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang
dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak
menyakiti (perasaan penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka.
Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati
" (QS. al-Baqarah [2].261-262).
3. Hadis Nabis
s.a.w.:
"Diriwayatkan dari Abu Hurairah
r:a. bahwu Rasulullah s.a.w. bersabda, "Apabila manusia meninggal dunia,
terputuslah (pahala) amal perbuatannya kecuali dari tiga hal, yaitu kecuali
dari sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang dimanfaatkan, atau anak shaleh yang
mendoakannya " (H.R. Muslim, alTirmidzi, al-Nasa' i, dan Abu Daud).
4. Hadis Nabi
s.a.w.:
'Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra.
bahwa Umar bin alKhaththab r. a. memperoleh tanah (kebun) di Khaibar; lalu ia
datang kepada Nabi s.a.w untuk meminta petunjuk mengenai tanah tersebut. Ia
herkata, "Wahai Rasulullah.' Saya memperoleh tanah di Khaibar; yang belum
pernah saya peroleh harta Yang lebih baik bagiku melebihi tanah tersebut; apa
perintah Engkau (kepadaku) mengenainya? " Nabi s. a. w menjawab:
"Jika mau, kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan (hasil)-nya. "
Ibnu Umar berkata, "Maka, Umar menyedekahkan tanah tersebut, (dengan men
ysaratkan) bahwa tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak
diwariskan. Ia menyedekahkan (hasil)-nya kepada fuqara, kerabat, riqab (hamba
sahaya, orang tertindas), sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Tidak berdosa atas
orang yang mengelolanya untuk memakan diri (hasil) tanah itu secara ma 'ruf
(wajar) dan memberi makan (kepada orang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta
hak milik. " Rawi berkata, "Saya menceritakan hadis tersebut kepada
Ibnu Sirin, lalu ia herkata 'ghaira muta'tstsilin malan (tanpa menyimpannya
sebagai harta hakmilik) '. "(H.R. al-Bukhari, Muslim, al-Tarmidzi, dan al
Nasa'i).
5. Hadis Nabi
s.a.w.:
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r. a.;
ia berkata, Umar r a. berkata kepada Nabi s.a. w., "Saya mempunyai seratus
saham (tanah, kebun) di Khaibst, belum pernah saya mendapatkan harta yang lebih
saya kagumi melebihi tanah itu; saya bermaksud menyedekahkannya. " Nabi
s.a.w berkata "Tahanlah pokoknya dan sedekahkan buahnya pada sabilillah.
"(H.R. al-Nasa' i).
6. Jabirr.a.
berkata : "Tak ada seorang sahabat Rasul pun yang memiliki kemampuan
kecuali berwakaf/. " (lihat Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wu
Adillatuhu, [Damsyiq: Dar al-Fikr, 1985], juz VIII, hi. 157; al-Khathib
al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj. [Beirut: Dar al-Fikr, t.th', jus II, h. 376).
Memperhatikan
:
1. Pendapat Imam
al-Zuhri (w. 124H.) bahwa mewakafkan dinar hukumnya boleh, dengan cara
menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha kemudian keuntungannya disalurkan
pada mauquf 'alaih (Abu Su'ud Muhammad. Risalah fi Jawazi Waqf al-Nuqud,
[Beirut: Dar Ibn Hazm, 1997], h. 20-2 1).
2. Mutaqaddimin
dari ulaman mazhab Hanafi (lihat Wahbah al-Zuhaili, al Fiqh al-Islam wa
Adillatuhu, [Damsyiq: Dar al-Fikr, 1985], juz VIII, h. 162) membolehkan wakaf
uang dinar dan dirham sebagai pengecualian, atas dasar Istihsan bi al-'Urfi,
berdasarkan atsar Abdullah bin Mas'ud r.a:
"Apa yang dipandang baik oleh
kaum muslimin maka dalam pandangan Allah adalah baik, dan apa yang dipandang
buruk oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah pun buruk".
3. Pendapat
sebagian ulama mazhab al-Syafi'i:
"Abu Tsyar meriwayatkan dari
Imam al-Syafi'i tentang kebolehan wakaf dinar dan dirham (uang)"
(alMawardi, al-Hawi al-Kabir, tahqiq Dr. Mahmud Mathraji, [Beirut: Dar
al-Fikr,1994[, juz IX,m h. 379).
4. Pandangan dan
pendapat rapat Komisi Fatwa MUI pada hari Sabtu, tanggal 23 Maret 2002,. antara
lain tentang perlunya dilakukan peninjauan dan penyempurna-an (pengembangan)
definisi wakaf yang telah umum diketahui, dengan memperhatikan maksud hadis,
antara lain, riwayat dari Ibnu Umar (lihat konsideran mengingat [adillah] nomor
4 dan 3 di atas :
5. Pendapat rapat
Komisi Fatwa MUI pada Sabtu, tanggal 11 Mei 2002 tentang rumusan definisi wakaf
sebagai berikut:
yakni "menahan harta yang dapat
dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan
tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau
mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak
haram) yang ada,"
6. Surat Direktur
Pengembangan Zakat dan Wakaf Depag, (terakhir) nomor Dt.1.IIU5/BA.03.2/2772/2002,
tanggal 26 April 2002.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
FATWA TENTANG WAKAF UANG
Pertama
:
1. Wakaf Uang
(Cash Wakaf / Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok
orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
2. Termasuk ke
dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
3. Wakaf uang
hukumnya jawaz (boleh)
4. Wakaf uang
hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar'
i
5. Nilai pokok
Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan
atau diwariskan.
Kedua
:
Fatwa ini
berlaku sejak ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata
terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 28 Shafar 1423 H /11 Mei
2002 M
KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua,
K.H. MA’RUF AMIN
Sekretaris,
Drs. HASANUDDIN, M.Ag
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload