Biografi Prof. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi
5/18/2015
A.
Riwayat Hidup, Pendidikan dan Karir
Dr. Yusuf al-Qaradhawi lahir di Desa Shafat at-Turab,
Mahallah al-Kubra, Gharbiah, Mesir, pada 7 September 1926. Nama lengkapnya
adalah Yusuf bin Abdullah bin Ali bin Yusuf. Sedangkan al-Qaradhawi merupakan
nama keluarga yang diambil dari nama daerah tempat mereka berasal, yakni al-Qarādhah.[1] Keluarga
beliau adalah keluarga yang sederhana. Ayahnya bernamata pencaharian sebagai
petani dan juga berdagang, sedangkan pekerjaan keluarga al-Qaradhāwi dari pihak
ibu adalah pedagang.[2]
Ayah al-Qaradhawi meninggal ketika ia berusia dua
tahu. Oleh sebab itu beliau dipelihara oleh pamannya. Paman yang memeliharanya
itu sangat menyayanginya, sehingga al-Qaradhāwi kecil telah menganggap pamannya
sebagai ayahnya sendiri dan anak-anak pamannya dianggapnya saudara sendiri.[3]
Ketika berusia lima tahun al-Qaradhawi diantarkan oleh
pamanny ke salah satu guru agama yang disebut al-kuttāb di
desanya untuk belajar mengaji dan menghapal Al-Qur’an. Di tempat tersebut
al-Al-Qaradhawi terkenal sebagai seorang anak yang sangat cerdas. Dengan
kecerdasannya beliau mampu menghafal al-Qur’an dan menguasaihukum-hukum
tajwidnya dengan sangat baik.[4] Al-Qaradhawi
menyempurnakan hafalan Al-Qur’an pada usia sepuluh tahun, dengan bacaan
bertajwid. Karena kemahirannya dalam bidang Al-Qur’an pada masa remajanya, ia
justru dipanggil mengajar di masjid-masjid.
Pada usia tujuh tahun, beliau masuk ke Madrasah
Ilzamiyyah di bawah kementrian Pendidikan untuk dengan nama”Syaikh
Al-Qaradhawi” oleh orang di sekitar kampungnya, bahkan ia selalu ditunjuk
menjadi imam shalat, terutama shalat yang jahriyah. Setelah keluar dari
madrasah tersebut, beliau melanjutkan ke Madrasah Ibtida-iyyah “Thantha”, yang
diselesaikannya dalam waktu empat tahun. Kemudian pindah ke Madrasah
Tsanawiyyah yang sama selama lima tahun.[5]
Dia menyelesaikan sekolah dasar dan menengahnya di
lembaga pendidikan itu dan selalu menempati ranking pertama. Kecerdasannya
telah tampak sejak dia kecil. Sehingga salah satu gurunya memberi gelar “al-lamah”
(sebuah gelar yang biasanya diberikan pada seseorang yang memiliki ilmu yang
sangat luas). Dia meraih ranking kedua untuk tingkat nasional, Mesir, pada saat
kelulusannya di sekolah Menengah Umum. Padahal waktu itu dia pernah
dipenjarakan.
Setelah itu ia pergi ke Kairo untuk melanjutkan studinya
di Perguruan Tinggi. akhirnya ia masuk Fakultas Ushuluddin di Universitas
al-Azhar. Ia berhasil memperoleh ijazah Perguruan Tinggi pada tahun 1952-1953.
Beliau meraih ranking pertama dari mahasiswa yang berjumlah seratus delapan
puluh. Kemudian dia memperoleh ijazah setingkat S2 dan memperoleh rekomendasi
untuk mengajar di fakultas Bahasa dan Sastra pada tahun 1954. Dia kembali
meraih ranking pertama dari tiga kuliah yang ada di al-Azhar dengan jumlah
siswa lima ratus orang. Pada tahun 1956, Dr. Yusuf al-Qaradhawi bekerja di
bagian pengawasan bidang Agama pada Kementrian Perwakafan di Mesir dengan
aktivitas ceramah dan belajar berhitung, sejarah, kesehatan dan lain-lain.
Kemudian diangkat menjadi penilik lembaga al-A-Immah. Pada tahun 1958 dia
memperoleh ijazah diploma dari Ma’had Dirasat al-Arabiyah al-Aliyah dalam
bidang bahasa dan sastra.
Pada tahun 1959 beliaudipindahkan ke bagian administrasi
umum untuk Tsaqafah Islamiyyah di Universitas al-Azhar untuk mengawasi
penerbitannya, dan bekerja dikantor seni pengelolaan dakwah dan bimbingan.
Sedang di tahun 1960 dia mendapatkan ijazah setingkat Master di jurusan
Ilmu-ilmu al-Qur’an dan Sunnah di fakultas Ushuluddin. Pada tahun 1973 dia
berhasil meraih gelar Doktor dengan peringkat summa cum laude dengan
disertasi yang berjudul “az-Zakat wa Atsaruha fi Hill al-Masyakil
al-Ijtimaiyyah (Zakat dan Pengaruhnya dalam Memecahkan Masalah-masalah Sosial
Kemasyarakatan)”.[6]
Dia terlambat memperoleh gelar doktornya karena situasi
politik Mesir yang tidak menentu. Pada tahun ini juga didirikan Fakultas
Tarbiyah yang merupakan cikal bakal Universitas Qatar. Kemudian ia dipindahkan
ke sana untuk mendirikan sekaligus memimpin bagian Dirasah Islamiyyah (Islamic
Studies). Keterlambatannya meraih gelar doktoral itu bukannya tanpa alasan.
Sikap kritislah yang membuatnya baru bisa meraih gelar doktor pada tahun 1972.
Untuk menghindari kekejaman rezim yang berkuasa di Mesir, Al-Qaradhawi harus
meninggalkan tanah kelahirannya menuju Qatar pada tahun 1961. Di sana, ia
sempat mendirikan Fakultas Syariah di Universitas Qatar. Pada saat yang sama ia
juga mendirikan mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi. Ia mendapat
kewarganegaraanQatar dan menjadikan Doha sebagai tempat tinggalnya.[7]
Namun
sebelum itu, ia sudah merasakan kerasnya kehidupan penjara. Saatberusia 23
tahun, Al-Qaradhawi muda harus mendekam di penjara akibat keterlibatannya dalam
pergerakan Al-Ikhwānul Muslimn saat Mesir masih dijabat Raja Faruk tahun1949.
Setelah bebas dari penjara, ia lagi-lagi menyuarakan kebebasan.
Karenakhutbah-khutbahnya yang keras, dan mengecam ketidak adilan yang dilakukan
rezim berkuasa, Ia harus berurusan dengan pihak berwajib. Bahkan, ia
sempat dilarang untuk memberikan khutbah di sebuah Masjid di daerah
Zamalik. Alasannya, khutbah-khutbahnya dinilai menciptakan opini umum
tentang ketidakadilan rezim saat itu. Akibatnya, tahun 1956 (April)
ia kembali ditangkap saat terjadi Revolusi di Mesir. Setelah beberapa
bulan, pada Oktober 1956, Al-Qaradhawi kembali mendekam di penjara militer
selama dua tahun. Setelah berkali-kali mendekam dibalik jeruji besi,
Al-Qaradhawi
akhirnya meninggalkan Mesir tahun 1961 menuju Qatar. Di Qatar ini,al-Qaradhawi
lebih leluasa mengungkapkan pemikiran-pemikiran nya. Pada tahun 1977, ia
merintis dan mendirikan Fakultas Syari’ah dan Dirasah Islamiyyah di
Universitas Qatar. Sebagaimana ia juga telah menjadi Direktur Pusat Pengkajian
Sunnah dan Sirah Nabawiyyah di Universitas Qatar, di samping posisinya
sebagai dekan fakultas. Melalui
bantuan universitas, lembaga-lembaga keagamaan, dan yayasan-yayasan Islam di
dunia Arab, Yusuf Al-Qaradhawi sanggup melakukan kunjungan ke berbagai Negara
Islam dan non-Islam untuk misi keagamaan. Dalam tugas yang sama pada tahun 1989
ia mengunjungi Indonesia.[8]
Dalam berbagai kunjungannya ke Negara-negara lain, ia
aktif mengikuti berbagai kegiatan ilmiah seperti seminar danmuktamar. Misalnya,
seminar hukum Islam di Libya, Muktamar Pertama tarikh Islam di Beirut, Muktamar
Internasional Pertama mengenai ekonomi Islam di Mekkah, dan muktamar hukum
Islam di Riyadh. Akhirnya, Dr. Yusuf al-Qaradhawi menjadi salah seorang
pengikut Jama’ah Al-Ikhwānul Muslimin yang terkenal. Ia memiliki aktifitas
besar dalam penyebaran dakwah jamaah ini di Mesir pada saat dia berada di
Mesir, dan juga di luar Mesir, khususnya ketika ia berada di Qatar. Di saat itu
Dr. Yusuf al-Qaradhawi mempunyai aktifitas yang besar dan pengaruh yang tidak
dapat ditutup-tutupi terhadap masyarakat di sana. Aktivitas Dr. Yusuf
al-Qaradhawi tidak terbatas pada penulisan buku saja, tetapi ia juga terlibat
langsung di berbagai media informatika, baik cetak maupun elektronik. Selain
itu, ia juga mempunyai andil yang sangat besar dalam beberapa acara di
televisi. Acara ini dimanfaatkan oleh Dr. Yusuf al-Qaradhawi untuk
menyebarluaskan pemikiran dan fatwanya.
B. Latar Belakang Sosial dan Intelektual
Sejak ditaklukan oleh sahabat Amru bin Ash, Mesir telah
melahirkan banyak ulama Islam. Dari zaman klasik, ada Ibn al-Atsīr atau Imam
Asy-Syāfi’ī yang menghabiskan sebagaian besar umurnya di sana. Di zaman moderen
dan kebangkitan Islam ada ulama-ulama pembaharu ; Jamaluddin al-Afghāni,
Muhammad ‘Abduh dan Rasyid Ridha. Hingga hari ini Mesir dengan institusi
al-Azhār-nya tetap melahirkan banyak ulama, salah satu ulama Mesir yang
terkenal adalah Yūsuf al-Qaradhāwī.
Al-Qaradhāwi lahir, tumbuh dan berkembang hingga masa
anak-anaknya berlalu di sebuah desa bernama Shaft Thurab. Di desa tersebut
pernah tinggal salah seorang sahabat Rasulullah saw yang ikut menaklukan Mesir
pada saat pemerintahan Khalifah Umar yaitu Abdullah bin Hārits. Sahabat yang mulia ini beristiri wanita Shaft Thurab beranak
pinak dan meninggal di sana. Sahabat ini telah menanamkan semangat untuk
mendalami agama Islam di kepada penduduk Shaft Thurab. Salah satu tradisi desa
itu adalah adanya para guru agama yang bertugas membimbing anak-anak untuk
belajar agama dan menghapal Al-Qur’an.[9]Guru-guru
agama itu disebut al-kuttāb, seperti dijelaskan di atas di
salah satu kuttab itulah al-Qaradhāwi berhasil menghapal
al-Qur’an di usia yang cukup belia.
Salah satu bukti betapa kuat tradisi
intelektual/keulamaan dan ruh Islam di desa Shaft Thurab menurut Muhammad
al-Majdzūb adalah penghargaan mereka terhadap kegiatan menghapal Al-Qutr’an dan
orang-orang yang berhasil menghapal Al-Qur’an. Penduduk desa menjuluki
al-Qaradhawi sebagai “Syaikh al-Qaradhawi” ketika melihat kecerdasan beliau dan
kemampuannya menghapal 30 juz dengan tajwid yang baik. Penduduk desa bahkan
mempersilakannya menjadi imam salat agar bacaannya bertambah baik, padahal usia
beliau waktu itu masih sekitar sepuluh tahun.[10] Di
desa dengan suasana seperti itulah al-Qaradhāwī menghabiskan masa kecilnya
sebelum ia berhijrah ke Thanta untuk melanjutkan pendidikannya.
Di Thanta lah beliau mulai bersentuhan dengan
pemikiran-pemikiran Hasan al-Banna pendiri gerakan al-Ikhwān al-Muslimīn.
Persentuahnnya dengan gagasan-gagasan al-Banna membuatnya berani melepaskan
diri dari sikap fanatik madzhab., sehingga meskipun ia dididik di dalam
lingkungan mazhab Hanafiyah ia tidak menjadi fanatik mazhab. Hal itu karena
Hasan al-Banna selalu menganjurkan anggota gerakannya untuk melepaskan diri
dari sikap fanatik dan mempertimbangkan pendapat ulama-ulama terdahulu
berdasarkan Al-Qur’an dan sunah. Anjuran itu banyak disampaikan di dalam karya
a-Banna berjudul Risālah at-Ta’līm.[11] Sayyid Sābiq melalui bukunya Fiqh as-Sunnah juga
mempengaruhi pemikiran al-Qaradhāwī untuk tidak bersikap fanatik dan
mengembalikan semua persoalan kepada Al-Qur’an dan sunah.[12]
Meskipun dikenal sebagai seorang ulama dalam bidang fikih
atau syariah, sebenarnya latar belakang akademis al-Qaradhawi adalah ushuluddin
yang diselesaikannya pada tahun 52-53 dengan sebagai peringkat pertama dari 180
mahasiswa. Setelah itu beliau melajutkan memperdalam bahasa di Fakultas Bahasa
Arab, kemudian memperdalam bidang Tafsir dan Hadis.[13] Beliah
mendalami syariat atau bidang hukum lebih pada kegelisahannya ataas berbagai
persoalan yang dihadapi umat seperti yang diakuinya sendiri di mukaddimah bukuFatāwa
Mu’āshirah. Beliau berhasil mempelajari syariat dengan sangat baik.
Buku-buku yang kerap beliau telaah sejak masa kecilnya antara lain al-Lubāb, al-Ikhtiyār,
Subul as-Salām, Nail al-Authār, keduanya merupakan buku penjelasan
atas hadis-hadis hukum dengan metode perbandingan mazhab. Beliau juga sangat
akrab dengan buku al-Muhallakarya Ibn Hazm sejak masa mudanya.[14]
Ada beberapa tokoh yang cukup berpegangaruh terhadap
sikap intelektual al-Qaradhāwi, tokoh yang paling berpengaruh padanya seperti
yang diakuinya sendiri adalah Hasan al-Banna. Al-Qaradhwawi kerap mengikuti
al-Banna berkeliling ke beberapa tempat dan senantiasa menyimak ceramah dan
menelaah buku-bukunya. Tokoh lainnya adalah al-Bahī al-Khailī dan Muhammad
al-Ghazālī sebagai dua sosok utama al-Ikhwān al-Muslimīn. Pengaruh gerakan ini
memang sangat kuat terhadap al-Qaradhāwi bahkan lebih kuat dari pengaruh pendidikan
resminya di al-Azhar.[15]
Dari kalangan ulama al-Azhar, al-Qardhāwi banyak
terpengaruh oleh beberapa tokoh antara lain Muhammad ‘Abdullah Darrāz.
Al-Qaradhāwi mengagumi tokoh ini karena keluasan dan orisinalitas ilmu dan
pemikirannya yang terlihat terutama di dalam bukunyaFalsafah al-Akhlāq fi
al-Islām. Ulama lain yang mempengaruhinya adalah Muhammad Syaltūt,
‘Abd al-Halīm Muhammad. Pada tokoh yang disebut terakhir, al-Qaradhāwi
mendalami filsafat Islam ketika mengikuti kuliah Ushuluddin yang diampu Syaikh
al-Azhar tersebut.[16]
C. Kontribusi dan Karya-Karyanya
Yūsuf al-Qaradhāwi adalah ulama yang memperhatikan hampir
semua cabang keilmuan Islam, terutama dalam fikih dan hadis. Selain itu
beliau juga sangat peduli terhadap perkembangna dakwah Islam dan kebangkitan
ummat Islam. Beliau banyak mengarang buku tentang kebangkitan Islam, atau as-sahwah
al-islāmiyyah. Beliau berkontribusi cukup besar di dalam bidang-bidang
tersebut. Gagasannya yang cukup tersebar luas misalnya Fikih Realitas (Fiqh Wâqi’î), Fikih
Prioritas (Fiqh al-Aulawiyât). Fiqh al-Maqâshid
al-Syarî’ah, Fikih perubahan (Fiqh al-Tagyîr), dan
Fikih Keseimbangan (fiqh al-Muwâzanah).
Karya al-Qaradhawi sesuai yang dilampirkan oleh penerbit
Dār asy-Syurūk di salah satu karyanya yang diterbitkan oleh penerbit tersebut
berjumlah 150 judul. Di sini hanya akan disebutkan karya-karyanya dalam bidang
fikih dan ilmu hadis, karena kedua bidang tersebut lah yang bersentuhan langsung
dengan penelitian ini. Di dalam bidang fikih dan ushul fikih, ada banyak
karya-karya yang beliau hasilkan. Karya-karya tersebut antara lain :[17]
1. Al-Halāl wa al-Harām fi al-Islām
2. Fatāwa al-Mu’āshirah sebanyak tiga jlid
3. Taisīr al-Fiqh : Fiqh as-Shiyām
4. Al-Ijtihād fi asy-Syarī’ah al-Islāmiyyah
5. Madhkl li Dirāsah asy-Syarī’ah
al-Islāmiyyah
6. Min Fiqh ad-Daulah fi al-Islam
7. Taisir al-Fiqh li Muslimin al-Mu’ashir
8. Al-Fatwa baina al-Indibat wa at-Tasayyub
9. ‘Awamil as-Sa’ah wa al-Marunah fi
asy-Syarī’ah al-Islāmiyyah
10. Al-Fiqhu al-Islamiy Baina al-Ashl wa
at-Tajdid
11. Al-Ijtihad al-Mu’ashir baina al-Indibath wa
al-Infirath
12. Fiqh az-Zakah
13. Fiqh al-Jihād
Di dalam bidang ilmu hadis dan Al-Qur’an atau seputar
pemahaman terhadap sunah, al-Qaradhawi menuliskan beberapa buku antara lain ;[18]
1.
As-Shabru fi al-Qur’ān al-Karīm
2.
Al-‘Aqlu wa al-Ilmu fi al-Qur’ān al-Karīm
3.
Kaifa Nata’āmal Ma’a al-Qur’ān al-Karīm
4.
Kaifa Nata’āmal Ma’a as-Sunnah an-Nabawiyyah
5.
Durūs Fi at-Tafsīr- Tafsīr Surah ar-Ra’d
6.
Al-Madkhal li Dirāsah as-Sunnah an-Nabawiyyah
7.
As-Sunnah an-Nabawiyyah Mashdar al-Ma’rifah wa
al-Hadhārah.
Pada bidang-bidang yang lain, al-Qaradhawi juga giat
menulis dan menghasilkan banyak karya. Di bidang akidah beliah menuliskan dua
karya tentang wujud Allah dan hakikat tauhid.[19]
Beliau juga menulis di bidang akhlak sebanyak empat buku tentang membangun
akhlak dan kehifupan rabbani berdasarkan Al-Qur’an.[20] Sebagai
aktivis dakwah al-Qaradhāwi menulis banyak buku seputar dakwah dan pembimbingan
umat (tarbiyyah) menuju kebangkitan Islam (as-Shahwah al-Islāmiyyah).
Pada daftar karyanya di bagian belakang buku Kaifa Nata’āmal disebutkan
terdapat 32 judul buku.[21]
Karya-karyanya di dalam tema-tema wacana keislaman umum
selain proyek fikih, dakwah dan kebangkitan Islam yang memang ditekuninya
ada sekitar 23 judul. Disamping menulis karya-karya ilmiyah al-Qaradhawi
juga menyempatkan diri untuk menuliskan syair-syair dalam diwan. Jumlah syair
yang telah ia gubah dan dipublikasikan ada empat judul. Tema-tema yang diangkat
al-Qaradhawi di dalam syairnya juga sama dengan tema-tema tulisan “seriusnya”,
mulai dari syair tentang Yūsuf as-Shadīq, ilmu, hingga tema kebngkitan Islam[22].Gagasan-gagasan
al-Qaradhawi yang dituangkan di dalam bentuk muhādarah atau
makalah tercatat sekitar 15 judul dengan tema yang beragam.
Di dalam penelitian ini, yang menjadi fokus pembahsan
adalah pemikiran al-Qaradhāwi mengenai sunah, terutama di dalam hal metode atau
kaidah memahaminya. Juga dibahas secara ringkas implikasi metode tersebut di
dalam beberapa fatwa-fatwanya yang merupakan produk fikih dari beliau.
Selain berkarya dalam bentuk tulisan, al-Qaradhāwi juga
aktif menjadi pengurus bagi lembaga-lembaga keislaman yang tersebar di beberapa
negara. Menurut catatan Isham Talimah, sebagaimana dikutip di dalam buku
“Otoritas Sunnah Non Tasyri`iyyah Menurut Yusuf al-Qaradhawi” karya DR. Tarmizi
M.Jakfar, MA, ada beberapa lembaga dimana Al-Qaradhawi menjadi anggotanya.
1.
Anggota pada majelis
Tinggi Pendidikan di Qatar dalam masa beberapa tahun.
2.
Anggota Majelis Pusat
Riset Kontribusi Kaum Muslimin dalam Peradaban yang berpusat di Qatar.
3.
Anggota Lembaga Fiqh
Islam, yang berafiliasi pada Liga Muslim Dunia yang berpusat di Makkah.
4.
Tenaga Ahli Lembaga Riset
Fiqh yang berada dibawah naungan Organisasi Konferensi Islam (OKI).
5.
Anggota Lembaga Riset
Maliki untukPeradaban Islam “Yayasan Ahli Bait” di Yordania.
6.
Anggota Dewan Penyantun
Internasional Islamic University Islamabad Pakistan.
7.
Anggota Dewan Penyantun
pada Pusat Studi keislaman di Universitas Oxford.
8.
Anggota Persatuan Sastra
Islam.
9.
Anggota Pendiri
Organisasi Ekonomi Islam Di Kairo.
10.
Anggota Bantuan Islam
Internasional, yang berpusat di Kuwait.
11.
Anggota Dewan Pengawas
Internasional untuk Masalah Zakat Kuwait.
12.
Anggota Dewan Penyantun
Organisasi Dakwah Islam di Afrika yang Berpusat di Khurthoum, Sudan.
13.
Anggota Majelis Dana
Islam untuk Zakat dan Sedekah di Qatar.
14.
Anggota Dewan Penyantun
Wakaf Islam untuk Majalah al-muslim al-Mu`ashir.
15.
Ketua Majelis Keilmuan
Pada Sekolah Tinggi Eropa untuk Studi Islam, Prancis.
16.
Anggota Dewan Pengawas
Pada Perusahaan al-Rajhi untuk investasi yang berpusat di Arab Saudi.
17.
Ketua Dewan Pengawas Bank
Islam di Qatar.
18.
Ketua Dewan Pengawas Bank
Islam di Qatar Internasional.
19.
Ketua Dewan Pengawas Bank
Takwa di Swiss.
20.
Anggota Yayasan Media
Islam Internasional di Islamabad, Pakistan.
21.
Ketua Majelis Organisasi
Budaya al-Balagh untuk Pengabdian terhadap Islam melalui
internet.
22.
Ketua Majelis Fatwa dan
Riset untuk Eropa.
[1]Anjar
Papaw. “Biografi al-Qardhawi”,
http://berita.univpancasila.ac.id/berita-1759-biografi-dr-yusuf-al-qaradhawi.html,
akses 24 Mei 2012.
[4] Ririn
Fauziyah, “Pemikiran Yusuf Qardhawi Mengenai Zakat Saham Dan Obligasi”, skripsi
Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah Fakultas Syariah Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang (2010), hal 55.
[6] Umi
Zulfah, “Riba dan Bunga Bank Menurut Yusuf al-Qaradhawi : Kajian Atas
Penafsiran Yusuf al-Qaradhawi terhadap Q.S. al-Baqarah : 275 dalam Bukunya
Fawāid al-Bunūk Hiya al-Ribā al-Harām”, skripsi Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (2004), hal 20
[11] Yūsuf al-Qaradhāwī, Fatwa-Fatwa
Kontemporer, alih bahasa As’ad
Yasin, cet. ke-9, (Jakarta : Gema Insani Press, 1995), hal 16.
[14] Shalāh
ad-Dīn Sulthān, “At-Takwīn al-‘Ilmiyyah wa al-Fikrī li
al-Qardhāwī”, (Qatar : tnp, 1428 H), hal 11.
[17] Yūsuf
al-Qaradhāwi, Kaifa Nata’āmal ma’a as-Sunnah an-Nabawiyyah, (Kairo:
Dār asy-Syurūk,2004), hal 209.
Sumber:
santricendekia.com, edisi 30 Mei 2012, diakses 15 Mei 2015
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload