Bolehkah Menggendong Anak saat Shalat?
4/18/2017
Di satu sisi, Allah SWT memerintahkan umat Islam agar senantiasa mengerjakan ibadah shalat dengan khusyuk. Karena hanya mereka yang khusyuklah yang akan mendapat keberkahan dan keberuntungan dari Allah SWT. Di sisi yang lain setiap orang tua berkewajiban mendidik putra-putrinya agar taat kepada Allah. Seorang ayah mengajarkan kepada anaknya tentang shalat lima waktu, membaca Alquran, berpuasa di bulan Ramadhan, menunaikan zakat, dan sebagainya.
Salah satu pola pendidikan kepada anak yang baik adalah mendidiknya dengan shalat. Bahkan Rasulullah Saw. sendiri sangat memerhatikan pola pendidikan shalat kepada seorang anak sebagaimana dalam sabdanya, Saat anak-anakmu berumur enam tahun, perintahkan mereka untuk mengerjakan shalat. Ketika mereka berumur tujuh tahun, suruhlah mereka secara lebih keras agar rutin mengerjakan shalat. Jika perlu, mereka harus dihukum jika tidak rutin dalam melaksanakan shalat mereka. (Mustadrak al-Wasa’il, jilid 1, halaman 171).
Namun tidak bisa dipungkiri saat mendidik anak kita dengan shalat, terkadang mereka dapati menangis. Maka untuk menenangkannya, si anak pun terpaksa digendong. Pertanyaannya: bolehkah ketika shalat kita menggendong anak?
Berdasarkan riwayat dari Abu Qatadah RA, Rasulullah SAW pernah shalat, sementara Umamah —anak perempuan Zainab, yakni putri Rasulullah SAW,— di bahu beliau. Jika Rasul rukuk maka beliau meletakkan anak itu, dan jika bangkit dari sujud maka beliau mengangkatnya dan meletakkannya kembali di atas bahu beliau. Amir mengatakan, aku tidak menanyakan shalat apa sebenarnya yang beliau lakukan ketika itu. Namun, Ibnu Juraij berkata; "Aku diberitahukan oleh Zaib bin Abu Itab dari Umar bin Sulaim bahwa shalat yang dikerjakan Rasul SAW saat itu adalah shalat Subuh. (HR Bukhari dalam ash-Shalah jilid I hal 137, Muslim kitab Masajid, jilid I, hal 385, sebagaimana dikutip Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah).
Dari Abdullah bin Syaddad, dari ayahnya, dia berkata, pada suatu siang, Rasul keluar untuk shalat Zhuhur atau Ashar. Beliau membawa Hasan atau Husein, lalu beliau meletakkan anak itu didepan beliau saat akan shalat, kemudian bertakbir. Setelah itu beliau sujud cukup lama. Aku, kata Ibnu Syaddad, mengangkat kepalaku dan saat itu aku melihat anak itu berada di atas punggung Rasul SAW. Aku pun kembali bersujud.
Setelah selesai, para sahabat bertanya, Wahai Rasulullah, tadi engkau sujud begitu lama, sehingga kami menyangka telah terjadi sesuatu atau wahyu turun kepadamu? Rasul bersabda: Bukan begitu? Hanya saja, cucuku ini naik ke atas punggungku. Dan aku tidak ingin menurunkannya dengan segera hingga dia merasa puas (berada di atas punggungku). (HR Ahmad, Nasai, dan Hakim).
Berdasarkan keterangan ini, para ulama membolehkan shalat menggendong anak. Imam Nawawi berpendapat, hadis di atas menjadi dalil bagi mazhab Syafii dan mazhab lainnya yang sependapat dengannya, bahwa diperbolehkan membawa dan menggendong anak-anak, baik laki-laki dan perempuan atau lainnya seperti hewan yang suci.
Mazhab Maliki berpendapat, hal itu hanya dibolehkan pada shalat sunnah, bukan shalat fardhu. Namun, kata Imam Nawawi, pendapat terakhir ini tidak bisa diterima, sebab dalam hadis d iatas sangat jelas bahwa Rasul sedang mengimami shalat.
Sebagian mazhab Maliki menganggap hadis ini telah dimansukh (dihapus) dan hukumnya tidak berlaku lagi. Sebagian lagi berpendapat, hal ini hanya khusus bagi Rasul SAW. Ada juga yang berpendapat, Rasul terpaksa melakukan itu atau karena keadaan darurat. Sayyid Sabiq menyatakan, semua alasan ini tidak bisa diterima, lantaran tidak ada keterangan yang menjelaskan adanya penghapusan atau pengkhususan bagi Rasul SAW maupun kondisi darurat. Membawa atau menggendong anak, kata dia, dalam shalat hukumnya mubah (boleh) sesuai keterangan hadis di atas dan hal ini tidak menyalahi syariat.
Kendati diperbolekan, setiap Muslim harus memerhatian hal-hal pokok saat akan membawa atau menggendong anak kecil itu. Syarat pertama, si anak harus dalam keadaan suci, tidak mengompol atau bajunya dalam keadaan najis, popoknya berisi najis, atau sandal yang dipakainya kena najis. Maka, jika anak itu tidak suci (kena najis), membawa atau menggendong si anak tersebut dalam shalat tidak dibolehkan.
Dahulu Nabi SAW pernah shalat mengenakan sandal dan ketika di tengah-tengah shalat tiba-tiba beliau melepaskan kedua sandalnya, sehingga para sahabat pun ikut-ikutan melepaskan sandalnya. Seusai shalat Rasulullah SAW mengabarkan bahwa ia diberi tahu oleh Malaikat Jibril bahwa di sandalnya terdapat kotoran (najis), oleh karena itu beliau melepaskan sandalnya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, al-Baihaqi, Ad Darimi, dan lain-lain). Wallahu a’lam.
Salah satu pola pendidikan kepada anak yang baik adalah mendidiknya dengan shalat. Bahkan Rasulullah Saw. sendiri sangat memerhatikan pola pendidikan shalat kepada seorang anak sebagaimana dalam sabdanya, Saat anak-anakmu berumur enam tahun, perintahkan mereka untuk mengerjakan shalat. Ketika mereka berumur tujuh tahun, suruhlah mereka secara lebih keras agar rutin mengerjakan shalat. Jika perlu, mereka harus dihukum jika tidak rutin dalam melaksanakan shalat mereka. (Mustadrak al-Wasa’il, jilid 1, halaman 171).
Namun tidak bisa dipungkiri saat mendidik anak kita dengan shalat, terkadang mereka dapati menangis. Maka untuk menenangkannya, si anak pun terpaksa digendong. Pertanyaannya: bolehkah ketika shalat kita menggendong anak?
endahsekali.co.cc |
Dari Abdullah bin Syaddad, dari ayahnya, dia berkata, pada suatu siang, Rasul keluar untuk shalat Zhuhur atau Ashar. Beliau membawa Hasan atau Husein, lalu beliau meletakkan anak itu didepan beliau saat akan shalat, kemudian bertakbir. Setelah itu beliau sujud cukup lama. Aku, kata Ibnu Syaddad, mengangkat kepalaku dan saat itu aku melihat anak itu berada di atas punggung Rasul SAW. Aku pun kembali bersujud.
Setelah selesai, para sahabat bertanya, Wahai Rasulullah, tadi engkau sujud begitu lama, sehingga kami menyangka telah terjadi sesuatu atau wahyu turun kepadamu? Rasul bersabda: Bukan begitu? Hanya saja, cucuku ini naik ke atas punggungku. Dan aku tidak ingin menurunkannya dengan segera hingga dia merasa puas (berada di atas punggungku). (HR Ahmad, Nasai, dan Hakim).
Berdasarkan keterangan ini, para ulama membolehkan shalat menggendong anak. Imam Nawawi berpendapat, hadis di atas menjadi dalil bagi mazhab Syafii dan mazhab lainnya yang sependapat dengannya, bahwa diperbolehkan membawa dan menggendong anak-anak, baik laki-laki dan perempuan atau lainnya seperti hewan yang suci.
Mazhab Maliki berpendapat, hal itu hanya dibolehkan pada shalat sunnah, bukan shalat fardhu. Namun, kata Imam Nawawi, pendapat terakhir ini tidak bisa diterima, sebab dalam hadis d iatas sangat jelas bahwa Rasul sedang mengimami shalat.
Sebagian mazhab Maliki menganggap hadis ini telah dimansukh (dihapus) dan hukumnya tidak berlaku lagi. Sebagian lagi berpendapat, hal ini hanya khusus bagi Rasul SAW. Ada juga yang berpendapat, Rasul terpaksa melakukan itu atau karena keadaan darurat. Sayyid Sabiq menyatakan, semua alasan ini tidak bisa diterima, lantaran tidak ada keterangan yang menjelaskan adanya penghapusan atau pengkhususan bagi Rasul SAW maupun kondisi darurat. Membawa atau menggendong anak, kata dia, dalam shalat hukumnya mubah (boleh) sesuai keterangan hadis di atas dan hal ini tidak menyalahi syariat.
Kendati diperbolekan, setiap Muslim harus memerhatian hal-hal pokok saat akan membawa atau menggendong anak kecil itu. Syarat pertama, si anak harus dalam keadaan suci, tidak mengompol atau bajunya dalam keadaan najis, popoknya berisi najis, atau sandal yang dipakainya kena najis. Maka, jika anak itu tidak suci (kena najis), membawa atau menggendong si anak tersebut dalam shalat tidak dibolehkan.
Dahulu Nabi SAW pernah shalat mengenakan sandal dan ketika di tengah-tengah shalat tiba-tiba beliau melepaskan kedua sandalnya, sehingga para sahabat pun ikut-ikutan melepaskan sandalnya. Seusai shalat Rasulullah SAW mengabarkan bahwa ia diberi tahu oleh Malaikat Jibril bahwa di sandalnya terdapat kotoran (najis), oleh karena itu beliau melepaskan sandalnya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, al-Baihaqi, Ad Darimi, dan lain-lain). Wallahu a’lam.
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload