Pandangan Ibnu Taimiyah terhadap Ali dalam Minhajus Sunnah
11/02/2015
Ibnu Taimiyah adalah salah seorang
ulama yang hidup pada masa silam. Kepakaran dan luasnya ilmu yang beliau miliki
disegani oleh kawan ataupun lawan. Salah satu kitab beliau yang terkenal adalah
Minhajus Sunnah an-Nabawiyah. Kitab ini adalah sebuah kitab bantahan
atas kitab Minhajul Karamah yang ditulis oleh Ibnu Muthahhir yang
berhaluan rafidhah dengan lengkap dan telak. Akibatnya, kitab ini menjadi kitab
yang paling dibenci oleh orang-orang syi’ah pada umumnya dan rafidhah khususnya.
Namun demikian, sebagai sebuah karya
manusia tentu ada beberapa kekurangan dalam penyusunannya. Oleh karenanya, Ibnu
Hajar memberikan penilaian atas kitab itu, sebagaimana terekam dalam Lisan
al-Mizan 6/319 sebagai berikut:
“Aku (Ibnu Hajar) telah mempelajari kitab bantahan Ibnu Taimiyyah tersebut (kepada syi’ah), maka aku menemukan sebagaimana ucapan as-Subki di dalam al-Istifaa. Akan tetapi aku menemukan Ibnu Taimiyyah terlalu berlebihan di dalam menolak hadis-hadis yang ditampilkan Ibn al-Muthahhar, meskipun kebanyakannya dari hadis maudhu’ dan lemah, akan tetapi Ibnu Taimiyyah banyak menolak hadits-hadis jayyid yang luput dari pandangannya ketika menulis kitab tersebut, karena memang Ibnu Taimiyyah luas hafalannya, ia mengandalkan hafalan di dadanya, sedangkan manusia itu sangat rentan lupa. Berapa banyak sikap berlebihan di dalam membantah Rafidhah, terkadang menyebabkannya terhadap sikap mencacat Ali ra..“
Namun sayang, kritik membangun Ibnu
Hajar al-Asqalani ini banyak disalahpahami atau sengaja disalahpahami oleh
orang-orang yang tak bertanggungjawab terlebih syi’ah rafidhah untuk menilai
bahwa Ibnu Taimiyah sangat membenci dan merendahkan sahabat Ali bin Abi Thalib
ra. secara mutlak, bahkan tak segan menuduhnya sebagai orang munafik.
Benarkah Ibnu Taimiyah tidak
menghormati sahabat Ali dalam kitab beliau Minhajus Sunnah? Oleh karena
itu tanpa mengurangi rasa hormat kepada yang menuduh hal itu, mari kita lihat
bagaimana Ibnu Taimiyah memandang khalifah keempat Islam setelah Rasulullah ini
dalam kitab Minhajus Sunnah an-Nabawiyah.
1. Kedudukan
Ali di Antara Para Sahabat
Sebagaimana disebutkan dalam Minhajus
Sunnah an-Nabawiyah 6/328-329 disebutkan.
وعلي رضي الله عنه لم يقاتل أحدا على
إمامة من قاتله, ولا قاتله أحد على إمامته نفسه, ولا ادعى أحد قط فى زمن خلافته
أنه أحق بالإمامة منه: لا عائشة, ولا طلحة, ولا الزبير, ولا المعاوية وأصحابه, ولا
الخوارج, بل كل الأمة كانوا معترفين بفضل علي وسابقته بعد قتل عثمان, وأنه لم يبق
فى الصحابة من يماثله فى زمن خلافته
"Ali ra. tidaklah memerangi
seseorang karena tidak menerima kepemimpinan orang tersebut, dan juga tidak
seorangpun yang memerangi Ali karena tidak setuju dengan kepemimpinan beliau.
Dan di masa khilafah beliau tidak seorangpun yang mengaku bahwasanya ia lebih
berhak untuk memimpin daripada Ali, tidak seorangpun, tidak Aisyah, tidak juga
Talhah, tidak juga Az-Zubair, tidak juga Mu'aawiyah dan para sahabatnya, dan
tidak juga khawarij. Bahkan seluruh umat mengakui kemuliaan Ali dan
kedepanan beliau setelah terbunuhnya Usmaan, dan bahwasanya tidak ada yang
tersisa di kalangan para sahabat orang yang semisal Ali di zaman kepemimpinan
beliau."
Beliau juga berkata dalam jilid yang
sama halaman 330 sebagai berikut.
وليس فى الصحابة بعدهم* من هو أفضل
منه, ولا تنازع طائفة من المسلمين بعد خلافة عثمان في أنه ليس فى جيش علي أفضل
منه. لم تفضل طائفة معروفة عليه طلحة والزبير, فضلا أن يفضّل عليه معاوية.
فإن قاتلوه مع ذلك لشبهة عرضت لهم,
فلم يكن القتال له لا علي أن غيره أفضل منه, ولا أنه الإمام دونه. ولم يتسم قط
طلحة والزبير باسم الإمارة, ولا بايعهما أحد على ذلك.
“Dan tidak seorangpun dari kalangan sahabat setelah mereka
(Abu Bakar, Umar, dan Utsman-pent) yang lebih mulia daripada Ali. Dan tidak ada
sebuah kelompokpun dari kaum muslimin yang menyelisihi bahwasanya setelah
khilafahnya Usman tidak ada seorangpun di pasukannya Ali yang lebih mulia
daripada Ali. Tidak ada satu kelompokpun yang ma'ruf yang menyatakan Talhah dan
Zubair lebih mulia daripada Ali, apalagi menyatakan bahwa Mu'aawiyah lebih
mulia daripada Ali.
Meskipun demikian mereka memerangi Ali
karena ada syubhat yang mendatangi mereka. Mereka tidaklah memerangi Ali karena
ada orang lain yang lebih mulia daripada Ali, atau ada orang lain yang
merupakan Imam selain Ali. Talhah dan Zubair sama sekali tidak menamakan diri
mereka dengan nama kepemimpinan, dan tidak seorangpun yang membai'at mereka
berdua karena kepemimpinan.” (Minhaajus Sunnah 6/330)
Bahkan disebutkan dalam jilid 4 halaman
396 sebagai berikut.
“Bukanlah dari golongan Ahlus sunnah
orang yang menjadikan permusuhan kepada Ali merupakan ketaatan dan juga bukan
Ahlus Sunnah orang yang menjadikan kebencian kepada Ali merupakan kebaikan, dan
juga bukan Ahlus Sunnah orang yang memerintahkan untuk benci kepada Ali.
Juga bukanlah Ahlus Sunnah orang yang
menjadikan semata-mata kecintaan kepada Ali merupakan keburukan dan kemaksiatan
dan juga bukan Ahlus Sunnah orang yang tidak melarang hal ini.
Kitab-kitab Ahlusunnah dari seluruh
golongan berisi penyebutan tentang keutamaan-keutamaannya,
keistimewaan-keistimewaannya serta celaan terhadap orang-orang yang
mendholiminya dari seluruh firqah.
Bahkan mereka seluruhnya sepakat bahwa
Ali memiliki kedudukan yang lebih mulia disisi Allah dan Rasul-Nya dan kaum
mukminin daripada Muawwiyah, bapaknya dan saudaranya – yang mana ia(saudaranya
ini) lebih baik dari dia(Muawwiyah). Ali lebih utama dari orang yang lebih
utama dari Muawwiyah ra. Demikian juga As Saabiqunal Awaluun yaitu
orang-orang yang berbait di bawah pohon (maksudnya para sahabat yang ikut bait
ridhwan -pent) mereka semuanya lebih baik daripada para sahabat yang masuk
islam ketika fathul Mekkah, pada mereka itu ada orang-orang yang lebih utama
dari Muawwiyah, dan orang-orang yang berbait di bawah pohon lebih utama dari mereka
itu semua, dan Ali lebih utama dari mayoritas para sahabat yang berbait di
bawah pohon bahkan lebih baik dari mereka semua kecuali dari tiga orang. Tidak
ada pada ahlussunnah yang menganggap adanya seorang yang lebih utama daripada
Ali selain tiga orang (Abu Bakar, Umar dan Utsman –pent). Bahkan mereka
mengutamakan Ali di atas seluruh mayoritas sahabat yang ikut perang badar,
baiatul ridhwan dan di atas orang –orang yang pertama-tama masuk islam
dari kalangan muhajirin dan anshar.” (Minhaajus Sunnah 4/396)
2. Keutamaan
Ali atas Muawiyah Radhiyallahu Anhuma
Beliau juga berkata dalam jilid keempat
halaman
وجماهير أهل السنة متفقون على أن عليا
أفضل من طلحة والزبير, فضلا عن معاوية وغيره. ويقولون*: إن المسلمين لما افترقوا
فى خلافته فطائفة قاتلته فطائفة قاتلت* معه, كان هو وأصحابه أولى الطائفتين بالحق,
كما ثبت فى الصحيحين* عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال "تمرق مارقة على
حين فرقة من المسلمين, يقتلهم أولى الطائفتين بالحق". فهؤلاء هم الخوارج
المارقون الذين مرقوا فقتلهم عليّ وأصحابه, فعلم أنهم كانوا أولى بالحق من معاوية
رضى الله عنه وأصحابه.
“Mayoritas Ahlus Sunnah sepakat
bahwasanya Ali lebih mulia daripada Talhah dan Zubair, apalagi Mu'awiyah dan
yang lainnya. Dan mereka berkata: Tatkala kaum muslimin terpecah di zaman Ali
sehingga ada sekelompok memerangi Ali dan sekelompok yang lainnya berperang
bersama (membela) Ali, maka Ali dan para pengikutnya adalah kelompok yang lebih
utama di atas kebenaran daripada kelompok yang lainnya. Hal ini sebagaimana
telah sah dalam shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Nabi saw. bahwasanya beliau
bersabda:
"Akan keluar suatu kelompok
tatkala kaum muslimin terpecah, kelompok yang keluar tadi akan diperangi oleh
salah satu dari dua kelompok kaum muslimin yang lebih utama di atas
kebenaran"
Kelompok yang keluar tersebut adalah khawarij
yang keluar dari agama maka merekapun diperangi oleh Ali dan para pengikutnya. Maka
diketahui bahwasanya kelompok Ali lebih utama di atas kebenaran dari Mu'awiyah
dan para pengikutnya.” (Minhaajus Sunnah 4/358)
3. Keutamaan
Ali
Selain menjelaskan kedudukan sahabat
Ali bin Abi Thalib, Ibnu Taimiyah juga menjelaskan keutamaan beliau dalam kitabnya,
seperti jilid 8 halaman 165.
فضل علي وولايته لله وعلوّ منزلته عند
الله معلوم*, ولله الحمد, من طرق ثابتة أفادتنا العلم اليقينى, لا يحتاج معها إلى
كذب ولا إلى ما لا يعلم صدقه.
“Keutamaan Ali dan kewaliannya bagi
Allah serta tingginya manzilahnya di sisi Allah merupakan perkara yang sudah
maklum (diketahui) -alhamdulillah- dari jalan-jalan (riwayat-pen) yang valid
(sah) yang memberikan keyakinan, sehingga tidak membutuhkan (riwayat) dusta
atau riwayat-riwayat yang tidak diketahui kebenarannya.” (Minhaajus Sunnah
8/165)
Beliau juga berkata dalam jilid 7
halaman 218.
وأما عليّ رضي الله عنه فلا ريب أنه
ممن يحب الله ويحبه الله
“Adapun Ali ra tidak diragukan lagi
bahwa dia termasuk orang yang mencintai Allah dan yang dicintai Allah.” (Minhaajus Sunnah
7/218)
4. Pujian
atas Keberanian dan Kezuhudannya
Selain itu, Ibnu Taimiyah juga memuji
keberanian dan kezuhudan Ali bin Abi Thalib, sebagaimana terekam dalam kitab
beliau Minhajus Sunnah sebagai berikut.
“Tidak diragukan bahwa Ali ra.
termasuk sahabat yang gagah berani, termasuk orang yang mana dengan jihadnya
Allah telah menolong Islam, dia juga termasuk seniornya orang-orang yang
terdahulu dan pertama-tama masuk islam dari kalangan Muhajirin dan Anshar, dan
termasuk pemimpin orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
berjihad dijalan Allah serta termasuk orang yang telah membunuh sejumlah besar
dari orang-orang kafir dengan pedangnya.” (Minhaajus Sunnah 8/76)
أما زهد علي رضي الله عنه فى المال
فلا ريب فيه
“Adapun kezuhudan Ali terhadap harta
maka sesuatu yang tidak diragukan lagi, …” (Minhaajus sunnah
7/489)
Demikianlah beberapa pujian yang
ditulis Ibnu Taimiyah atas sahabat mulia Rasulullah, Ali bin Abi Thalib. Masih
banyak lagi sebenarnya jika disebutkan semuanya. Setelah melihat pujian-pujian
Ibnu Taimiyah atas sahabat Ali bin Abi Thalib yang begitu banyak dan beragam dalam
kitab Minhajus Sunnah an-Nabawiyah di atas, sungguh tidak bijak jika kita masih
meragukan kecintaan beliau atas menantu Rasulullah saw. tersebut. Namun jika
masih dirasa kurang mencukupi, pembaca bisa membaca kitab beliau yang lain
seperti dalam Majmu’ Fatawa yang juga banyak bertebaran pujian dan keutamaan
sahabat Ali bin Abi Thalib ra.. Atau bisa juga melihat komentar dari Ibnu Hajar
al-Asqalani berikut:
“Tidak ternukil dari salah seorang ulama pun bahwa mereka memberikan fatwa tentang kemunafikan Ibnu Taimiyyah. Tidak pula ada dari para ulama yang menghalalkan darah beliau. Padahal di negeri beliau, banyak diantara mereka yang terjangkit penyakit ta’ashub ketika itu, hingga beliau pernah dipenjarakan di Kairo lalu dipindahkan ke Iskandariyah. Namun demikian, seluruh ulama (baik yang sepaham maupun yang berseberangan –pen-) mengakui keluasan ilmu, sifat wara’, zuhud, kedermawanan, keberanian, perjuangan beliau dalam membela Islam dan dakwah beliau di jalan Allah baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan."
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload