Sejarah Perkembangan Islam di Wamena Papua
7/19/2015
Sahabat
Pustama
Jangan
salah jika mengira kota di Papua tidak ada umat Islamnya. Salah satu kota yang
umat Islamnya banyak adalah kota Wamena. Kota ini hampir semua dihuni oleh umat
Islam. Bagaimanakah ceritanya Islam masuk di daearh ini?
Berikut
Pustaka Madrasah sebagai Media Belajar Bersama akan berbagi sejarah
perkembangan islam di wamena, yaitu pada kota wamena sendiri dan di desa Wolasi
yang saat ini menjadi desa muslim papua. Dibawah ini adalah penjelasan mengenai
proses masuk islam di suku dani wamena dan di desa walesi sebagaimana dijelaskan kota-islam.
Awal Masuk Islam di Suku Dani Wamena
Masuknya islam di
kalangan suku Dani Wamena terjadi pasca integrasi kedalam NKRI pada dekade
1960-an akhir, melalui guru-guru dan transmigrasi yang didatangkan dari Jawa
didaerah Sinata. Pengenalan agama Islam di Wamena melalui interaksi perdagangan
antara para pendatang dan penduduk pribumi. Islam di Wamena tidak didorong oleh
organisasi da’wah Islam. Pendirian SD Impres Megapura pertama di Wamena,
berdampak pada perkenalan orang Palim Lembah dengan Agama Islam melalui para
guru dan transmigrasi Jawa-Madura secara alamiah. Para guru dari Jawa-Madura
dan transmigran yang pada akhirnya dipindahkan ke daerah Paniai tahun 1970-an
menyisakan pengaruh bagi Suku Dani terutama anak-anak siswa SD Impres Megapura.
Kemudian islam mulai
berkembangan melalui para urban dari, Sulawesi, Madura, Jawa dan
Maluku. Disamping itu beberapa pegawai misalnya Kolonel Thahir (Tentara),
Abu Yamin, (Polisi) Hasan Panjaitan (Sekda) dan Paiyen (Depag RI) turut turut
mendorong proses da’wah di Walesi. Suku Dani Palim Tengah dan Palim Selatan
dari Moiety : Asso-Lokowal Asso-Wetipo, Lani-Wetapo, Wuka-wetapo, Wuka-Hubi,
Lagowan-Matuan dan Walesi, kini banyak yang sudah memeluk agama Islam dari
sejumlah sumber saksi penduduk bahwa Esogalib Lokowal orang paling pertama
masuk Islam. Kemudian Harun Asso (dari Hitigima/Wesapot), Yasa Asso (dari
Hepuba/Wiaima), Horopalek Lokowal, Musa Asso (dari Megapura/Sinata), Donatus
Lani (dari Lanitapo). Megapura, Hitigima, Hepuba, Woma, Pugima dan Walesi (kini
di Walesi clan Asso-Yelipele seluruh warganya 100% beragama Islam) adalah
daerah pertama yang berinteraksi dengan orang Muslim dari berbagai daerah
Indonesia.
Awal Masuk Islam di Walesi
Di desa Walesi pada tahun
1975-1977 terdapat tiga orang generasi pertama pemeluk islam yaitu Merasugun,
Firdaus dan Muhammad Ali Asso. Mereka adalah pemeluk Islam paling berhasil
mengembangkan Islam menjadi besar. Walesi kini menjadi pusat Islam (Islamic
Centre) di Lembah Palim Wamena. Merasugun dan tokoh-tokoh Tua lainnya yang
didampangi kalangan muda Walesi adalah generasi muslim pertama yang bersemangat
mengorganisasi diri serta sukses mengembangkan agama Islam dikalangan keluarga
di Walesi dan sekitarnya.
Merasugun, Firdaus dan
Ali Asso mengorganir da’wah islam, sehingga diikuti oleh semua masyarakat dari
confederasi Asso-Yelipele Walesi. Orang pertama memeluk agama Islam dari Walesi
diantaranya adalah Nyasuok Asso, Walekmeke Asso, Nyapalogo Kuan, Wurusugi Lani,
Heletok Yelipele, Aropeimake Yaleget, dan Udin Asso. Keislaman mereka ini
dikemudian hari memiliki pengaruh sangat besar eksistensi Islam Walesi dan
Muslim Jayawi Jaya hingga kini. Kepala Suku Besar, Aipon Asso dan Tauluk Asso
awalnya menolak islam, karena ajarannya mengharamkan babi (hewan ternak satu-satunya
di Lembah Balim paling utama). Mereka baru masuk Islam dalam tahun 1978 dan
mendapat dukungan seorang militer berpangkat Kolonel bernama Muhammad Thohir.
Islamic Centre adalah
organisasi khusus dan fokus untuk memperhatikan kaum muslim pribumi didirikan
pada tahun 1978. Letnan Kolonel Dokte Muhammad Mulya Tarmidzi dari Angkatan
Laut 10, Hamadi Jayapura, pencetus dan pelopor utama berdirinya Islamic Centre.
Pada mulanya dia datang ke Wamena dalam kesempatan undangan ceramah setelah
berjumpa dengan penduduk asli muslim (muallaf) dari Walesi, tergerak hatinya
dan mendirikan organisasi da’wah Islam pertama, Islamic Centre yang di ketuai
Hasan Panjaitan, (Sekda Jayawi Jaya kala itu). Islamic Centre dibawah kendali
Hasan Panjaitan banyak membantu proses da’wah selanjutnya. Islam di Walesi
berkembang pesat dan dikunjungi berbagai kalangan pejabat pemerintah muslim
dari Kota Wamena dan Ibukota Jayapura.
Para Pencetus dan Penyebar Islam di Walesi
Merasun Asso (berikutnya
hanya ditulis Merasugun) adalah orang Walesi pertama dan yang paling awal
memeluk agama Islam. Merasugun (Merawesugun) paling besar jasanya dan
perjuangannya memperkenalkan Islam dikalangan masyarakat Walesi hingga menjadi
berkembang. Kemudian orang selain Merasugun yang tidak kalah peran dan jasanya,
dalam mengembangkan agama Islam di Walesi adalah Kalegenye Yaleget.
Kalegenye Yaleget belum
pernah menanggalkan busana kotekanya, dan secara formal belum pernah
bersyahadat, namun peran dan perjuangan demi tegaknya kalimat tauhid di Lembah
Palim sangat besar, sejak dini agama Islam dalam keadaan sulit dan banyak
ditentang orang agar jangan berkembang. Kepeloporan Merasugun sulit dibayangkan
dan ketahui, kalau dibelakangnya juga tanpa ada dukungan sejumlah kepala suku
Adat. Hal itu kunci kesuksesan sekaligus membuat orang tidak berani menentang
Merasugun dan Kalegenye. Kalegenye dan Merasugun yang masih saudara sepupu
adalah tokoh tua pejuang da’wah islam pertama dan utama di Walesi.
Merasugun dan Kalegenye
Yaleget yang tidak dapat berbahasa Indonesia selalu didampingi oleh seorang
pemuda bernama Firdaus Asso. Setiap penyampaian isi hati mereka dalam mencari
dukungan da’wah Islam, pada para pendatang muslim, diterjemahkan oleh Firdaus.
Disamping itu Firdaus adalah seorang pemuda cerdas dan lincah diantara
teman-teman sebaya. Sehingga Firdaus sangat menunjang Merasugun, dalam
memperjuangkan da’wah di Jayawi jaya dan khususnya di Lembah Palim.
Selain mendampingi
Merasugun Asso, dengan inisiatif sendiri, Firdaus, mengajak teman-teman
sebayanya, menemui para pejabat beragama Islam kala itu, untuk minta dukungan
pengembangan Islam di Walesi dan Wamena. Karena itu Firdaus, sosok pemuda
pejuang Islam yang populer dan sangat dikenal para pejabat tinggi Papua mulai
dari Gubernur, Pangdam, Kapolda, sampai para pejabat dinas lainnya.
Demikian juga ketokohan
Firdaus Asso, sebagai tokoh muda Muslim Papua didukung para pedagang
(pengusaha) muslim dari Bugis dan Makasar. Bahkan para Haji kaya dari Madura,
Bugis, Makasar dan Buton membantu mendorong secara financial pengembangan Islam
Walesi sebagai Pusat Islam Wamena. Karena itu sosok Firdaus Asso yang
fenomenal, pada tahun 1980- an sangat dikenal dan popular dikalangan muslim
pendatang, dan orang yang paling dihormati, sebagai tokoh penggerak dan perintis
da’wah islamiyyah dikalangan pendududk pribumi Papua.
Selain Firdaus ada tokoh
muda lain seperti Ali Asso. Namun Firdaus Asso adalah tokoh muda muslim di
Jayapura dan Wamena yang sangat dikenal akrab oleh para pejabat
tinggi Papua kala itu. Firdaus juga disegani dan dihormati oleh
rekan-rekanya, karena keberanian dan kepeloporannya dalam pengembangan da’wah
Islam di Jayawi Jaya.
Kisah Merasugun Memeluk Islam
Sebagaimana diceriterakan
Ali Asso (generasi pemeluk Islam pertama yang masih hidup), Merasugun mulai
mengenal islam melalui hubungan perdagangan. Merasugun suatu pagi dalam tahun
1975, berangkat dari Walesi (sekitar 8 km dari Kota Wamena), membawa dagangan
kayu bakar, untuk dijual pada orang-orang pendatang di kota Wamena. Tapi
dagangannya tidak laku dibeli hingga hari sudah menjelang sore. Sementara jarak
Walesi-Kota Wamena begitu jauh untuk pulang hingga larut malam.
Maka Merasugun
berinisiatif menukar dagangannya dengan nasi pada seseorang. Untuk itu
Merasugun mendatangi semua penghuni rumah dari pintu kepintu yang umumnya
didiami para pendatang dari luar Papua. Akhirnya pembeli yang akan menukar
dagangan Merasugun dengan nasi itu ketemu juga. Pertemuan Merasugun dan pembeli
kayu itu kelak nanti orang yang pertama meng-Islam-kan Merasugun. Karena
itu segera setelah pulang ke kampungnya, Merasugun cari kayu bakar di hutan
untuk ditukarkan dengan nasi pada orang yang sama.
Merasugun kemudian
mengajak dua anak muda yaitu Firdaus Asso dan Ali Asso. Selanjutnya rombongan
Merasugun, bawa kayu bakar untuk barter dengan nasi pada pendatang asal Madura
itu, yang sebelumnya sudah berkenalan dengan Merasugun. Dari pertemuan pertama
mereka sudah saling kenal, maka ketika shalat dhuhur tiba pembeli kayu yang
beragama Islam itu ingin shalat dahulu.
Tapi apa yang dilakukan
kenalannya diintip Merasugun dengan perasaan aneh dan asing. Merasugun
memperhatikan apa yang dilakukan kenalannya rasa penasaran. Pembeli kayu itu
melakukan gerakan yang sebelumnya asing bagi Merasugun yaitu sholat dan berdo’a
dengan gerakan khusyu’. Merasugun dengan perasaan agak keheranan akhirnya
menyadari, bahwa gerakan itu adalah gerakan “Misa dalam Islam”. Kemudian,
Merasugun, kepada dua anak muda yang mendapinginya dalam bahasa Balim
berkomentar demikian : “O..oh.yire esilam meke”!, artinya “Oh, ini orang
Islam"!
Merasugun sebelumnya
pernah dengar kabar bahwa Agama Islam adalah agama yang tidak boleh makan
daging babi. Bahkan Merasugun sering mendengar issu bahwa kehadiran orang-
orang pendatang Muslim menyebabkan semua babi menjadi musnah di Lembah Balim,
(dalam agama Islam, memakan gading Babi hukumnya diharamkan /tidak boleh).
Walaupun ada issu bahaya agama Islam, Merasugun menyuruh Firdaus Asso dan Ali
Asso masuk agama islam, dan belajar melakukan "misa Islam”, (maksudnya
sholat). Karena menurutnya orang Muslim Madura itu baik, tidak seperti diisukan
orang-orang dikampungnya. Lalu katanya; “Kalian boleh masuk Agama Islam karena
orang ini baik”! Keinginan dan usulan Merasugun disetujui dua anak yang masih
keponakannya itu.
Kemudian usulan keinginan
diterjemahkan Firdaus dan disampaikan kepada kenalan baru itu. Mereka bertekad
mau masuk Agama Islam. Tapi orang Madura itu keberatan karena alasannya takut
ada tuduhan Islamisasi. Kekhawatiran itu disanggah oleh Merasugun dengan
mengatakan bahwa dirinya tidak menganut agama apapun dan itu adalah keinginan
hatinya dan dua anak keponakannya. Dialog tersebut diterjemahkan oleh Firdaus
Asso, yang sudah lancar berbahasa Indonesia.
Sejenak Orang Madura yang
belum dikenal namanya hingga kini itu berfikir, lalu menatap wajah ketiga orang
yang masih lugu dan masih mengenakan koteka itu. Dan katanya; “Boleh, tapi kamu
harus menutup Aurat!”, Segera ia kekamar dan memberikan serta memakaikan
Merasugun celana tanpa menanggalkan koteka yang sedang dikenakan. Selanjutnya
Muslim Madura itu sampaikan niat tiga orang Suku Dani dari Walesi ini kepada
tokoh muslim lain yang ada di sekitar kota Wamena.
Pada minggu berikutnya
Merasugun, Ali Asso, dan Firdaus Asso disuruh datang pada hari Jum'at. Dan
secara resmi disyahadatkan ba'dah jum'at di masjid Baiturrahman Wamena yang
disaksikan oleh jama'ah sholat jum’at. Minggu-minggu selanjutnya Merasugun,
Firdaus Asso dan Ali Asso (dua pemuda ini kelak pejuang Islam setelah
sepeninggal Merasugun tahun yang wafat tahun 1978), selalu datang ikut sholat
Jum’at, dengan tiap pagi jalan kaki turun-naik gunung sekitar 6 km dari Walesi
ke Wamena Kota. Merasugun kira-kira berusia 45 tahun dan dua anak muda yakni
Firdaus Asso,dan Muhammad Ali Asso, keduanya kira-kira berusia 15 tahun kala
itu, adalah generasi pertama yang mula-mula masuk Islam serta mengembangkan
Islam di Walesi.
Perjuangan Merasugun Asso Dalam Mengembangkan Islam di Walesi
Merasugun tidak lama
sesudah masuk Agama Islam meminta agar dibangunkan "Gereja Islam",
(maksudnya, Masjid), di kampungnya di Walesi sekaligus Sekolah Islam agar
anak-anaknya dari clan Assolipele Walesi bisa sekolah. Untuk maksud ini
Merasugun menyediakan tanah wakaf serta menyiapkan batu, kayu, pasir di
kampungnya.
Usulan ini segera
disetujui oleh beberapa orang muslim yang datang di Wamena sebagai Petugas
pemerintah sipil maupun militer seperti Pak Paijen dari Dinas Agama, Pak Thohir
dari Kodim, dan Abu Yamin dari Polres Jayawijaya. Karena itu, sebelum kalau
ingin dibangunkan Masjid dan Madrasah di Walesi, Merasugun harus datang
membantu bekerja mengangkat batu dan mengumpulkan pasir dari Kali Uwe karena Masjid
Raya Baiturahman Kota Wamena saat itu sedang dibangun.
Syarat ini disetujui oleh
Merasugun, berikutnya Merasugun, Ali dan Firdaus Asso pulang ke Walesi dan
mengundang segera tenaga kerja kepada Nyasuok Asso, Nyapalogo Kuan, Aropemake
Yaleget, Wurusugi Lani, Udin Asso dan Walekmeke Asso, untuk mengeruk galian
batu dan pasir di sekitar Kota Wamena, dari Kali Uwe. Keenam orang nama
tersebut kelak menjadi pemeluk Agama Islam dari Walesi gelombang kedua.
Dokter Mulya Tarmidzi Mengkhitan
Suatu ketika dalam tahun
1978 seorang dokter Kolonel Angkatan Laut 10 dari Hamadi, Jayapura Propinsi
Papua, diundang ceramah datang ke Kabupaten Jayawijaya, untuk memberikan
ceramah, yang tempatnya di gedung bioskop kota Wamena. Oleh sebab itu Merasugun
dan warga lainnya dari Walesi yang muallaf diundang datang mendengarkan
ceramah.
Penceramah yang tidak
lain adalah Dokter Kolonel H. Muhammad Mulya Tarmidzi itu selesai ceramah
sampai sekitar jam sebelas malam. Selanjutnya ia menginap di Hotel Balim.
Kira-kira pada jam 12 tengah malam Merasugun, Firdaus Asso, Nyapalogo Kuan,
Nyasuok Asso dan Ali Asso, Aropemake Yaleget, Udin Asso dan Wurusugi Lani
datang mengetuk pintu kamar Dokter Mulya menginap dengan mengucap salam khas
muslim yakni : “Assalamu'alaikum”! Walaupun sudah tengah malam karena mendengar
ucapan salam khas Muslim, Dokter Mulya Tarmidzi, berani membukakan pintu.
Dan ternyata salam itu
berasal dari orang-orang yang masih mengenakan koteka ini adalah orang yang
tadi dilihatnya di gedung Bioskop. Dia sebelumnya menduga mereka bukan muslim,
karena Merasugun dan rombangan lainnya masih mengenakan Holim/Koteka, (kecuali
Firdaus Asso sudah mengenakan celana pendek). Dan dia menganggap bahwa mereka
mungkin pas lagi lewat atau memang sekedar mencari makanan dalam acara ceramah
itu. Tatkala dipersilahkan duduk diruang tamu di hotel oleh Dokter Mulya
Tarmidzi, Merasugun menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannya dengan
beberapa pemuda dari Walesi. Setelah minta maaf karena datang ditengah malam.
Lalu Merasugun menyampaikan beberapa usulan yaitu:
a) Permohonan
dukungan agar di kampungnya segera dibangunkan "Gereja Islam”.
b) Anak-anak
dari Walesi kelak menjadi pintar seperti dokter Mulya untuk itu perlu
disekolahkan di Jayapura
c) Agar di
Walesi di bangunkan Madrasah
Semua usulan diterima dan
disetujui secara baik dan kepada Merasugun dijanjikan oleh dokter Mulia
Tarmidzi, bahwa nanti akan diusahakan secara bertahap dengan mengkoordinasikan
usulan Merasugun, kepada orang-orang Muslim lain terlebih dahulu. Dalam
kesempatan itu sejumlah usul dan keinginan Merasugun semua disampaikan dalam
bahasa Wamena kepada Dokter Muhammad Mulya Tarmidzi, yang kemudian
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Firdaus Asso yang sudah sekolah di
SD Inpres, Megapura sehingga sudah lancar berbahasa Indonesia.
Selanjuntnya semua usul
secara baik disetujui oleh Dokter Kolonel Haji Muhammad Mulya Tarmidzi dan
untuk mendukung keinginan Merasugun ini segera dibentuk Islamic Centre yang
pengurusnya dari pejabat pemda. Esok harinya dibantu oleh tenaga kesehatan dari
Rumah Sakit Kota Wamena; Letnan Kolonel Muhammad Mulya Tarmidzi, segera
menyunat (khitan) 8 orang pertama yang masuk Agama Islam itu untuk
menyempurnakan syahdatnya, kira-kira demikian hemat Kolonel yang juga Dokter
dan Ahli Agama Islam itu. Pada bulan berikutnya dalam tahun 1978, anak-anak
dari Walesi sebanyak 5 orang (termasuk Firdaus Asso dan Muhammad Ali Asso) di
kirim ke Jayapura dan dititipkan kepada beberapa orang pejabat muslim sebagai
orang tua asuhnya.
Demikian sudah harapan
dan cita-cita Merasugun terkabul agar anak-anak dari Walesi untuk disekolahkan
diluar Wamena. “Agar kelak ada yang menjadi seperti Dokter Mulya Tarmidzi,”
demikian usul Merasugun yang diterjemahkan oleh Firdaus Asso. Usulan paling
penting diantaranya yang diusulkan oleh Merasugun adalah kontruksi bangunan
model Pondok Pesantren Model di Jawa yang membuat decak kagum. Dokter Kolonel
Muhammad Mulya Tarmidzi, mengingat Merasugun belum penah tahu kalau yang diusulkannya
itu adalah persis sama model kontruksi dan sistem bangunan lingkungan Pondok
Pesantren yang biasa ada di Pulau Jawa.
Kemudian 20 orang dalam
bulan berikutnya dikirim dan diasuh oleh beberapa Orang Tua Asuh di kota
Jayapura. Ongkos pengiriman semua ditanggung oleh Haji Saddiq Ismail, (kala itu
Kabulog Propinsi Irian Jaya) yang selanjutnya membentuk Kasub Dolog Jayawijaya
guna mempermudah menyampaikan bantauan logistik dan bantuan material lainnya
karena di Walesi segera akan dibangun Masjid dan Madrasah sesuai keinginan dan
usulan Merasugun dulu.
Guna memperlancar
transportasi dan memudahkan pengangkutan material bangunan Masjid dan Madrasah
Walesi, Ir. Haji Azhari Romuson, Kepala PU Propinsi Papua segera membangun
jalan Walesi-Wamena sekitar 6 Km. Bisa dibayangkan semua usulan Merasugun dulu
sejak Dokter Kolonel Angkatan Laut Muhammad Mulya Tarmidzi, Haji Saddiq Ismail
SH Kadolog Propinsi, dan Ir. Haji Azhari Romusan dari PU Propinsi adalah
cukup besar perannya perkembangan Islam lebih lanjut di Walesi.
Bertepatan dengan 20 anak
Walesi yang dipimpin Firdaus Asso datang sekolah di Jayapura melanjutkan
dipendidikan Panti Asuhan Muhammadiyah Abepura Jayapura dan Madrasah
Ibtidaiyyah (MI) Kota Propinsi Papua. Dua Kepala Suku Perang yang Berani dari
Clan Assolipele secara resmi disyahadatkan oleh Kolonel Thahir, di Wamena.
Kolonel Thahir adalah Pendatang dari Bugis dan Tentara yang saat itu bertugas
di Kodim Jayawijaya. “Sesungguhnya kita adalah milik Allah SWT, dan akan
dikembalikan kehadirat-Nya kapan saja dikehendaki-Nya”, “sebagaimana juga Dia
memberikan hidayah kepada siapa yang di kehendaki-Nya”, dan akhimya pada tahun
1980 Merasugun telah dipanggil kehadirat Alloh SWT, dengan meninggalkan semua
usulan da'wahnya yang belum tuntas, yakni obsesinya mewujudkan kompleks Islamic
Centre terutama Masjid dan Madrasah.
Dua tahun sepeninggal
Merasugun pada tahun 1982 bangunan sekolah (Madrasah Ibtidaiyah) dan masjid
selesai. Untuk menghormati atas jasa-jasa semangat perjuangan Merasugun, maka
nama Madrasahnya diabadikan menjadi Madrasah Ibtidaiyyah Merasugun Asso Walesi.
Demikian juga dengan Pemuda Firdaus Asso menyusul dipanggil Allah SWT untuk
selamanya pada tahun 1984 di Jayapura. Firdaus Asso yang sangat berjasa dan
berperan besar pengembangkan Islam dikalangan suku pribumi di Walesi, sesudah
Merasugun. Dia menyusul kepergian Merasugun setelah dua tahun dalam usia yang
sangat muda dan produktif yakni 25 tahun.
Itulah sejarah singkat
masuk dan berkembangnya agama islam di suku pribumi yang berada di wamena.
Semoga agama islam menjadi agama yang berkembang disana.
Sumber bacaan :
Sejarah Islam di Wamena Papua, kota-islam.blogspot.com diakses tanggal 19 Juli 2015
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload