Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah - Fatwa MUI
6/11/2015
FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor 2 Tahun 2004
Tentang
PENETAPAN AWAL RAMADHAN,
SYAWAL,
DAN DZULHIJJAH
MENIMBANG
:
1.
bahwa umat Islam Indonesia dalam melaksanakan
puasa Ramadan, salat Idul Fitr dan Idul Adha, serta ibadah-ibadah lain yang
terkait dengan ketiga bulan tersebut terkadang tidak dapat melakukannya pada
hari dan tanggal yang sama disebabkan perbedaan dalam penetapan awal
bulan-bulan tersebut;
2.
bahwa keadaan sebagaimana tersebut pada huruf
a dapat menimbulkan citra dan dampak negatif terhadap syi’ar dan dakwah Islam;
3.
bahwa Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia
pada tanggal 22 Syawwal 1424 H./16 Desember 2003 telah menfatwakan tentang
penetapan awal bulan Ramadhan, Syawwal, dan Dzulhijjah, sebagai upaya mengatasi
hal di atas;
4.
bahwa oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia
memandang perlu menetapkan fatwa tentang penetapan awal bulan Ramadhan,
Syawwal, dan Dzulhijjah dimaksud untuk dijadikan pedoman.
MENGINGAT
:
1.
Firman Allah SWT, antara lain
هُوَ
الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ
لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ
Dia-lah yang menjadikan matahari
bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah
(tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan
tahun dan perhitungan waktu…(QS Yunus [10]: 5)
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي
الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Hai
orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah, taatlah kepada Rasul dan
ulil-amri di antara kamu. (QS. an-Nisa’ [4]: 59)
2.
Hadis-hadis Nabi s.a.w., antara lain
لاَ
تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلَالَ، وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنْ
غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ (رواه البخاري ومسلم عن ابن عمر 94
“Janganlah kamu berpuasa
(Ramadhan) sehingga melihat tanggal (satu Ramadhan) dan janganlah berbuka
(mengakhiri puasa Ramadhan) sehingga melihat tanggal (satu Syawwal). Jika
dihalangi oleh awan/mendung maka kira-kirakanlah”.(H.R. Bukhari Muslim dari
Ibnu Umar)
صُومُوا
لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا
عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ
“Berpuasalah (Ramadhan) karena melihat tanggal (satu Ramadhan). Dan berbukalah (mengakhiri puasa Ramadhan) karena melihat tanggal (satu Syawwal). Apabila kamu terhalangi, sehingga tidak dapat melihatnya maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban tiga puluh hari”. (Bukhari Muslim dari Abu Hurairah).
عَلَيْكُمْ
بِالسَّمْعِ، وَالطَّاعَةِ وَإِنْ وُلِّيَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيُّ
“Wajib bagi kalian untuk taat
(kepada pemimpin), meskipun yang memimpin kalian itu seorang hamba sahaya
Habsyi”. (H.R. Bukhari dari Irbadh bin Sariyah).
3.
Qa’idah fiqh:
حُكْمُ
الْحَاكِمِ إلْزَامٌ وَيَرْفَعُ الْخِلَافَ
“Keputusan pemerintah itu
mengikat (wajib dipatuhi) dan menghilangkan silang pendapat”.
MEMPERHATIKAN
:
1.
Pendapat para ulama ahli fiqh; antara lain
pendapat Imam al-Syarwani dalam Hasyiyah al-Syarwani:
وَمَحَلُّ
الْخِلَافِ إذَا لَمْ يَحْكُمْ بِهِ حَاكِمٌ. فَإِنْ حَكَمَ بِهِ حَاكِمٌ يَرَاهُ
وَجَبَ الصَّوْمُ عَلَى الْكَافَّةِ وَلَمْ يُنْقَضْ الْحُكْمُ إجْمَاعًا قَالَهُ
النَّوَوِيُّ فِي مَجْمُوعِهِ وَهُوَ صَرِيحٌ فِي أَنَّ لِلْقَاضِي أَنْ يَحْكُمَ
بِكَوْنِ اللَّيْلَةِ مِنْ رَمَضَانَ
"Perbedaan tersebut masih
dianggap apabila pemerintah belum memberikan ketetapan hukum mengenai
permasalahan tersebut, jadi apabila pemerintah telah memberikan keputusan, maka
semuanya wajib berpuasa, dan keputusan pemerintah tersebut tidak boleh
dilanggar - berdasarkan kesepakatan para ulama' -, sebagaimana dijelaskan oleh
Imam Nawawi dalam kitab Majmu'-nya. Penjelasan tersebut sangatlah jelas bahwa
seorang hakim berhak memutuskan bahwa suatu malam adalah termasuk bulan romadhon."
2.
Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa
se-Indonesia tentang penetapan awal bulan Ramadhan, Syawwal, dan Dzulhijjah,
tanggal 22 Syawwal 1424/16 Desember 2003.
3.
Keputusan Rapat Komisi Fatwa MUI, tanggal 05
Dzulhijjah 1424/24 Januari
2004.
2004.
MEMUTUSKAN
Pertama
: Fatwa
1.
Penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan
Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode ru’yah dan hisab oleh Pemerintah RI cq
Menteri Agama dan berlaku secara nasional.
2.
Seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati
ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan
Dzulhijjah.
3.
Dalam menetapkan awal Ramadhan, Syawal, dan
Dzulhijjah, Menteri Agama
wajib berkonsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia, ormas-ormas Islam dan Instansi terkait.
wajib berkonsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia, ormas-ormas Islam dan Instansi terkait.
4.
Hasil rukyat dari daerah yang memungkinkan hilal
dirukyat walaupun di luar wilayah Indonesia yang mathla’nya sama dengan
Indonesia dapat dijadikan pedoman oleh Menteri Agama RI.
Kedua
: Rekomendasi
Agar
Majelis Ulama Indonesia mengusa-hakan adanya kriteria penentuan awal Ramadhan,
Syawal, dan Dzulhijjah untuk dijadikan pedoman oleh Menteri Agama dengan
membahasnya bersama ormas-or-mas Islam dan para ahli terkait.
Jakarta, 05 Dzulhijjah 1424H
24 Januari 2004 M
MUI KOMISI FATWA
Ketua
K.H. Ma’ruf Amin
Sekretaris
Drs. H. Hasanuddin, M.Ag
Jika kesulitan untuk mendownload, silahkan baca petunjuk disini: Cara Mendownload